Sabtu, 31 Juli 2010

SERIAL FAWAID AL QUR'AN III

PERHIASAN ORANG – ORANG BERPUASA
DENGAN PENGKAJIAN AYAT – AYAT PUASA
حلـــية الصوام بدراسة آيات الصيام

قال الله تعالى : { يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتّقُونَ * أَيّاماً مّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مّرِيضاً أَوْ عَلَىَ سَفَرٍ فَعِدّةٌ مّنْ أَيّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لّكُمْ إِن كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * شَهْرُ رَمَضَانَ الّذِيَ أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لّلنّاسِ وَبَيّنَاتٍ مّنَ الْهُدَىَ وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَىَ سَفَرٍ فَعِدّةٌ مّنْ أَيّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدّةَ وَلِتُكَبّرُواْ اللّهَ عَلَىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلّكُمْ تَشْكُرُونَ * وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنّي فَإِنّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلّهُمْ يَرْشُدُونَ * أُحِلّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصّيَامِ الرّفَثُ إِلَىَ نِسَآئِكُمْ هُنّ لِبَاسٌ لّكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لّهُنّ عَلِمَ اللّهُ أَنّكُمْ كُنتُمْ تَخْتانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالاَنَ بَاشِرُوهُنّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتّىَ يَتَبَيّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمّ أَتِمّواْ الصّيَامَ إِلَى الّليْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيّنُ اللّهُ آيَاتِهِ لِلنّاسِ لَعَلّهُمْ يَتّقُونَ } البقرة : 183 – 187

Didalam ayat – ayat diatas terkandung pelajaran – pelajaran yang bernilai seputar hukum – hukum yang berkaitan dengan puasa Romadhon berikut adab – adab pensucian jiwa dan akhlak orang yang berpuasa sehingga sudah semestinya kita tadabbur terhadapnya. Maka dengan memohon taufiq dari Alloh kami mencoba untuk menyebutkan sekelumit dari pelajaran – pelajaran tersebut terlebih dimasa mendekati datangnya bulan Romadhon. Semoga hal ini bermanfaat terutama bagi kami didunia dan akherat, amiin.
1. Ayat tersebut adalah dalil akan hukum puasa atas umat ini yaitu wajib. Hukum ini diambil dari dua sisi dari ayat – ayat diatas ; sisi pertama dari firmanNya { كتب عليكم } penjelasannya bahwa lafadz ini termasuk lafadz – lafadz yang mengusung hukum wajib. Sisi kedua adalah dari firmanNya { فليصمه } penjelasannya bahwa lafadz ini berbentuk perintah sedang kaedah menyatakan ( perintah memberikan faedah wajib ).
2. Ayat diatas menerangkan golongan manusia yang terbebani hukum wajib puasa yaitu muslim, baligh, waras akalnya dan mampu berpuasa baik laki – laki maupun wanita. Hal ini diambil dari beberapa sisi ; pertama firmanNya { يأيها الذين آمنوا } penjelasannya bahwa ayat – ayat ini ditujukan kepada siapa saja yang menyandang sifat iman sebab lafadz ini termasuk dari lafadz umum, secara mafhum mukholafah dari lafadz ini bahwa orang – orang yang tidak beriman yaitu kafir tidak wajib berpuasa sampai mereka beriman yaitu masuk islam sebab kaedah menyatakan bahwa mafhum mukholafah adalah hujjah. Beratolak dari penetapan tersebut maka terdapat cabang pembahasan yaitu apabila seorang kafir masuk islam ditengah hari dari hari – hari Romadhon maka dia wajib memulai puasa dan tidak wajib mengqodho hari tersebut sebab kaedah menyatakan bahwa pembebanan syariat digantungkan kepada terpenuhinya kepantasan - kepantasan untuk menjalankan beban syariat yang diantaranya adalah keislaman. Adapun penetapan tidak wajibnya qodho adalah berdasar kaedah barangsiapa yang menunaikan kewajiban sesuai bentuk yang dituntut maka tidak wajib atasnya untuk mengulangnya, dan orang ini telah menunaikannya sesuai bentuk yang dituntut oleh syariat. Sisi kedua masih dari firmanNya { يأيها الذين آمنوا } penjelasannya bahwa kewajiban puasa terbebankan atas laki – laki dan wanita berdasar keumuman lafadz ini. Namun terdapat dua cabang pembahasan dari penetapan wajibnya atas wanita yaitu dikecualikan wanita haid dan nifas. Penghususan dari keumuman ini adalah dari bentuk penghususan secara terpisah yaitu diterangkan dalam hadis – hadis Rasululloh akan haramnya puasa atas wanita haid dan nifas sehingga secara kaedah ini disebut takhshish munfashil bahwa ( sunnah dapat mentakhshish al qur’an ). Cabang kedua adalah apabila wanita haid atau nifas mendapati suci ditengah hari dari hari – hari Romadhon maka yang utama atasnya adalah menahan diri dari pembatal – pembatal puasa sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan Romadhon namun hal tersebut tidaklah wajib atasnya sebab diharamkan puasa dimasa haid adalah karena adanya penghalang sehingga tidak ada hal yang baru yang diwajibkan atasnya. Sisi ketiga dari firmanNya { عليكم } menjelaskan bahwa kewajiban puasa adalah atas orang yang sudah baligh dan waras akalnya. Hal ini ditinjau dari dua sisi pandang ; pertama, bahwa beban – beban taklif digantungkan pada kepantasan – kepantasan seseorang diantaranya adalah tercapainya usia baligh dan waras akalnya. Kedua, bahwa kewajiban dalam ayat ini ditujukan kepada lafadz “ kalian ” dan yang benar bahwa anak – anak yang belum baligh tidak masuk dalam golongan yang ditujukan kepadanya lafadz – lafadz kalian sehingga ia baligh. Penetapan tersebut juga memunculkan cabang pembahasan yaitu apabila seorang anak mendapati tanda balighnya ditengah hari dari hari – hari Romadhon maka ia wajib memulai puasa dan tidak wajib qodho atasnya demikian pula apabila seseorang yang gila mendapati kewarasan akalnya, dan penetapan akan hal ini sama dengan penjelasan tentang orang kafir masuk islam ditengah hari romadhon. Sisi keempat dari firmanNya { وعلى الذين يطيقونه } dst menjelaskan bahwa kewajiban puasa terbebankan atas orang – orang yang mampu berpuasa dimana orang tersebut memiliki kenormalan dan kesehatan indera dan jasmani. Hal ini ditetapkan dari dua sisi pandang ; pertama, bahwa lafadz على termasuk lafadz – lafadz yang berfaedah wajib. Kedua, bahwa kebebasan untuk memilih antara puasa atau membayar fidyah jika tidak berpuasa bagi orang – orang yang mampu yang disebut diawal ayat tidak diulang lagi ketika setelah perintah dalam firmanNya { فليصمه } menunjukkan bahwa kebebasan memilih ini telah dihapus hukumnya.
3. Ayat – ayat diatas menerangkan definisi puasa yang dimaksudkan oleh syariat yaitu beribadah kepada Alloh dengan menahan diri dari makan, minum atau yang semakna dengan keduanya dan jima’ dari terbitnya fajar kedua hingga datangnya malam disertai dengan niat dimalam sebelumnya. Hal ini diambil dari firmanNya { أحل لكم ليلة الصيام الرفث الى نسائكم _ الى قوله _ وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر ثم أتموا الصيام الى الليل } ini adalah kadar yang menggugurkan tuntutan wajib dalam puasa, sebagian ahlul ilmi menerangkan bahwa puasa memiliki definisi puasa lahir yang merupakan kadar untuk menggugurkan tuntutan wajib dan ada definisi puasa batin yang merupakan kadar sempurna seperti meninggalkan berbagai perkara yang diharamkan.
4. Ayat – ayat diatas menerangkan kewajiban menggenapkan puasa selama satu bulan Romadhon penuh. Hal ini dipahami dari firmanNya { ولتكملوا العدة } sehingga pula ada kewajiban qodho sebagaimana akan datang perinciannya biidznillah.
5. Ayat – ayat diatas menerangkan tahapan – tahapan pensyareatan puasa dalam Islam yaitu tahapan pertama, kewajiban puasa hari Asyuro’. Sebagian ahlul ilmi memahami tahapan pertama ini dari firmanNya { كتب عليكم الصيام } dimana lafadz shiyam yang masih mujmal dari segi zamannya datang bayannya secara terpisah dalam hadis Rasululloh akan wajibnya puasa Asyuro’. Tahapan kedua, kewajiban puasa Romadhon dengan dua pilihan yaitu berpuasa atau membayar fidyah sebagai ganti puasa meskipun mampu berpuasa. Tahapan kedua ini dipahami dari firmanNya { كتب عليكم الصيام _ الى قوله _ وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين وأنتصوموا خير لكم } Tahapan ketiga, kewajiban puasa Romadhon saja dengan dihapuskan pilihan kedua. Tahapan ini dipahami dari firmanNya { شهر رمضان _ الى قوله _ فمن شهد منكم الشهر فليصمه } penjelasannya bahwa ayat ini merupakan bayan zaman yang masih mujmal dalam firmanNya { أياما معدودات } yaitu hari – hari bulan Romadhon, ayat ini juga menjelaskan mansukhnya ( dihapusnya ) kebebasan memilih membayar fidyah bagi orang yang mampu berpuasa namun tidak berpuasa yang ada pensyareatannya pada tahapan kedua sebab kebebasan memilih tersebut tidak disebut lagi setelah datangnya perintah yang mutlak untuk berpuasa dalam firmanNya { فليصمه }. Tahapan ketiga inilah yang menjadi syareat yang tetap berjalan ( muhkam ).
6. Ayat – ayat diatas menerangkan dengan sesuatu apakah romadhon ditetapkan ? yaitu dengan tiga jalan ; sampainya ilmu, terlihatnya hilal dan mulainya bulan. Jalan pertama yaitu sampainya ilmu yang maksudnya adalah sampainya berita telah masuknya romadhon kepada seseorang atau suatu masyarakat. Jalan ini dipahami dari firmanNya { يأيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام } sebagaimana pula didapati penjelasannya dalam beberapa hadis Rasululloh. Maka kapan seseorang atau masyarakat sampai kepadanya berita masuknya Romadhon berarti wajib atasnya memulai berpuasa meski ditengah hari atau bahkan dipenghujung hari dan tidak wajib atasnya mengqodho hari tersebut sebab tidak ada beban taklif sehingga sampai kepadanya ilmu. Jalan kedua, terlihatnya hilal yaitu hilal Romadhon terlihat disore hari setelah terbenamnya matahari dihari ke 29 Sya’ban. Hal ini dipahami dari firmanNya { فمن شهد منكم الشهر فليصمه } penjelasannya bahwa Alloh menggantungkan kewajiban berpuasa dalam perintahnya ini kepada melihat hilal sehingga mafhum syartnya jika hilal tidak terlihat maka tidak wajib memulai puasa Romadhon. Cabang pembahasan : pertama, tidak terlihatnya hilal ada dua keadaan ; keadaan langit cerah dan terang dan keadaan langit tertutup mendung atau kabut atau hujan atau yang lainnya dari gejala alam maka berdasar keumuman mafhum syart diatas tidaklah wajib puasa bahkan tidak disyariatkan. Kedua, penetapan Romadhon dengan hisab tidaklah diterima sebab Alloh menggantungkan zaman ibadah dengan perbuatan dari kita yaitu melihat. Ketiga, persaksian melihat hilal diterima dari muslim laki maupun wanita meski hanya seorang saja berdasar keumuman lafadz { من شهد منكم } . Keempat, apabila hilal terlihat disatu negara maka hukumnya tetap atas negara – negara lain yang letak geografisnya dibarat negara tersebut atau satu mathla’ dengannya dan belum tentu tetap pada negara – negara yang ditimur negara tersebut atau yang tidak semathla’ dengannya. Hal ini dipahami bahwa lafadz umum ayat ini diinginkan dengannya khusus bukan seumum – umumnya. Demikianlah patokan dalam memahami kaedah ini yaitu setiap lafadz umum namun hukum berkait dengan perbedaan alam yang diluar kuasa manusia maka berarti lafadz umum tersebut diinginkan dengannya khusus. Kelima, barang siapa yang melihat hilal maka hendaknya dikembalikan keputusannya kepada penguasa jika memungkinkan sehingga jika diterima persaksiaannya oleh penguasa maka ia berpuasa bersama penguasa dan khalayak umum namun jika ditolak maka ia tidak berpuasa kecuali bersama mereka, sedangkan jika tidak memungkinkan untuk mengembalikan kepada penguasa maka ia berpuasa meski sendiri. Hal ini bahwa keumuman ayat ini datang takhshishnya secara terpisah dalam hadis – hadis Rasululloh dimana urusan dikembalikan kepada beliau sebagai penguasa sedangkan pada kondisi yang tidak memungkinkan maka hal tersebut berpegang pada tekstual keumuman ayat ini dan ayat – ayat takwa sebatas kemampuan. Jalan ketiga dari jalan menetapkan mulainya Romadhon adalah dengan mulainya hitungan bulan Romadhon yaitu jika tidak terlihat hilal dihari ke 29 Sya’ban maka hitungan Sya’ban digenapkan 30 hari kemudian dimulai setelahnya hitungan hari – hari Romadhon. Hal ini dipahami dari firmanNya { شهر رمضان }.
7. Ayat – ayat diatas menerangkan golongan yang mendapatkan udzur untuk meninggalkan puasa sekaligus gantinya yaitu orang yang sakit, musafir dan orang yang tidak mampu berpuasa. Adapun orang sakit dan musafir maka dipahami dari tekstual firmanNya { فمن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر } konteks sebenarnya berdasar dilalah iqtidho adalah { فمن كان مريضا أو على سفر ( فأفطر ) ف ( عليه ) عدة من أيام أخر } yang terjemahannya { maka barang siapa yang sakit atau bepergian lalu ia tidak berpuasa maka wajib atasnya untuk menggantinya dihari – hari lainnya diluar Romadhon sejumlah hari ia tidak berpuasa tersebut } maka ini adalah penjelasannya sekaligus kewajiban yang harus ia tunaikan sebagai gantinya yaitu qodho. Beberapa cabang pembahasan ; pertama, bahwa safar dalam ayat ini tidak diterangkan batasan jarak minimalnya sehingga kejelasan akan batasan safar dikembalikan kepada ‘urf ( adat kebiasaan ) bukan kepada batasan jarak tertentu yaitu kapan perjalanan seseorang disebut secara ‘urf sebagai safar maka telah tetap padanya hukum – hukumnya termasuk bolehnya meninggalkan puasa. Kedua, sakit yang dinilai sebagai udzur meninggalkan puasa adalah sakit yang apabila seseorang berpuasa pada kondisi tersebut membahayakan dirinya berdasar konteks ayat yang merupakan bayan atasnya. Ketiga, tidak disyaratkan dalam qodho jika lebih dari satu hari untuk berturut – turut namun boleh dipisah – pisah sebab yang dituntut dalam ayat adalah tercapainya jumlah hari yang ia tidak berpuasa. Keempat, yang afdhol seseorang adalah menyegerakan qodho sebab dalam ayat ini memakai huruf fa’ { فعدة } yang faedahnya adalah tartib serta ta’qib tanpa ada senggang waktu yang panjang. Kelima, apabila seorang musafir tiba ditempat menetapnya ditengah hari Romadhon sedang ia tidak berpuasa sebab safar atau orang sakit sembuh dari sakitnya ditengah hari maka yang utama atas keduanya adalah menahan diri dari makan, minum dst hingga waktu berbuka tiba sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan. Sedangkan orang yang tidak mampu berpuasa maka mencakup orang – orang yang sudah renta lanjut usia, orang sakit yang tidak bisa diharap lagi kesembuhannya, wanita hamil dan menyusui. Golongan ini yang wajib atasnya adalah membayar fidyah yang dalam ayat diatas mubayyan dari segi bentuknya yaitu makanan namun masih mujmal dari segi ukurannya namun datang bayannya secara terpisah yaitu dalam sunnah Rosululloh berupa seperdua sho’ untuk setiap orang miskinnya. Hal ini dipahami dari firmanNya { وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } dimana ditahap kedua pensyareatan puasa Romadhon, ayat ini mencakup orang yang mampu berpuasa namun memilih meninggalkan puasa dengan membayar fidyah dan mencakup golongan yang tidak mampu berpuasa namun telah berlalu penjelasannya bahwa hukum ini masukh pada diri orang yang mampu sehingga tetaplah muhkam hukumnya pada diri golongan yang tidak mampu. Faedah : 1 sho’ = 4 mud, 1 mud = ± 564 gr sehingga ½ sho’ = 2 X 564 gr = 1128 gr = 1,128 Kg ( hitungan mud versi penulis Minhatul ‘Allam Syarh Bulughul Marom ).
8. Ayat – ayat diatas menerangkan sejumlah pembatal puasa yaitu jima’, makan dan minum yang ketiganya ini menjadi letak kesepakatan para ahli ilmu. Pertama, jima’ sebagai pembatal puasa dipahami dari firmanNya { أحل لكم ليلة الصيام الرفث الى نسائكم _ الى قوله _ فالآن باشروهن وابتغوا ما كتب الله لكم } penjelasannya bahwa kehalalan berjima’ dalam ayat ini dikaitkan dengan waktu malam maka mafhum mukholafahnya bahwa berjima’ disiang hari Romadhon adalah tidak halal bagi kalian yang berpuasa. Kedua dan ketiga adalah makan dan minum yang dipahami dari firmanNya { وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر } penjelasannya bahwa perintah makan dan minum dalam ayat diatas adalah berfaedah mubah sebab berupa perintah yang datang setelah larangan sehingga kembali kehukum asal sebelum larangan yaitu mubah namun zamannya dibatasi hingga terbitnya fajar sebab lafadz { حتى } secara bahasa berfaedah penetapan batas akhir sehingga batas akhir mubahnya makan dan minum adalah terbitnya fajar maka sesudahnya haram berdasar perintah { ثم أتموا الصيام الى الليل } dimana perintah akan suatu perkara berarti larangan atas kebalikan sesuatu tersebut. Cabang pembahasan : dipahami bahwa ‘illah dari jima’ sehingga membatalkan puasa diantaranya adalah membuat lemah orang yang puasa sehingga dengan ‘illah ini bisa diluaskan bahwa setiap perbuatan yang membuat lemah orang yang berpuasa maka membatalkan puasa seperti bekam dan yang semakna dengannya serta memuntahkan isi perut dengan sengaja, kedua perkara ini ada keterangannya dalam sunnah Rosululloh namun diperselisihkan oleh para ahli ilmu baik dari segi dalil maupun dilalah. Sebagaimana dipahami pula bahwa ‘illah dari makan dan minum diantaranya adalah menambah kuat sehingga berdasar ‘illah ini meluas kepada beberapa perbuatan seperti infus atau suntikan obat perangsang tenaga dsb maka semua itu membatalkan puasa. Diantara ‘illahnya juga adalah masuknya sesuatu melalui jalan makan dan minum hingga keperut dengan sengaja sehingga berdasar ‘illah ini ada sebagian ahli ilmu yang memperluas kepada pemakaian celak mata ( diterangkan dalam sunnah namun diperselisihkan dari sisi dalilnya ) juga obat tetes mata ataupun telinga ( keduanya juga diperselisihkan ).
9. Ayat – ayat diatas menerangkan kewajiban atas orang yang meninggalkan puasa yaitu qodho sejumlah hari yang ia tidak berpuasa. Hal ini dipahami dengan dua sisi ; pertama dari keumuman firmanNya { فعدة من أيام أخر } dimana telah berlalu bahwa berdasar dilalah iqtidho konteks ayat ini sebenarnya yaitu { (فأفطر) فـ (عليه) عدة من أيام أخر } kedua dari qiyas aulawiy yaitu jika yang meninggalakan puasa sebab udzur yang diberikan oleh syariat wajib qodho maka tentulah yang meninggalkannya tanpa sebab udzur yang diberikan oleh syariat lebih utama untuk terbebani kewajiban qodho. Dikecualikan jima’ maka tidak hanya wajib qodho namun juga wajib membayar kafaroh sebagaimana datang tambahan bayannya dalam sunnah Rosululloh yaitu membebaskan budak jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut – turut jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin dengan ukuran 15 sho’.
10. Ayat – ayat diatas menerangkan amalan – amalan lain yang dianjurkan selain berpuasa dibulan romadhon diantaranya ; bershodaqoh yang dipahami dari firmanNya { ومن تطوع خيرا فهو خير له} , memperhatikan secara lebih terhadap Al Qur’an baik membacanya, mempelajarinya ataupun mengajarkannya juga qiyam lail ( sholat tarawih ) yang hal ini dipahami dari firmanNya { الذي أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان } lebih jauh bahwa ayat ini menerangkan bahwa Al Qur’an turun disalah satu malam dari malam – malam Romadhon sebab lafadz Romadhon diidhofahkan kepada lafadz syahr ( bulan ), memperbanyak doa yang hal ini dipahami dari firmanNya { أجيب دعوة الداعي إذا دعان } , I’tikaf yang hal ini dipahami dari firmanNya { وأنتم عاكفون في المساجد } lebih jauh bahwa ayat ini memberikan bayan dari sisi tata cara I’tikaf yaitu dimasjid, menunaikan shodaqoh fithr yang hal ini dipahami dari firmanNya { ولعلكم تشكرون } , bertakbir selepas satu bulan penuh Romadhon yang hal ini dipahami dari firmanNya { ولتكبروا الله على ما هداكم } dan secara umum segala bentuk amal sholih berdasar firmanNya { لعلكم تتقون } yang ini merupakan hikmah terbesar dari disyareatkannya puasa.
Demikian sekelumit usaha kami untuk mencoba menghitung – hitung fawaid dari ayat – ayat diatas sebagai perwujudan dari tadabbur terhadap Al Qur’an, kami menyadari akan banyaknya kekurangan yang terutama disebabkan oleh jauhnya tempat kami dari kitab – kitab pendukung dalam kajian ini sehingga kami berusaha untuk mengingat ma’lumat dengan sedikit praktek penerapan ushul dan kaedah fikih, semoga Alloh memberi toleransi dan memaafkan kami akan hal ini amin.
Selesai pengkajiannya pada Sabtu 20 Sya’ban 1431 H.
والله أعلم وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله

Kamis, 29 Juli 2010

info kajian

Bismillah

BERITA GEMBIRA BAGI KAUM MUSLIMIN DIKALIMANTAN BARAT …
BIIDZNILLAH AKAN DIADAKAN CERAMAH ISLAM BEKAL MENGHIDUPKAN BULAN RAMADHAN :

I. “ HUKUM – HUKUM SEPUTAR PUASA RAMADHAN ”
[ kajian kitab Ash Shiyam dari Bulughul Marom karya Ibnu Hajar ]
BERSAMA UST. ABU UNAISAH JABIR TW hafidzohulloh [murid Ma’had Darul Hadits Salafiyyah, Dammaj, Yaman ]
HARI AHAD ( 21 SYA’BAN 1431 H / 01 AGUSTUS 2010 M ) JAM 10 : 00 – 17 : 00 WIB
BERTEMPAT DIMASJID DARUSSALAM AL ‘ARIF PITI JL. TANJUNG PURA [ DEPAN HOTEL MUSLIM ]

II. “ MU’AMALAH SEORANG MUSLIM TERHADAP ALQUR’AN ”
[ kajian kitab At Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an karya An Nawawiy ]
BERSAMA UST. JAUHARY Lc. Hafidzohulloh [ S1 Fak. Al Qur’an Univ. Islam Madinah, KSA ]
HARI SENIN ( 22 SYA’BAN 1431 H / 02 AGUSTUS 2010 M ) JAM 16 : 00 – 21 : 00 WIB & SELASA ( 23 SYA’BAN 1431 H / 03 AGUSTUS 2010 M ) JAM 16 : 00 – 21 : 00 WIB
BERTEMPAT DIMASJID DARUSSALAM AL ‘ARIF PITI JL. TANJUNG PURA [ DEPAN HOTEL MUSLIM]

Informasi : 1. Abu Irhasy HP 085252291572
2. Abu Humaid HP 081256225875

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari