Sabtu, 31 Desember 2011

SUNNAH QOBLIYAH JUM'AT

Sesungguhnya diantara letak pertanyaan dikalangan ikhwah kami adalah hukum sholat sunnah qobliyah jum’at yang dilaksanakan antara adzan pertama sebelum khotib menaiki mimbar dengan adzan kedua sesudah khotib salam diatas mimbar, maka kami berupaya dalam hal ini untuk memaparkan pendapat para ulama madzhab dalam hal ini berikut dalil masing – masing, semoga hal tersebut menjadi jawaban yang menenangkan wallohul muwaffiq.

Berkata Al Qodhi Al Mardawiy rohimahulloh : “ peringatan ; tekstual dari ucapan penulis [ Ibnu Qudamah ] bahwa tidak ada sunnah rotibah qobliyah jum’at, dan itu adalah shohih yang menjadi pendapat madzhab yang dipegangi oleh kebanyakan ulama madzhab dan yang ditegaskan oleh al imam Ahmad . . . dan ada pendapat lain dari beliau [ al imam Ahmad ] bahwa jum’at memiliki sunnah rotibah qobliyah sebanyak dua rokaat, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Aqil, berkata Syaikh Taqiyyuddin : itu merupakan pendapat sekelompok dari pengikut al imam Ahmad. Aku [ al Mardawiy ] nyatakan : bahwa itu juga pendapat yang dipilih oleh al qodhi [ Abu Ya’la ] secara tegas dalam kitab beliau syarhul mudzhab, hal ini dinyatakan oleh Ibnu Rojab didalam kitabnya Nafyul Bid’ah ‘anish Sholat Qoblal Jum’uah. Dan pendapat lain dari beliau : bahwa sunnah rotibah qobliyah jum’at adalah empat rokaat dengan satu salam atau dua salam, dinyatakan dalam kitab ar Ri’ayah, berkata Syaikh Taqiyuddin : itu merupakan pendapat sekelompok dari kawan – kawan kami semadzhab . . .”. _[ Al Inshof ( 2 / 284 ) senada dengan ini Ibnu Muflih dalam Al Furu’ (3/ 190 – 191) MFK ]

Kesimpulannya bahwa terdapat dua pendapat dalam pembahasan ini :

Pendapat pertama : menyatakan tidak adanya sunnah rotibah qobliyah jum’at. Ini adalah pendapat madzahab hanabilah dan malikiyyah.

Pendapat kedua : ada disunnahkan rotibah qobliyah jum’at, namun diperselisihkan bilangan rokaatnya antara dua atau empat rokaat. Ini adalah salah satu riwayat dari al imam Ahmad, dan merupakan pendapat madzhab syafi’iyyah serta hanafiyyah, juga merupakan tekstual dari pendapat al imam Al Bukhoriy dalam shohihnya serta Ibnu Rojab dari kalangan hanabilah.

[ Tathbiqot Ushuliyyah (24), Shohihul Bukhori, kitabul Jumu’ah, Bab no. 37 Hadits no. 895 dan Kasyful Latsam Syarh Umdatil Ahkam (2/130) ]

Berikut adalah pemaparan diantara dalil masing – masing bitaufiqillah ;

Dalil – dalil pendapat pertama diantaranya adalah :

1. Hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma riwayat al Bukhoriy ( 895 & 1112 ) serta Muslim ( 729 ) dengan lafadz :

" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي: قبل الظهر ركعتين، وبعدها ركعتين، وبعد المغرب ركعتين في بيته، وبعد العشاء ركعتين، وكان لا يصلي بعد الجمعة حتى ينصرف، فيصلي ركعتين ".

Terjemahannya : “ Bahwa Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam senantiasa menjalankan sholat sebelum dzuhur dua rokaat, sesudahnya dua rokaat, sesudah maghrib dua rokaat dirumah beliau, sesudah Isya dua rokaat dan beliau tidak sholat ba’diyah jum’at kecuali jika telah pulang lalu beliau sholat dua rokaat ”.

Sisi pendalilan : Andaikan sunnah rotibah qobliyah jum’at ada niscaya akan diberitakan oleh Ibnu Umar kepada kita.

Pendalilan dengan hadits diatas dengan sisi tersebut terdiskusikan dengan tidak diberitakannya kepada kita beberapa sunnah rotibah yang terdapat didalam hadits lain diantaranya qobliyah Ashar.

2. Hadits As Saib bin Yazid rodhiyallohu ‘anhu riwayat Al Bukhoriy ( 870 ) dengan lafadz :

" كان النداء يوم الجمعة، أوله إذا جلس الإمام على المنبر، على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما، فلما كان عثمان رضي الله عنه، وكثر الناس، زاد النداء الثالث . . ." الحديث

Terjemhannya : “ Adzan pertama dihari jum’at adalah ketika imam duduk diatas mimbar yaitu pada masa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam, Abu Bakr dan Umar rodhiyallohu ‘anhuma sehingga ketika dimasa Utsman rodhiyallohu ‘anhu dan orang – orang bertambah banyak jumlahnya maka beliau menambah adzan yang ketiga dst”.

Sisi pendalilan : Yang dijalankan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam sesudah adzan adalah berkhutbah sehingga tidak mungkin beliau sholat rowatib, juga yang dilakukan oleh para sahabat sesudah adzan adalah menyimak adzan sehingga tidak memungkinkan untuk sholat rowatib qobliyah.

Terdiskusikan dengan memungkinkannya untuk dikerjakan sunah rotibah adalah antara adzan pertama dengan adzan kedua sebab khotib belum naik mimbar.

3. Al istishhab, berkata Shofiyuddin Al baghdadiy rohimahulloh : “ Adapun dalil yang keempat maka ia adalah dalil akal didalam penafian secara asal hukum, yaitu bahwa sebelum datangnya syareat maka pada asalnya jiwa terbebas dari tuntutan taklif secara berkelanjutan sehingga datang yang selainnya, dalil ini disebut al istishhab ”.

Sisi pendalilan : Bahwa kita tidak dituntut untuk menjalankan sunnah rotibah qobliyah jum’at pada asalnya sehingga datang dalil yang menunjukkan kesunahannya, dan ternyata tidak ada maka kita tetap pada hokum asal.

Terdiskusikan dengan datangnya dalil – dalil yang menunjukkan kesunahannya baik dalil umum atau khusus atau perbuatan sahabat sebagaimana dipaparkan sebagai berikut.

Dalil – dalil pendapat kedua diantaranya :

1. Hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma diatas dalam riwayat Abu Dawud (1128) dengan tambahan lafadz :

كان ابن عمر يطيلُ الصلاة قبل الجمعة ويصلي بعدها ركعتين في بيته، ويحدِّث

أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم كان يفعل ذلك.

Terjemahannya : “ adalah Ibnu Umar, beliau memanjangkan sholat sebelum jum’at dan beliau sholat sesudahnya dua rokaat dirumahnya, beliau menceritakan bahwa dahulu rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam mengerjakan hal tersebut ”.

Derajat hadits : Dishohihkan oleh Al Albaniy dalam Shohih Wa Dha’if Sunan Abi Dawud no. 1128.

Sisi pendalilan : Perbuatan nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menunjukkan sunnah.

Terdiskusikan : dengan “ jika yang dimaksudkan adalah setelah masuknya waktu sholat jum’at maka tidak sah untuk dinyatakan sebagai perbuatan nabi sholallohu ‘alaihi wasallam sebab beliau jika matahari telah tergelincir maka keluar dan sibuk dengan berkhutbah kemudian dengan sholat, namun jika dimaksudkan adalah sebelum masuk waktunya maka yang beliau kerjakan adalah sunnah mutlak dan bukan sunnah rotibah ”. dinyatakan oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqolaniy dalam [ Fat-hul Bariy (2/426) MSH ]

Dijawab : Adapun bagi yang berpendapat bahwa masuknya waktu sholat jum’at adalah semenjak matahari terbit dan naik setinggi tombak, jauh sebelum tergelincirnya matahari yaitu madzhab hanabilah, maka diskusi Ibnu Hajar diatas tidaklah tepat.

2. Hadits Abdulloh bin Mughoffal Al Muzaniy rodhiyallohu ‘anhu riwayat Al Bukhoriy (598) dengan lafadz :

" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ( بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء ).

Terjemahannya : “ Bahwa rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda : (( diantara setiap dua adzan ada sholat – beliau mengucapkannya tiga kali – bagi siapa saja yang berkeinginan )) ”.

Sisi pendalilan : Lafadz “ setiap dua adzan ” adalah lafadz yang luas yang mencakup dua adzan jum’at dan selainnya. Dan lafadz “ bagi siapa saja yang berkeinginan ” menunjukkan sunnah.

Terdiskusikan : dengan “ Bahwa yang dimaksud dengan “ setiap dua adzan ” adalah adzan dan iqomat ”. dinyatakan oleh syaikhuna Abu Abdillah As Sulamiy hafidzohulloh dalam [ Tathbiqot Ushuliyyah (26) ]

Dijawab : “ bahwa tatkala adzan pertama ini dimulai kesunnahannya oleh Utsman rodhiyallohu ‘anhu dan kaum muslimin bersepakat atasnya maka jadilah ia adzan yang syar’iy sehingga sholat antara dua adzan tersebutpun menjadi boleh dan bagus ”. dinyatakan oleh syaikh Taqiyyuddien dalam [ al Fatawa (24/194) lihat Kasyful Latsam (2/130) ]

3. Berkata Ibnu Hajar : “ telah datang hadits – hadits lain seputar sunnah rotibah qobliyah jum’at namun keseluruhannya adalah dhoif ”._[ Fat-hul Bari (2/426) ]

4. Hadits Mauquf dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu riwayat Abdur Rozaq dalam kitab Al Mushonnaf ( 5524 ) bahwa beliau mengerjakan sholat sunnah empat roka’at sebelum jum’at dan empat rokaat sesudahnya._[ lihat Fat-hul Bari, Ibnu Hajar ( 2/426 ) dan Kasyful Latsam, As Safariniy ( 2/130 ) ]

Sisi pendalilan : Perbuatan sahabat dan tidak ada yang mengingkari adalah hujjah terlebih ada yang mendukungnya seperti perbuatan Ibnu Umar dalam hadits pertama, dan ini menunjukkan sunnah.

Kesimpulan : Setelah menyimak dalil masing – masing berikut diskusinya maka pendapat yang menyatakan adanya sunnah rotibah qobliyah jum’at menurut kami tidaklah jauh dari sisi kebenaran, wallohu a’lam.

Sebagai penutup kami bawakan nukilan dari apa yang dijalankan oleh al imam Ahmad dan nasehat syaikh Taqiyyuddien Ibnu Taimiyyah rohimahumalloh sebagai tambahan faidah dalam kajian ini ;

Berkata As Safariniy rohimahulloh : “ Berkata Abdulloh putera al imam Ahmad rodhiyallohu ‘anhuma : Aku melihat ayahku mengerjakan sholat beberapa rokaat dimasjid ketika muadzin jum’at telah mengumandangkan adzan pertamanya yang sebelum khutbah sehingga jika adzan kedua atau khutbah telah hendak dimulai maka beliau duduk bersila dan menundukkan kepalanya. Berkata Asy Syaikh ( Ibnu Taimiyyah ) : sholat qobliyah jum’at adalah boleh lagi bagus meskipun bukan rotibah, barang siapa yang mengerjakannya maka tidak perlu diingkari dan barang siapa yang meninggalkannya maka juga tidak diingkari. Beliau berkata : ini adalah pendapat yang paling adil dan ucapan – ucapan al imam Ahmad manunjukkan akan hal ini ”._[ Kasyful Latsam ( 2 / 130 ) cet. Nuruddien Tholib, Kuwait ]

والله أعلم وصلى الله على محمد وآله وسلم والحمد لله

Jumat, 09 Desember 2011

HUKUM PENGAJIAN RUTIN SELEPAS JUM'ATAN

قال الله سبحانه وتعالى : { فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون } الجمعة : 10

Terjemahan ayat : { lalu jika sholat jum’at telah selesai maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah sebagian dari kebaikan Alloh dan banyak – banyaklah mengingat Alloh semoga kalian beruntung } [ Al Jumu’ah : 10 ]

Didalam ayat diatas terkandung pelajaran “ akan bolehnya sibuk dengan urusan perdagangan dan urusan – urusan penopang hidup sebelum sholat dan selepas sholat jum’at ”._ [ kitab Tafsir Maudhu’iy ( 8 / 162 ) cet. Univ. Syariqoh, UEA ]

Pelajaran yang dipetik diatas ada keterkaitannya dengan ayat – ayat sebelumnya : “ tatkala Alloh melarang mereka dari bekerja setelah diperdengarkan adzan jum’at dan memerintahkan kepada mereka agar berkumpul menyimak khutbah maka Alloh mengizinkan kepada mereka selepas selesai sholat jum’at untuk bertebaran dimuka bumi ini dan untuk mencari sebagian dari kemurahan Alloh . . . dan banyak – banyaklah mengingat Alloh semoga kalian beruntung yaitu dalam keadaan kalian sedang berjual – beli dan dalam keadaan kalian mengambil hak dari orang lain atau memberi hak orang lain, perbanyak – banyaklah berdzikir dan jangan keduniaan ini melalaikan kalian dari apa yang bermanfaat bagi kalian dinegeri akherat nanti ”._ [ kitab Tafsir Al Qur’an Al Adzim ( 8 / 122 – 123 ) cet. Daruth Thoibah ]

Oleh karenanya wajar apabila kita mendapati beberapa ‘alim yang melarang penyelenggaraan pengajian atau taushiyah rutin bagi jamaah yang menghadiri jum’at selepas usai sholat jum’at.

Berkata Al Muwaffaq Ibnu Qudamah رحمه الله didalam kitabnya Al Mughni ( 2 / 365 ) : “ berkata Ahmad ( Ibnu Hambal ) : apabila mereka membacakan surat kepada orang – orang yang menghadiri jum’at selepas usai sholat jum’at maka pendapatku agar pembacaan tersebut disimak oleh hadirin yaitu jika surat tersebut berisikan berita kemenangan pasukan muslimin dalam menaklukkan negeri kafir, atau berisikan perkara yang terkait dengan urusan kaum mulimin makan hendaknya disimak, namun jika berupa pengajian maka hendaknya tidak perlu disimak ”._ [ lihat kitab Al Muntaqo Min Faroidil Fawaid, Ibnul Utsaimin ( 128 ) cet. Darul Waton ]

Bahkan penyelenggaraan pengajian rutin selepas sholat jum’at dinilai oleh Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله sebagai perkara baru yang diada – adakan.

Diajukan kepada beliau pertanyaan : “ apakah dibolehkan memberikan pengajian nasehat selepas usai sholat jum’at ? dan bagaimanakah keabsahan apa yang diriwayatkan dari Al Imam Ahmad bahwa beliau menegaskan : barang siapa yang berceramah selepas sholat jum’at maka jangan kalian dengar kecuali jika penceramahnya adalah penguasa ? ”.

Beliau menjawab : “ atsar dari al Imam Ahmad tersebut maka aku tidak mengetahui shohih maupun dhoifnya namun merutinkan hal itu maka itu adalah termasuk muhdatsat perkara baru dalam dien ini, sedangkan jika ada pengumuman atau pemberitaan terkait urusan kaum muslimin yang diperlukan tanpa dirutinkan setiap selepas jum’at atau sekedar bertepatan tanpa ada direncanakan disetiap jum’atnya maka ditolerir, sebab Nabi صلى الله عليه وسلم dahulu terkadang terjadi suatu kejadian maka beliau berdiri untuk menjelaskan kepada hadirin adapun berupaya merutinkannya maka sesungguhnya Alloh telah berfirman : . . Asy Syaikh membacakan ayat 9 – 10 dari surat Al Jumu’ah . . dan berkata letak dalil kita adalah firmanNya فانتشروا في الأرض { maka bertebaranlah kalian dimuka bumi ini }. Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم dahulu beliau menyampaikan permasalahan – permasalah yang dibutuhkan oleh manusia didalam setiap khutbah jum’atnya dan hendaknya demikian dilakukan oleh seluruh khotib berdasar kepada firman Alloh :

{ لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا }

Dan perintah { bertebaranlah kalian dimuka bumi } yang dimaksud didalam ayat jumu’ah diatas adalah perintah yang menunjukkan bolehnya hal tersebut ”._ [ kitab Al Kanzu Tsamin, Yahya Al Hajuriy ( 3 / 17 – 18 ) cet. Darul Kitab was Sunnah, Mesir ]

وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم والله أعلم والحمد لله

HAKEKAT QOLBUN SALIM

Alloh عزوجل berfirman tentang doa permohonan kekasihNya Ibrohim عليه السلام :

{ ولا تخزني يوم يبعثون * يوم لا ينفع مال ولا بنون * إلا من أتى الله بقلب سليم } الشعراء

{ dan janganlah Engkau membuatku bersedih dihari seluruh manusia dibangkitkan * hari yang tiada bermanfaat harta, tidak pula anak keturunan * kecuali siapa yang mendatangi Alloh dengan qolbun yang salim } [ Asy Syu’aro : 87 – 89 ]

Makna { tiada bermanfaat harta } adalah : “ tidak akan hartanya membentengi dia dari adzab Alloh walaupun dia menebus dirinya dari adzab tersebut dengan harta sepenuh bumi ”.

Dan makna { tidak pula anak keturunan } adalah : “ dan walaupun dia menebus dirinya dengan semua penduduk bumi ”._ [ kitab Tafsir Al Qur’an Al Adzim, Ibnu Katsir ( 6 / 149 ) ]

Dan makna { qolbun salim } adalah : “ ungkapan para ulama dalam menafsirkan qolbun salim berbeda – beda namun ungkapan yang menghimpun semua pendapat tersebut adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Alloh serta selamat dari setiap syubhat yang menentang segala berita dariNya . . .sehingga qolbun salim adalah hati yang selamat dari mensekutukan Alloh dengan sesuatu apapun dengan cara apapun namun bahkan ia adalah hati yang pengabdiannya murni hanya untuk Alloh ”._ [ kitab Ighotsatul Lahafan, Ibnul Qoyyim ( 11 ) ]

Artinya : “ bahwa fitna – fitnah yang menyerang hati maka ia merupakan sebab sakitnya hati, fitnah – fitnah syahwat dan fitnah – fitnah syubhat, fitnah – fitnah kesesatan dan fitnah – fitnah maksiat serta beragam bid’ah juga fitnah – fitnah kejahilan dan kedzoliman. Fitnah yang pertama akan mengakibatkan rusaknya niat dan kehendak sedangkan fitnah yang kedua akan mengakibatkan rusaknya ilmu dan keyakinan ”._ [ idem ( 15 ) ]

Oleh karenanya berkata Abu Utsman An Naisaburiy : “ qolbun salim adalah hati yang kosong dari bid’ah dan yang tumakninah diatas As Sunnah ”._ [ tafsir Ibnu Katsir ( 6 / 149 ) ]

Kita memohon kepada Alloh agar digolongkan kedalam golongan orang – orang yang menghadap kepada Alloh dengan membawa qolbun yang salim, amin.

وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم والله أعلم والحمد لله

Rabu, 07 Desember 2011

PENGIRIMAN DONASI MUJAHIDIN DI DAMMAJ

Bertolak dari firman Alloh عز وجل :

لا خير في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف او إصلاح بين الناس ومن يفعل ذلك ابتغاء مرضات الله فسوف نؤتيه أجرا عظيما

" tiada kebaikan sama sekali didalam kebanyakan perbincangan mereka kecuali siapa yang memerintahkan orang lain untuk bersodaqoh, baik dengan harta maupun selainnya atau memerintahkan orang lain untuk berbuat kebajikan atau mendamaikan diantara manusia, dan barang siapa yang melakukan semua itu untuk mengejar ridho ilahi maka niscaya Kami akan memberikan kepadanya pahala yang besar ".

juga sebagaimana anjuran dan arahan para ulama kita untuk membantu saudara - saudara kita ahlus sunnah di Darul Hadits Dammaj Yaman dalam jihad mereka melawan kelaliman Rowafidh Hautsiyyin maka bagi siapa yang berkeinginan untuk mengirimkan donasi diharapkan [dengan perantara penerjemah bagi yang belum berbahasa arab] menghubungi langsung Asy Asyaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله di no beliau : +967 751 9191 atau menghubungi al akh Husain Al Hajuriy حفظه الله di no : +967 777 1122 84.

demikian yang diberitakan oleh al akh Kholid Ghirbani حفظه الله .


Jumat, 02 Desember 2011

JIHAD DI DAMMAJ : PENGARAHAN ASY SYAIKH SA'AD ASY SYATSRIY حفظه الله

Bihamdillah wa taufiqih, jihad dibumi ilmu & ulama Darul Hadits Salafiyyah, Dammaj, Yaman hingga detik ini mengalir dengan dukungan penuh dari para guru besar kita. Setelah beberapa lama yang lalu dukungan dari Asy Syaikh Abdul Muhsin Al 'Abbad, Asy Syaikh Sholih Al Fawzan, Asy Syaikh Robie' Al Madkholi, Asy Syaikh Sholih Luhaidan, Asy Syaikh Jamal Furaihan maka di 6 Muharram 1433 ini hadir Asy Syaikh Abul Habib Sa'ad bin Nashir Asy Syatsriy حفظهم الله dengan pengarahan berharga juga tentunya doa dan dukungan bagi para mujahidin حفظهم الله .
Bagi yang berkeinginan menyimak pengarahan beliau maka silakan ke

http://www.ajurry.com/vb/attachment.php?attachmentid=16249&d=1322581696

kepada para masyaikhuna kami sampaikan jazakumulloh khoiro atas dukungan dan pengarahannya. Sungguh kalian telah memberikan teladan kepada murid - murid kalian dan kepada kaum muslimin secara umum, semoga Alloh mengokohkan kaki kalian untuk senantiasa bersabar memberikan teladan kebaikan kepada umat.

اللهم انصر إخواننا السلفيين المجاهدين بدارك دار الحديث بدماج
اللهم ثبت أقدامهم وألف بين قلوبهم اللهم
اللهم احفظ أحياءهم وتقبل ميتهم وارزقهم الشهادة في سبيلك
اللهم عليك بالحوثيين وسائر الروافض اللهم دمر شوكتهم وخالف بين قلوبهم
اللهم عليك بهؤلاء فإنهم أعداءك وأعداء أولياءك
اللهم إنك سميع الدعاء

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari