Minggu, 27 Februari 2011

MANHAJ SALAFY : TEGAS TERHADAP PENGEKOR KESESATAN

Berkata al Imam Ibnu Abi Zamanin al Andalusiy rohimahulloh : “ Ahlus Sunnah masih senantiasa menyingkap aib – aib para pengekor bid’ah yang menyesatkan, mereka melarang dari bermajelis dengan mereka, mereka juga menakut – nakuti manusia dari fitnah mereka, mereka juga memberitakan kepada manusia penyelisihan mereka terhadap kebenaran, mereka tidak menilai bahwa hal – hal tersebut sebagai gunjingan atas mereka, tidak pula sebagai celaan atas mereka ”.[ Kitab Ushulus Sunnah Libni Abi Zamanin ( 224 ) ]
Berkata al Imam Abu Muhammad al Barbahariy rohimahulloh : “ Jika kamu melihat sekilas bid’ah dari seseorang maka berhati – hatilah darinya, sebab bid’ah yang tersembunyi dalam dirinya dari pandanganmu tentu lebih banyak dibandingkan yang nampak !”.[ Syarhus Sunnah (28) ]
Beliau juga berkata : “ Sufyan ats Tsauriy berkata : barang siapa mengarahkan pendengarannya kepada pemilik bid’ah niscaya dia telah keluar dari penjagaan Alloh dan diserahkan kepada bid’ah tersebut. Fudhail bin Iyadh berkata : barang siapa yang bermajelis dengan pemilik bid’ah maka dia tidak akan diberi hikmah. Beliau juga berkata : jangan kamu bermajelis dengan pemilik bid’ah sebab aku khawatir akan turun kepadamu laknat ! ”.[ Syarhus Sunnah (31) ]
Berkata Syaikhul Islam Abu Utsman ash Shobuniy rohimahulloh : “ Ahlul Hadits, mereka membenci ahli bid’ah yaitu orang – orang yang membuat perkara baru dalam dien dari perkara yang bukan termasuk dien, Ahlul Hadits tidak menyukai mereka, tidak berkawan dengan mereka, tidak menyimak ucapan mereka, tidak bermajelis dengan mereka dan tidak mendebat mereka dalam perkara – perkara dien ”.[ Aqidatus Salaf (82) ].
Perhatikanlah rohimakumulloh ! bagaimana para imam menegaskan manhaj Salaf dalam bersikap terhadap ahlil bida’ para pengekor nafsu. Bahkan manhaj diatas adalah perkara yang telah disepakati.
Berkata al Imam al Baghowiy rohimahulloh : “ Para sahabat, para tabi’in dan pengikut mereka serta para ulama sunnah mereka berjalan diatas hal ini, mereka bersepakat untuk memusuhi ahli bid’ah dan untuk memboikot mereka ”.[ Syarhus Sunnah (1/227) lihat Manhaj Ahlus Sunnah Fie Naqdir Rijal ]
Tiadalah para salaf yang sholih merasa berat hati dari mendengar celaan terhadap bid’ah dan ahli bid’ah, tidak pula sempit hati. Para Salaf yang sholih mereka cerdas akan akibat buruk dari bid’ah dan ahli bid’ah.
Berkata al Imam Mujahid rohimahulloh : “ Aku tidak mengerti, manakah ni’mat yang lebih besar bagiku dari dua ni’mat ini yaitu aku mendapat hidayah kepada Islam ataukah aku diselamatkan dari berbagai bid’ah ”.
Berkata al Imam Abul ‘Aliyah rohimahulloh : “ Aku tidak mengerti, manakah ni’mat terbesar bagiku dari dua ni’mat ini yaitu ni’mat selamat dari syirik atau ni’mat diselamatkan dari bid’ah khowarij ”. [ keduanya diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Zamanin (233) ]
Bagaimana tidak rohimakumulloh ! inilah bahaya bid’ah yang para salaf telah selamat darinya, simaklah !
Berkata al Imam Muhammad bin Wadhoh rohimahulloh dengan sanadnya sampai kepada al Imam Hasan al Bashriy rohimahulloh katanya : “ Jangan kamu bermajelis dengan ahli bid’ah sebab ia akan membuat hatimu berpenyakit !”.[ kitab Tahdzir Min Ahlil Bida’ (28) ]
Beliau juga meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada al Imam Abu Qilabah rohimahulloh, katanya : “ Jangan kalian bermajelis dengan para pengekor bid’ah dan jangan pula kalian berdebat dengan mereka ! sebab sesungguhnya aku meresa khawatir mereka akan menenggelamkan kalian dalam kesesatan mereka atau mereka merancukan kebenaran yang telah kalian ketahui ”.[ Tahdzir (29) ]
Berkata al Imam Abu Muhammad al Barbahariy rohimahulloh : “ Ketahuilah ! bahwa bid’ah – bid’ah seluruhnya adalah hina, seluruhnya menyeru kepada pedang namun yang paling hina serta paling kufur adalah rowafidh, mu’tazilah dan jahmiyyah sebab mereka menginginkan agar manusia berada diatas ajaran mengingkari sifat – sifat Alloh dan kezindikan ”.[ Syarhus Sunnah (28) ]
Berkata Syaikhul Islam Abu Utsman rohimahulloh : “ Ahlul Hadits berpandangan untuk menjaga pendengaran mereka dari kebatilan – kebatilan ahli bida’ yang jika kebatilan – kebatilan tersebut lewat dalam telinga – telinga niscaya ia akan menancap dalam hati kemudian mengalirlah kedalam hati tersebut berbagai was – was serta bisikan – bisikan yang merusak dien seseorang ”.[ Aqidatus Salaf (82)]
Padahal rohimakumulloh ! setiap bid’ah adalah memiliki dampak khusus yang buruk bagi Islam dan umat Islam, perkara yang panjang untuk dipaparkan disini, namun cukuplah bagi yang memiliki kewaspadaan terhadap Islam untuk lapang dada menerima manhaj Salaf dalam menyikapi bid’ah dan pengekornya, jangan ia sempit dada atau bahkan sibuk berfikir menyiapkan kaedah – kaedah baru yang ( sadar atau tidak ) melindungi & membela para pengekor bid’ah, wallohul musta’an.
Al Imam Ibnu Wadhoh rohimahulloh meriwayatkan sebuah atsar : “ Barang siapa yang memberikan tempat kepada ahlul bi’ah maka berarti ia telah membantunya dalam menghancurkan Islam ”.[ Tahdzir (29) ]

MANHAJ SALAFY DALAM TAUHIDULLOH

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh :
فصل في بيان توحيد الأنبياء والمرسلين ومخالفته لتوحيد الملاحدة والمعطلين
[ Ini adalah pasal yang menjelaskan akan tauhidnya para Nabi dan Rosul dan penjelasan bahwa tauhid mereka adalah menyelisihi tauhidnya para orang – orang yang menyimpang serta orang – orang yang menafikan dalam nama – nama dan sifat Alloh ]
Kemudian setelah memberikan sajak pengantar maka beliau berkata :
توحيدهم نوعان قولـي وفعـ *** لـي كلا نوعيه ذو برهان
[ tauhid mereka ada dua macam ; qouliy dan fi’liy
Kedua macamnya ini memiliki dalil nan bukti ] kemudian beliau rohimahulloh merincikan tauhid bentuk pertama dalam sajak – sajak berikutnya.
Penjelasan : Berkata al ‘Allamah Asy Syaikh Sholih al Fauzan hafidzohulloh : “ Tauhidnya para Nabi dan Rosul ada dua macam yaitu qouliy ( ucapan ) dan amaliy ( perbuatan ), tauhid qouliy ia adalah tauhid rububiyyah dan asma’ was sifat sedang tauhid amaliy maka ia adalah tauhid uluhiyyah ”.[ Ta’liq Mukhtashor ( 757 ) ]
Selanjutnya Syaikhul Islam rohimahulloh berkata :
فصل في النوع الثاني من نوعي توحيد الأنبياء والمرسلين
المخالف لتوحيد المعطلين والمشركين
[ Ini adalah fasal yang menjelaskan macam yang kedua dari dua macam tauhidnya para nabi dan rosul yang menyelisihi tauhidnya orang – orang yang menafikan nama dan sifat Alloh serta orang – orang musyrik ]
هذا وثاني نوعـي التوحيد تو *** حيد العبادة منك للرحمن
ألا تكون لغيره عبدا ولا *** تعبد بغير شريعة الإيمـــان
[ Inilah, dan keduanya dari dua macam tauhid adalah
Tauhid ibadah darimua untuk Dzat Maha Rohmah
Kamu tidaklah menjadi hamba untuk selainNya
Dan jangan kamu beribadah kecuali dengan syari’at iman ]
Penjelasan : Berkata al ‘Allamah Asy Syaikh Sholih al Fauzan hafidzohulloh : “ Telah berlalu bahwa nadzim menyebutkan ; tauhid ada dua macam yang secara globalnya adalah : 1 – Tauhid rububiyyah serta nama – nama dan sifat Alloh, disebut pula dengan tauhid ilmiy khobariy, beliau telah menyebutkan lawannya yaitu menafikan dan menyimpangkan nama – nama serta sifat – sifatNya. Sekarang beliau berpindah kepada penjelasan macam kedua yaitu 2 - tauhid amaliy, ia adalah tauhid dalam tholab wal qoshd ( meminta dan memaksudkan amal ), ia juga tauhid uluhiyyah, dan beliau menyebutkan lawannya yaitu syirik sebagaimana yang akan datang penjelasannya ”. Kemudian beliau hafidzohulloh mejelaskan sajak kedua dengan pernyataannya : “ Jangan kamu beibadah kecuali hanya kepada Alloh dan jangan kamu beribadah kecuali dengan syari’ahNya melalui lisan nabinya yaitu Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam, sehingga tauhid ibadah tidak akan sah melainkan dengan dua syarat ini yaitu 1 – keikhlasan kepada Alloh didalam niatan dan tujuan, dan yang ini adalah menafikan syirik. 2 – mengikut serta meneladani rosul sholallohu ‘alaihi wasallam didalam amalan, dan yang ini adalah menafikan berbagai kebid’ahan dan perkara baru …”.[ Ta’liq Mukhtashor ( 824 ) ].
Berkata al ‘Allamah Asy Syaikh Abdurrohman bin Nashir as Si’diy rohimahulloh : “ Kaedah Asasi yang pertama adalah Tauhid. Pengertian tauhid yang mencakup seluruh macamnya adalah seorang hamba meyakini dan mengimani kekhususan Alloh akan sifat – sifat yang sempurna dan mengkhususkanNya dengan segala bentuk ibadah. Tercakup dalam pengertian ini adalah Tauhid Rububiyyah yang artinya adalah meyakini keesaan Alloh dalam mencipta, memberi rizki dan dalam segala bentuk pengaturan. Tauhid Asma was Shifat yaitu menetapkan untuk Alloh segala apa yang Alloh tetapkan untuk diriNya dan apa yang ditetapkan oleh rasulNya bagiNya dari berupa segala nama yang nilainya dipuncak keindahan serta segala sifat yang sempurna lagi tinggi tanpa ada unsur menyerupakan atau menyamakan dan tanpa pula menyimpangkan atau manafikan. Tauhid Uluhiyyah dan Ibadah yaitu mengkhususkan Alloh satu - satuNya dengan segala jenis dan macam ibadah tanpa ada kesyirikan dalam satu bentukpun dari ibadah disertai dengan meyakini kesempurnaan hakNya untuk diibadahi ”.[ Mukhtashor Ushul Aqoid dari ]
Perhatikanlah rohimakumulloh ! akan kaedah asasi dari kaedah – kaedah manhaj salafy diatas, jangan kalian terkecohkan atau bahkan terpengaruh oleh kaedah baru yang disalafiyyahkan secara paksa bahwa pembagian tauhidulloh diatas adalah pembagian yang bid’ah dengan dalih bahwa para salaf yang sholih tidak menyabutkan pembagian macam demikian !
Untuk meruntuhkan kaedah baru yang dislafiyyahkan secara paksa diatas maka kalian perlu mengetahui manfaat dan fungsi dari pembagian tauhidulloh diatas, dengan demikian kalian biidznillah akan mengetahui kejahilan pencanang kaedah baru tersebut terhadap manhaj para salaf yang sholih, wallohul muwaffiq.
Berkata Asy Syaikh Al Fadhil Abdurrohman bin Nashir al Barrok ( murid senior al Imam Ibnu Baz rohimahulloh dan mantan dosen akidah di Univ. Imam Muhammad Su’ud di Riyadh ) hafidzohulloh : “ Manfaat dan fungsi dari pembagian tauhidulloh. Pembagian tauhid ini diambil dari kitabulloh dan sunnah didapati dengannya pemabagian perbedaan kelompok manusia, diantara mereka ada yang kufur terhadap macam – macam tauhid ini seluruhnya seperti orang – orang ateis dan filosofis, diantara mereka ada yang menetapkan sebagian macam tauhid namun kufur atas sebagian macam yang lain dari macam tauhid seperti keadaan orang – orang musyrik dan orang – orang mu’athilah pengkerdil tauhid . . . dengan penjelasan ini maka kita mengetahui bahwa seorang hamba tidak akan menjadi seorang muwahhid sehingga ia menetapkan tauhid seluruhnya ...”.[ Syarh Mukhtashor Ushul Aqoid dari ]
Perhatikanlah rohimakumulloh ! diketahuilah bahwa vonis bid’ah terhadap pembagian tauhidulloh tiada lain adalah untuk melindungi ahlul batil yang menyimpang dalam tauhidulloh sehingga mereka selamat dari hukum syari’ah atas mereka, wallohul musta’an.

WAJIB BERLEPAS DARI IKATAN HIZBIYYAH

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh :

هذا وللمتمسكين بسنة المختار *** عند فساد ذي الأزمـان
أجـر عظيم ليس يقدر قدره *** إلا الذي أعطاه للإنسـان
[ Inilah, dan bagi para pemegang sunnah nabi yang terpilih
Dikala rusaknya zaman demi zaman ( bagi mereka )
Pahala yang besar yang tidak dapat mengukurnya
Melainkan hanya Dzat yang memberi pahala kepada manusia ]
Diatas adalah sekelumit isyarat akan mulianya tegar diatas manhaj salafy terlebih dimasa – masa meraja lelanya manhaj – manhaj baru, manahij hizbiyyah dengan belenggu – belenggu ikatan produk mereka masing – masing untuk mengikat para korbannya.
Berkata Asy Syaikh Al Fadhil Al Muhaddits Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al Hajuriy hafidzohulloh : “ Dan sesungguhnya diantara sunnah jahiliyyah yang paling dimurkai lagi paling parahnya adalah hizbiyyah, para hizbiyyun, mereka telah menghidupkan sunnah jahiliyyah, sementara hizbiyyah adalah sunnah jahiliyyah, iblisiyyah dimana iblis merupakan hizbiy yang perdana ”.[ Adhror Hizbiyyah ( 4 ) ]
Berkata Asy Syaikh Al Fadhil Al Muhaddits Robi’ bin Hadi Al Madkholiy hafidzohulloh : “ Siapa saja yang menyelisihi manhaj Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam serta sunnahnya maka dia termasuk hizbiy yang sesat. Hizbiyyah tidaklah ia memiliki syarat – syarat untuk dihukumi hizbiyyah, Alloh menyebut umat – umat terdahulu sebagai hizb, demikian juga menyebut quraisy sebagai hizb tatkala mereka menyatu dan bergabung dengan mereka kelompok – kelompok lain, mereka ini tidaklah memiliki peraturan baku tidak pula memiliki perkara lain …”.[ Majmu’ Kutub ( 14 / 461 ) dengan perantara Tajliyah ( 5 )]
Kemudian perhatikanlah rohimakumulloh ! akan lebih parah lagi jika sebuah hizbiyyah memiliki peraturan yang mengikat [ tertulis dan terikrarkan atau tidak ], sebab hal itu akan menghalangi seseorang dari mendapatkan hidayah dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh memaparkan syarat – syarat mendapatkan kecukupan dengan dua wahyu Al Qur’an dan As Sunnah yang diantaranya adalah :
وكذاك مشروط بخلع قيودهم *** فقيودهم غل إلى الأذقـان
[ Dan disyaratkan pula ; menanggalkan ikatan - ikatan mereka
Sebab ikatan - ikatan mereka adalah belenggu hingga keleher ]
Penjelasan : Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fauzan hafidzohulloh : “ Syarat kedua adalah menanggalkan ikatan – ikatan yang mereka tetapkan sebab ikatan – ikatan itu menghalangi dari dapat memahami secara benar Al Qur’an dan As Sunnah, tidak lain ikatan – ikatan tersebut adalah buatan mereka sendiri ”.[ Ta’liq Mukhtashor ( 1021 ) ]
Kita nyatakan rohimakumulloh ! ikatan – ikatan tersebut tertulis dan diikrarkan atau tidak sebab apapun itu adalah hizbiyyah sebagaimana ditegaskan oleh Asy Syaikh Robi’ hafidzohulloh diatas. Wallohul Muwaffiq.

FIKIH SHOLAT 2 : MENGANGKAT TANGAN SAAT TAKBIR

2. Letak Pembahasan : posisi – posisi tangan diangkat saat takbir

Yang benar dan menjadi pendapat madzhab al Imam Ahmad adalah diangkat hanya ditiga ( 3 ) posisi yaitu ; pertama, saat takbirotul ikhrom, kedua, saat takbir hendak rukuk, ketiga, saat bangkit dari rukuk.
Berkata al Muwaffaq Ibnu Qudamah rohimahulloh dalam kitabnya Al Muqni’ : “ dan ia mengangkat kedua tangannya bermula dari bermulanya takbir ”. Berkata pensyarahnya : “ sebagai sunnah tanpa kami ketahui adanya perselisihan akan kesunnahannya dan bukan ia wajib menurut kesepakatan ”_( Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ karya Ibnu Muflih rohimahulloh 1 / 377 ).
Pada posisi kedua beliau berkata : “ ia mengangkat kedua tangannya dan rukuk disertai dengan takbir ”. Berkata pensyarahnya menjelaskan hukumnya : “ dan hal itu adalah mustahab ( sunnah ) dalam diri para salaf dari kalangan sahabat dan orang – orang sesudah mereka berdasar hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma . . . ”_ ( Al Mubdi’ 1 / 393 ).
Dan pada posisi ketiga beliau berkata : “ kemudian ia mengangkat kepalanya seraya mengucapkan tasmi’ dan ia mengangkat kedua tangannya ”_( Al Mubdi’ 1 / 395 ).
Adapun takbir saat bangkit dari rokaat kedua menuju ketiga sesudah tasyahhud pertama maka ;
Berkata Al Mardawiy rohimahulloh : “ peringatan ! ucapan beliau ( Ibnu Qudamah dalam Muqni’nya ) [ dan jika ia sholat maghrib atau sholat – sholat yang empat rokaat maka ia bangkit disertai takbir jika telah selesai dari tasyahhud pertama ] tekstualnya menunjukkan bahwa tidak mengangkat tangannya dikala ia bangkit seraya bertakbir, itulah yang shohih yang menjadi pendapat madzhab dan dipegangi oleh mayoritas ulama madzhab dan ditetapkan kepastiannya oleh kebanyakan mereka. Namun terdapati riwayat dari al Imam Ahmad bahwa tangan diangkat diposisi ini, riwayat ini dipilih oleh Al Majd, syaikh taqiyuddien, penulis al Faiq, dan Ibnu Abdoos dalam Tadzkirohnya. Berkata dalam kitab Al Furu’ : itulah riwayat yang lebih kuat. Saya nyatakan : itulah yang benar sebab telah shohih bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya jika beliau bangkit dari tasyahhud pertama, diriwayatkan oleh al Bukhoriy dan selainnya dan itu termasuk mufrodat ( riwayat dari pendapat al Imam Ahmad yang menyelisihi imam madzhab yang tiga ; Abu Hanifah, Malik dan Syafi’iy ) ”_ ( Al Inshof 2 / 64 ).
Berkata penyusun catatan ini ‘afallohu ‘anhu : riwayat kedua ( yaitu mengangkat tangan ) juga dipilih oleh As Si’diy rohimahulloh dalam Manhajus Salikinnya ( 59 – 60 ) juga murid beliau Muhammad Al Utsaimin rohimahulloh dalam Asy Syarhul Mumti’nya ( 3 / 214 ).
Dalil yang menunjukkan akan riwayat pertama yang merupakan pendapat yang benar didalam madzhab adalah sebagaimana disebutkan oleh Abu Ishaq Ibnu Muflih rohimahulloh dalam Al Mubdi’nya yaitu hadis Abdulloh Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhu sbb ;

)) أَنَّ النَّبِيَّ صلّى الله عليه وسلّم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افتَتَح الصَّلاةَ، وَإذَا كَبَّرَ للرُّكوعِ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكوعِ (( . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

(( bahwa Nabi Sholallohu ‘alaihi wasallam beliau senantiasa mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya jika beliau membuka sholatnya, dan jika bertakbir untuk rukuk dan jika mengangkat kepalanya dari rukuk )) muttafaqun ‘alaihi.
Hadis dengan lafadz diatas disepakati oleh Al Bukhoriy ( 736 ) dan Muslim ( 390 ) dari jalan Ibnu Syihab dari Salim bin Abdillah dari Ayahnya bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dst.
Sisi pendalilannya adalah perbuatan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menunjukkan sunnah sedang pembatasan ditiga posisi adalah perbuatan yang marfu’ hanya datang pada tiga posisi ini maka mafhumnya tidak disunnahkan diselain ketiganya.
Adapun dalil riwayat kedua yaitu tiga posisi diatas ditambah satu posisi disaat bangkit menuju rokaat ketiga maka adalah lafadz tambahan dalam hadis Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhu diatas sebagaimana diisyaratkan oleh Al Mardawiy dan As Si’diy dan ditegaskan oleh Muhammad Al Utsaimin rohimahumulloh sbb ;

)( كان إذا قام من الركعتين رفع يديه، ورفع ذلك ابن عمر إلى النبي صلّى الله عليه وسلّم )(

(( bahwa beliau jika berdiri dari rokaat kedua maka mengangkat kedua tangannya, Ibnu Umar merofa’kan perbuatannya ini kepada Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam )) riwayat Al Bukhoriy ( 739 ) dari jalan Ayyasy dari Abdul A’la dari Abaidillah bin Nafi’ dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar dst.
Sisi pendalilannya adalah bahwa perbuatan nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menunjukkan sunnah. Namun lafadz tambahan ini meskipun dalam riwayat Al Bukhoriy ia diperselisihkan akan keabsahannya secara marfu’. Berkata Ibnu Rojab rohimahulloh dipermulaan pemaparan sanad – sanad lafadz tambahan ini : “ hadis ini telah diriwayatkan dari jalan Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’ padahal para perowi meriwayatkannya dari Ubaidillah secara mauquf, diantara mereka adalah Abdul Wahab Ats Tsaqofiy dan Muhammad bin Bisyr namun Muhammad yaitu Ibnu Bisyr tidaklah meriwayatkan lafadz (( dan jika bangkit dari rokaat kedua )). Demikian pula hadis ini diriwayatkan oleh para murid Nafi’ darinya secara mauquf ”_ ( Fat-hul Bariy Syarh Shohihil Bukhoriy karya Ibnu Rojab al Hambaliy dibawah hadis ( 739 ) bab : mengangkat kedua tangan jika bangkit dari rokaat kedua ). Beliau rohimahulloh juga menukilkan pendapat Abu Dawud rohimahulloh akan riwayat tambahan ini : “ yang benar ini hanyalah perbuatan Ibnu Umar bukan sampai tingkatan marfu’ ” juga pendapat Ad Daruquthniy rohimahulloh : “ yang mauquf dari Nafi’ adalah lebih shohih ” juga ucapan Ibnu Abdil Bar rohimahulloh : “ ini merupakan salah satu dari empat hadis yang terjadi perbedaan antara Nafi’ dengan Salim, dimana Salim meriwayatkannya secara marfu’ ( yaitu yang menjadi dalil pendapat madzhab telah disebutkan diatas ) sedang Nafi’ meriwayatkannya secara mauquf ( yaitu lafadz tambahan yang sedang kita bahas disini ) namun dalam kesemuanya yang benar adalah Salim, para ulama tidaklah merojihkan riwayat Nafi’ padanya, ini adalah salah satu dari keempatnya ” hingga beliau tegaskan kembali : “ inilah yang dikenal dari pendapat al Imam Ahmad, Abu Dawud serta Ad Daruquthniy, jadi riwayat Nafi’ dari Ibnu Umar kebanyakan ulama berpegang bahwa secara maquf itulah yang lebih benar dibanding yang marfu’ sementara masing – masing dari mereka tidaklah menyebut dalam riwayat mereka (( mengangkat tangan jika bangkit dari rokaat kedua )) sedang Al Bukhoriy dan Al Baihaqiy menguatkan yang marfu’nya ”.
Berkata Ibnul Qoyyim rohimahulloh : “ bahwa lafadz tambahan ini tidaklah disepakati atasnya dalam hadis Ibnu Umar dimana kebanyakan perowinya tidak menyebutkan lafadz tambahan tersebut ”_ ( Zadul Ma’ad karya Ibnul Qoyyim 1 / 245 ).
Dari melihat penjelasan diatas maka berdasar kaedah tartib adillah bahwa dalil yang selamat dari adanya kritikan lebih dikedepankan dibanding yang tidak selamat dari kritikan maka hadis Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhu yang menyebut mengangkat tangan hanya ditiga posisi lebih utama dibanding yang datang dengan lafadz tambahan diposisi keempat.
Hadis - hadis lain yang menunjukkan mengangkat tangan jika bangkit dari dua rokaat sebagaimana hal ini diisyaratkan oleh As Si’diy rohimahulloh dalam Manhajus Salikinnya diantaranya sbb ;
Hadis Abu Humaid As Sa’idiy rodhiyallohu ‘anhu :

(( ثُمّ إِذَا قَامَ مِنَ الرّكْعَتَيْنِ كَبّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حتّى يْحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ كَمَا كَبّرَ عِنْدَ افْتِتَاحِ الصّلاَةِ )) الحديث رواه أبو داود

(( kemudian jika bangkit dari dua rokaat bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga keduanya sejajar dengan kedua pundaknya sebagaimana bertakbir dipembukaan sholatnya )) dst dengan lafadz ini riwayat Abu Dawud ( 726 )
Hadis Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu :

(( كَانَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم إِذَا كَبّرَ لِلصّلاَةِ جَعَلَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ، وَإِذَا ركَعَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ، وَإِذَا رفَعَ لِلسّجُودِ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الرّكْعَتَيْنِ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ )) رواه أبو داود

(( Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam jika bertakbir untuk sholat maka beliau menjadikan kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya dan jika rukuk maka beliau melakukan seperti itu dan jika bangkit dari rukuk maka beliau melakukan seperti itu dan jika bangkit dari dua rokaat maka beliau melakukan seperti itu )) riwayat Abu Dawud ( 734 )
Hadis Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu secara marfu’ :

(( وَإِذَا قَامَ مِنَ السّجْدَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ كَذَلِكَ وَكَبّرَ )) رواه أبو داود

(( dan jika berdiri dari dua sujud maka beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu dan bertakbir )) riwayat Abu Dawud ( 740 ) berkata penulis Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud : “ dan maksud dari (( dua sujud )) tanpa ada keraguan adalah dua rokaat sebagaimana hal itu datang dalam riwayat – riwayat yang lain. Demikian dinyatakan oleh ulama dari kalangan para pakar hadis dan fikih kecuali Al Khothobiy ”.
Tambahan faedah : Apakah disunnahkan juga untuk mengangkat tangan pada posisi - posisi yang telah dijelaskan diatas bagi wanita ?
Berkat Al Muwaffaq Ibnu Qudamah rohimahulloh : “ Dan apakah disunnahkan baginya untuk mengangkat kedua tangannya ? terdapat dua riwayat dalam hal ini ”.
Berkata Abu Ishaq Ibnu Muflih rohimahulloh dalam syarahnya : “ Riwayat pertama, disunnahkan. Riwayat ini diprioritaskan oleh Ibnu Tamim dan Al Majdi, ini juga merupakan keumuman pendapat para ulama madzhab sebab Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anha mengangkat kedua tangannya sebagaimana hal itu diriwayatkan juga oleh Sa’id dari Ummu Darda’ dan oleh Al Khollal dari Hafshoh bintu Sirin, ini juga berdasar pada qiyas terhadap lelaki. Riwayat kedua, tidaklah disunnahkan. Riwayat ini ditegaskan didalam kitab Al Wajiz, dinyatakan dalam kitab Asy Syarh ( yaitu Asy Syarhul Kabir ‘alal Muqni’ ) sebab hal itu semakna dengan merenggangkan kedua tangan, atas dasar riwayat kedua ini maka apabila dikerjakan makruhkah ia atau tidak ? terdapati dua riwayat atasnya. Riwayat ketiga, ia mengangkat namun lebih rendah disbanding lelaki. Riwayat ini dinyatakan oleh Abu Bakr dan dinyatakan sebagai riwayat yang paling adil oleh Al Majdi ”._( Al Mubdi’ 1 / 422 )
Berkata Al Mardawiy rohimahulloh dalam lanjutan pemaparan tiga riwayat diatas : “ dan diriwayatkan juga dari beliau, hal itu makruh. Juga disebutkan dalam kitab Al Mustau’ib bahwa apakah wanita mengangkat kedua tangannya ? Ahmad tawaquf tidak memberikan jawaban dalam hal ini ”._ ( Al Inshof 2 / 66 )
Berkata penyusun catatan ini ‘afallohu ‘anhu : Adapun Ibnu Utsaimin rohimahulloh maka beliau menguatkan riwayat pertama, beliau berkata : “ pendapat yang rojih, bahwa wanita melakukan seperti apa yang dilakukan oleh lelaki dalam segala perbuatan sholatnya, maka dia mengangkat kedua tangannya . . .”._( Asyarhul Mumti’ 3 / 219 )

FIKIH SHOLAT : CARA DUDUK TASYAHHUD DLL

1. Letak pembahasan : Cara duduk tasyahhud dalam sholat dua roka’at satu tasyahhud seperti sholat shubuh, sholat jumu’at dan sholat – sholat rowatib.

Ulama berbeda pendapat dalam letak pembahasan ini namun yang rojih adalah duduk secara iftirosy.
Berkata Ibnu Qudamah rohimahulloh : “ kemudian ia duduk tasyahhud yang kedua secara tawarruk ”_ ( kitab Al Muqni’ libni Qudamah dgn Al Mubdi’ 1 / 420 )
Berkata Ibrohim Ibnu Muflih rohimahulloh : “ Berdasarkan hadis Abu Humaid, dimana dia sesungguhnya menyebutkan cara duduk Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam pada tasyahhud yang pertama adalah secara iftirosy sedang kedua adalah secara tawarruk, ini merupakan penjelasan perbedaan antara keduanya serta riwayat tambahan yang wajib untuk dipegangi. Dengan demikian tidak disunnahkan duduk secara tawarruk kecuali pada sholat yang padanya secara asal terdapati dua tasyahhud yaitu pada tasyahhud yang akhir saja ”_ ( kitab Al Mubdi’ Syarah Al Muqni’ karya Abu Ishaq Ibrohim Ibnu Muflih 1 / 420 ).
Berkata Ali bin Sulaiman Al Mardawiy rohimahulloh : “ ucapan beliau ( Ibnu Qudamah dalam Al Muqni’ ) [ kemudian dia duduk secara iftirosy ] : Ini adalah pendapat madzhab dan dipegangi oleh para pengikut madzhab ”_ ( Al Inshof karya Al Mardawiy 2 / 55 ) dan berkata pada penjelasan yang lain : “ peringatan ! tekstual ucapan beliau ( Ibnu Qudamah dalam Al Muqni’ ) [ kemudian duduk pada tasyahhud kedua secara tawarruk ] : menunjukkan bahwa cara duduk ini pada sholat yang tiga roka’at ( seperti maghrib ) juga pada sholat yang empat rokaat ( seperti dzuhur, ashar dan Isya ), inilah pendapat yang benar dan ini pula pendapat madzhab dan dipegangi oleh pengikut madzhab serta dipastikan akan keshohihannya oleh kebanyakan ulama madzhab ”_ ( Al Inshof 2 / 65 ).
Berkata Abdurrohman bin Nashir As Si’diy rohimahulloh : “ kemudian duduk diatas telapak kaki kiri serta menegakkan telapak kaki kanannya, duduk ini adalah duduk iftirosy. Ia lakukan cara duduk tersebut diseluruh duduknya didalam sholat kecuali pada tasyahhud akhir maka duduk secara tawarruk . . .” dan beliau menegaskan maksud ucapan beliau tersebut dikitab beliau Nurul Bashoir ( 19 ) : “ yaitu ( duduk secara tawarruk tersebut ) pada sholat yang memiliki dua tasyahhud ”_ ( kitab Manhajus Salikin karya Abdurrohman As Si’diy rohimahulloh hal. 63 dgn hasyiyah no. 4 ).
Berkata Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rohimahulloh menjelaskan ucapan penulis Zadul Mustaqni’ : [ kemudian duduk pada tasyahhud akhir secara tawarruk ] : “ dari ucapan beliau [ pada tasyahhud akhir ] dipahami bahwa tidak ada duduk secara tawarruk kecuali pada tasyahhud akhir pada sholat yang memiliki dua tasyahhud, maksudnya tasyahhud akhir yang diikuti setelahnya dengan ucapan salam, hal ini sebagai pengecualian dari duduk tasyahhud akhir yang tidak diikuti ucapan salam sesudahnya seperti duduknya orang yang masbuk disaat imam tawarruk ditasyahhud akhir maka simasbuk ini tidaklah duduk secara tawarruk sebab duduk tasyahhudnya tidak diikuti salam sesudahnya ”_ ( Asy Syarhul Mumti’ karya Muhammad Al Utsaimin 3 / 217 ).
Berkata penyusun catatan ini ‘afallohu ‘anhu : selain hadits Abu Humaid rodhiyallohu ‘anha riwayat Al Bukhoriy ( 828 ) yang diisyaratkan oleh penulis Al Mubdi’ rohimahulloh diatas mungkin juga berdalilkan dengan hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha sbb ;

(( وكان يقول في كل ركعتين التحية وكان يفرش رجله اليسرى وينصب اليمنى )) الحديث أخرجه مسلم

(( dan beliau sholallohu ‘alaihi wasallam melakukan tasyahhud disetiap dua rokaat, beliau duduk secara iftirosy yaitu menghamparkan telapak kaki kirinya dan menegakkan telapak kaki kanannya )) dst riwayat Muslim ( 469 ).
Sisi pendalilannya adalah : bahwa apa yang diberitakan oleh Aisyah rodhiyallohu ‘anha ini adalah tata cara asal dalam setiap duduk didalam sholat ( lihat perkataan Abdurrohman As Si’diy rohimahulloh diatas ) sedang akhir hadis Abu Humaid rodhiyallohu ‘anhu yang berlafadzkan ;

(( وإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى ونصب اليمنى وإذا جلس في الركعة الأخيرة قدم رجله اليسرى ونصب الأخرى وقعد على مقعدته )) رواه البخاري

(( dan jika beliau sholallohu ‘alaihi wasallam duduk pada dua rokaat maka beliau duduk secara iftirosy namun jika duduk pada rokaat yang akhir maka beliau duduk secara tawarruk )) riwayat Al Bukhoriy ( 828 ) adalah mendukung apa yang ditunjukkan oleh hadis Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahkan ada lafadz tambahan yaitu tawarruk pada tasyahhud akhir diselain sholat – sholat dua rokaat satu tasyahhud, apa yang ditunjukkan oleh lafadz tambahan ini diisyaratkan oleh penulis Al Mubdi’ rohimahulloh diatas._selesai

والله أعلم وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم والحمد لله .

Faedah ( I ) : Tata cara duduk setelah sujud sahwi
Berkata Ali bin Sulaiman Al Mardawiy rohimahulloh : “ Apabila sujud sahwi sesudah salam pada sholat - sholat yang tiga atau empat rokaat maka duduk secara tawarruk tanpa diperselisihkan, inilah yang ditegaskan oleh Al Imam Ahmad. Namun jika pada sholat – sholat yang dua rokaat saja maka apakah ia duduk secara tawarruk ataukah iftirosy ? dalam hal ini terdapati dua wajh ( pendapat yang merupakan cabang dari pendapat – pendapat yang ada didalam madzhab dan terkadang ia disebut dengan istilah takhrij ) yang keduanya disebut begitu saja tanpa ada tarjih didalam kitab Al Furu’ ,Ibnu Tamim, Ar Ri’ayatain dan Al Hawiyain sbb ; wajh pertama, duduk secara iftirosy inilah wajh yang shohih. Berkata Al Majd dalam Syarhnya : ini merupakan tekstual dari ucapan al Imam Ahmad, ia juga berkata : inilah yang lebih shohih ..”_ ( Al Inshof 2 / 65 ).
Faedah ( II ) : duduk istirohah yaitu duduk setelah bangun dari sujud kedua pada rokaat pertama ketika hendak bangkit kepada rokaat kedua merupakan letak pembahasan yang didapati perselisihan padanya dikalangan ulama dalam tiga pendapat ; disunnahkan, tidak disunnahkan dan boleh bagi yang lemah atau kepayahan. Ketiga pendapat tersebut juga menjadi tiga riwayat didalam madzhab namun faedah yang akan dipaparkan disini adalah tata cara duduk istirohah tersebut menurut riwayat yang menyatakan disunnahkan atau boleh bagi yang lemah.
Berkata Al Mardawiy rohimahulloh : “ Peringatan ! ucapan beliau ( Ibnu Qudamah dalam Al Muqni’ rohimahulloh ) pada pembahasan duduk istirohah [ duduk pada kedua tumit dengan kedua pantatnya ] didalam tata cara duduk istirohah ini ada beberapa riwayat didalam madzhab sbb ; pertama, apa yang disebutkan oleh penulis ( Ibnu Qudamah ) disini . . . berkata dalam kitab Al Mudzhab : ini merupakan tekstual madzhab. Kedua, bahwa tata cara duduk istirohah adalah seperti tata cara duduk diantara dua sujud ( yaitu secara iftirosy ) ini adalah riwayat yang shohih dalam madzhab yang diprioritaskan didalam kitab Al Furu’. . . ketiga, duduk diatas kedua tumit tanpa menempelkan kedua pantat pada lantai, ini dipilih oleh Al Ajurriy . .”_ ( Al Inshof 2 / 53 ).
Riwayat pertama dari tiga riwayat tata cara duduk istirohah diatas juga dikuatkan oleh Abu Ishaq Ibrohim Ibnu Muflih rohimahulloh dalam Al Mubdi’nya, beliau berkata menjelaskan alasannya : “ Inilah riwayat yang ditegaskan oleh al Imam Ahmad didalam riwayat Al Marrudziy dan dinyatakan oleh Ibnul Jauziy bahwa ini merupakan tekstual madzhab sebab jika duduknya secara iftirosy maka dikhawatirkan akan terjatuh kedalam kelalaian juga untuk membedakan dari duduk diantara dua sujud ”_ ( Al Mubdi’ 1 / 407 ).
Berkata penyusun catatan ini ‘afallohu ‘anhu : tekstual dari ucapan Abdurrohman As Si’diy rohimahulloh dalam Manhajus Salikin dan Nurul Bashoirnya adalah riwayat kedua meskipun secara tekstual beliau tidak berpendapat adanya duduk istirohah ini. Kemudian, dalil yang tegas atau yang mengisyaratkan akan riwayat yang rojih dari tata cara duduk istirohah belum kami dapati maka dalam hal ini terdapat kelapangan dan keluasan yang intinya dihasilkan duduk istirohah menurut riwayat bahwa hal itu disunnahkan atau boleh bagi yang lemah_ wallohu a’lam.
Faedah ke ( III ) : Tata cara duduk wanita didalam sholatnya.
Berkata Abul Qosim Umar bin Husain Al Khiroqiy rohimahulloh dalam mukhtashornya : “ Dan wanita duduk secara bersila atau menjulurkan kedua kakinya disebelah kanannya ”._( Mukhtashor Al Khiroqiy Syarh Al Anshoriy 1 / 102 ) penetapan beliau ini diikuti oleh Ibnu Qudamah dalam Al Muqni’nya, Ibnu Najjar dalam Muntahanya ( 1 / 83 ), Asy Syuwaikiy dalam Taudhihnya ( 310 ) namun keduanya menyatakan bahwa secara menjulurkan kedua kakinya disisi kanannya adalah lebih utama.
Berkata Abu Ishaq rohimahulloh dalam syarah Muqni’nya : “ Ucapan beliau [ dan ia duduk secara bersila ] sebab Ibnu Umar memerintahkan para wanita untuk duduk bersila dalam sholat mereka. Ucapan beliau [ atau menjulurkan kedua kakinya disebelah kanannya ] demikian yang disebut pula dalam kitab al Khiroqiy, al Muharror dan al Madzhab sebab inilah mayoritas cara duduk yang dikerjakan oleh Aisyah rodhiyallohu ‘anha, sebab lainnya bahwa ini lebih menyerupai cara duduknya lelaki serta lebih kuat dalam menyatukan anggota badannya juga lebih mudah dikerjakan dibanding cara bersila. Tekstual dari ucapan beliau bahwa wanita memiliki kebebasan memilih cara duduk dari dua cara ini namun cara duduk dengan menjulurkan kedua kaki disebelah kanannya lebih utama, inilah yang dipilih dalam kitab Syarah Al Hidayah ”._( Al Mubdi’ 1 / 421 – 422 )
Berkata Al Mardawiy rohimahulloh : “ . . . riwayat yang tegas dari al Imam Ahmad bahwa cara duduk dengan menjulurkan kedua kakinya disebelah kanan adalah lebih utama. Inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Tamim dan Al Majdi dalam Syarahnya juga dalam kitab Majma’ul Bahroin, ia juga dihikayatkan sebagai satu riwayat dalam kitab Ri’ayatain dan Hawiyain dan dipilih oleh al Khollal dan disebutkan oleh Zarkasyiy tanpa menyebut cara yang lainnya ”._( Al Inshof 2 / 66 )
Berkata penyusun catatan ini ‘afallohu ‘anhu : Adapun riwayat dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma yang disebut diatas maka dinyatakan lemah oleh Al Albani rohimahulloh sebab didalam sanadnya terdapat Abdulloh bin Umar al Umariy seorang rowi yang lemah ( Ashl Shifat Sholat 3 / 1040 ) Bahkan dalam halaman yang sama beliau menyebutkan bahwa Al Bukhoriy dalam kitabnya Tarikh Shoghir meriwayatkan bahwa Ummu Darda’ rodhiyallohu ‘anha seorang wanita yang faqih ia duduk didalam sholatnya seperti cara duduknya lelaki. Atas dasar ini serta keumuman hadis Malik bin Huwairits rodhiyallohu ‘anhu (( Sholatlah kalian seperti kalian melihat sholatku )) serta keumuman – keumuman syariat yang tidak membedakan lelaki dengan wanita dalam ibadah maka Ibnu Utsaimin rohimahulloh merojihkan bahwa tata cara sholat wanita sama dengan lelaki termasuk cara duduknya dalam ( Asyarhul Mumti’ 3 / 219 ).

Selasa, 08 Februari 2011

MANHAJ SALAFY TIDAK BUTUH KAEDAH BARU

Berkata al Imam Abu Bakr Abdulloh bin al Imam Abu Dawud As Sijistaniy rohimahulloh :

تمسك بحبل الله واتبع الهـدى *** ولا تك بدعيا لعلك تفلـح
ودن بكتاب الله والسنن التي *** أتت عن رسول الله تنجو وتربح
[ berpeganglah dengan tali Alloh dan ikutilah petunjuk
Serta jangan kamu menjadi ahlil bid’ah, semoga kamu beruntung
Dan beragamalah dengan Kitabulloh serta sunnah – sunnah
Yang datang dari Rasululloh, niscaya kamu selamat dan beruntung ]
Penjelasan : Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fauzan hafidzohulloh menjelaskan sajak diatas : “ Jika kamu menginginkan keberuntungan maka wajib atasmu tiga perkara ini yaitu : (1) berpegang dengan Kitabulloh (2) mengikuti petunjuk (3) menjauhi berbagai bid’ah. Namun jika kamu meninggalkan salah satu saja dari tiga kewajiban diatas maka sesungguhnya kamu akan rugi dan tidak akan beruntung selama – lamanya …” [ Syarhul Mandzumah Al Haiyyah ( 56 ) ].
Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh :

إن رمت تبصر ما ذكرت فغض طر *** فا عن سـوى الآثار والقرآن
[ Jika kamu menginginkan untuk melihat kepada apa yang kusebut
Maka tundukkan pandanganmu dari selain al Atsar dan al Qur’an ]
Penjelasan : Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fauzan hafidzohulloh : “ artinya jika kamu menginginkan untuk sampai kepada hidayah maka jangan kamu menelaah kecuali kepada Al Qur’an dan As Sunnah …” [ Ta’liq Mukhtashor ‘Alal Kafiyah ( 1008 ) ].
Berkata Al Imam Ahmad bin Hambal rohimahulloh : “ Pokok – pokok dasar As Sunnah menurut kami adalah berpegang dengan perkara yang diatasnya para sahabat Rosul sholallohu ‘alaihi wasallam, meneladani mereka, meninggalkan berbagai bid’ah sebab setiap bid’ah adalah kesesatan dan meninggalkan perdebatan dalam dien ini juga meninggalkan bermajelis dengan para pengekor hawa nafsu ”.[ Ushulus Sunnah riwayat Abdoos bin Malik Al ‘Athor ]
Berkata Al Imam Abu Muhammad Al Barbahariy rohimahulloh : “ Dan wajib atas kamu berpegang dengan Al Atsar dan meneladani Ahlul Atsar, hanya kepada mereka sajalah hendaknya kamu bertanya dan hanya bersama mereka sajalah hendaknya kamu bermajelis serta hanya dari mereka sajalah hendaknya kamu mengambil ilmu ”. [ Syarhus Sunnah ( 18 ) ].
Beliau rohimahulloh juga menegaskan : “ Dan siapa saja yang mencukupkan diri diatas Sunnahnya Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam serta perkara yang diatasnya para sahabat beliau dan Al Jama’ah niscaya dia akan selamat dari ahlil bida’ seluruhnya dan badannyapun akan tenang serta diennya akan selamat insyaAlloh …”.[ Syarhus Sunnah ( 16 ) ].
Faedah : Al Atsar maksudnya adalah wahyu atau dalil – dalil sam’iy yaitu Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana dijelaskan oleh Asy Syaikh Ibnul Utsaimin rohimahulloh dalam Syarh As Safariniyyah.
Perhatikanlah rohimakumulloh ! Kaedah Asasi dalam manhaj salafy diatas dan waspadalah dari berbagai kaedah baru yang hakekatnya ia adalah bid’ah yang sama sekali tidak dibutuhkan dalam dien kalian !.
Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fauzan hafidzohulloh : “ Sebagaimana halnya Alloh membenci bid’ah – bid’ah berikut pelaku dan ahlinya serta Dia memberikan sanksi atasnya, maka tidak ada celah untuk berbagai tambahan dan penambahan juga berbagai perkara yang dianggap bagus serta mengekor keadaan orang sehingga kita mengetahui dalil mereka, jika mereka diatas kebenaran maka kita mengikuti mereka, Alloh berfirman :

•      
Terjemahannya : { dan aku mengikuti jalannya Ibrohim, Ishaq dan Ya’qub } [ Yusuf : 38 ]
Ittiba’ ini adalah mengikuti kebenaran, adapun jika mereka tidak diatas kebenaran maka kita tidak mengikuti mereka walaupun mereka adalah orang yang afdhol ”. [ Syarhul Mandzumah Al Haiyyah ( 53 ) ].
Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh memaparkan syarat – syarat dicapainya kecukupan dengan wahyu Al Qur’an dan As Sunnah, diantaranya adalah :

وكـذاك مشروط بهدم قواعد *** مـا أنزلت ببيانها الوحيان
[ Demikian pula disyaratkan untuk menghancurkan kaedah – kaedah
Yang tidak diturunkan penjelasannya dalam kedua wahyu tersebut ]
Penjelasan : Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fauzan hafidzohulloh : “ Syarat ketiga ; Meruntuhkan kaedah – kaedah ilmu mantiq dan ilmu kalam dimana kamu tidak menoleh sedikitpun kepada kaedah – kaedah tersebut jika kamu menginginkan mendapatkan faedah dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka tanggalkanlah kaedah – kaedah mantiq, jangan kamu nilai kaedah – kaedah tersebut sebagai sesuatu yang berharga dan tolaklah ia sekuat – kuatnya ”. Beliau hafidzohulloh juga menjelaskan : “ Ini adalah kaedah – kaedah mantiqiyyah, ia tidaklah datang dari para Salaf yang sholih dari kalangan sahabat dan tabi’in sebab mereka berjalan diatas petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah, namun kaedah – kaedah aqliyah ini muncul tidak lain adalah pasca generasi – generasi yang mulia, ia hanyalah ucapan sifulan atau sifulan ”. [ Ta’liq Mukhtashor Alal Kafiyah ( 1021 – 1026 ) ].
Perhatikanlah sekali lagi rohimakumulloh ! kaedah – kaedah baru yang dipaksakan masuk dalam manhaj salafy dan diupayakan kebakuannya tidaklah jauh untuk dinilai sebagai kaedah – kaedah mantiq dan kalam sebab semuanya adalah kaedah aqliyyah yang tidak datang penjelasannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Semoga Alloh membimbing kita kepada kebenaran dan mengistiqomahkan kita diatasnya hingga ajal menjemput kita. Amin…
Sebagai miskul khitam dalam pengantar ini kita simak wasiat indah dari Al Imam Abu Muhammad Al Barbahariy rohimahulloh berkaitan dengan merebaknya kaedah – kaedah bid’ah dizaman kita yang dipaksakan untuk disalafiyyahkan bahkan dibakukan wallohul musta’an, berkata rohimahulloh : “ Perhatikanlah rohimakalloh ! setiap orang yang kamu dengar perkataannya terkhusus dari orang – orang yang semasa denganmu. Jangan kamu terburu – buru dan sekali – kali kamu masuk kedalamnya meski sedikit darinya sehingga kamu bertanya dan kamu perhatikan ; adakah seorang dari sahabat atau dari ulama yang mengatakan hal itu ? jika kamu dapati adanya jejak dari mereka tentangnya maka pegangilah dan jangan kamu melampauinya serta jangan kamu mencari pilihan lain darinya sehingga kamu akan tergelincir kedalam neraka !”. [ Syarhus Sunnah ( 17 ) ]

والله أعلم وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وسلم والحمد لله .

MEWASPADAI BIANG SEGALA KEJELEKAN

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh :
وســل العياذ من التكبر والهوى *** فهما لكـل الـشر جـامعتان
وهما يصدان الفـتى عن كـل طر *** ق الخير إذ فـي القلب يلجان
فتــراه يمنعه هـواه تـارة *** والكـبر أخـرى ثـم يشتركـان
والله مـا فـي الـنار إلا تـابع *** هـذين فـسل ساكنـي النيران
والله لـو جردت نفـسك منـهما *** لآتت إلـيك وفـود كـل تهان
[ Dan mintalah perlindungan dari kesombongan & mengekor hawa
Sebab keduanya adalah penyatu segala bentuk kejelekan
Keduanya akan menghalangi seorang pemuda dari segala
Jalan kebajikan tatkala keduanya dalam qolbu mendekam
Engkau lihat terkadang mengekor hawa menghalanginya
Diwaktu lain kesombongan dan keduanya menyatu bahkan
Demi Alloh tiada didalam neraka melainkan pengekor keduanya
Maka kepada para penghuni neraka hendaknya engkau tanyakan
Demi Alloh andaikan engkau bersihkan jiwamu dari keduanya
Niscaya akan mendatangimu segala duta kebaikan ]
Berkata Al ‘Allamah Sholih al Fauzan hafidzohulloh : “ keduanya ( kesombongan dan mengekor hawa nafsu ) termasuk kejelekan jiwa bahkan penyakit jiwa yang paling berbahaya adalah kesombongan dan mengekor hawa nafsu … dan yang mengharuskan seseorang masuk kedalam adzab neraka adalah dua perkara ini yaitu kesombongan dan mengekor hawa nafsu ”._[ lihat Ta’liq Mukhtashor ‘alal Kafiyah ( 1088 ) ].

PEMBELAAN TERHADAP ILMU & AHLINYA

Berkata Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim rohimahulloh :
لا تنصرَنَّ سوى الحــديث وأهلــه *** هـم عسكر القرآن والإيمــان
[ Jangan engkau bela kecuali hadis dan ahlinya
Mereka adalah pasukan Al Qur-an dan Iman ]
Berkata Al ‘Allamah Sholih al Fauzan hafidzohulloh : “ Jika engkau menginginkan untuk mengetahui yang benar dari berbagai pendapat dan ingin membantah kebatilan maka pegangilah hadis – hadis Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam sebab padanya terdapat kebenaran, padanya terdapat penjelasan dan padanya terdapat cahaya. Sehingga orang yang membantah berbagai kelompok dengan menggunakan selain Al Qur-an dan As Sunnah niscaya ia tidak akan mampu melakukannya meskipun ia menyangka bahwa dirinya sudah melakukan bantahan. Bantahan hanyalah dihasilkan dengan Al Kitab dan As Sunnah sebab Al Kitab tiadalah mendatanginya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya sedang apa yang datang dari Rasul sholallohu ‘alaihi wasallam maka beliau sesungguhnya adalah orang yang tidak berbicara dengan nafsu melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya. Akan tetapi urusannya adalah engkau mesti memahami Al Kitab dan As Sunnah sebab tidak setiap orang yang melakukan bantahan dengan Al Kitab dan As Sunnah berarti ia memahami Al Kitab dan As Sunnah. Ahlus Sunnah mereka adalah pasukan Al Qur-an dan As Sunnah yaitu mereka adalah pasukan yang tidak akan terkalahkan, jika mereka bersenjatakan dengan Al Qur-an dan As Sunnah niscaya mereka tidak akan terkalahkan selamanya. Alloh berfirman :
{ وإن جندنا لهم الغالبون } [ الصافات : 173 ]
Artinya : { dan sesungguhnya para tentara kami merekalah orang –orang yang menang } [ Ash Shofat : 173 ].
{ إن حزب الله هم المفلحون } [ المجادلة : 22 ]
Artinya : { sesungguhnya pasukan Alloh mereka itulah orang – orang yang beruntung } [ Al Mujadalah : 22 ]._selesai dari [ Ta’liq Mukhtashor ‘alal Qoshidah An Nuniyyah ( 236 – 237 )].

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari