Sabtu, 25 Juni 2011

GUGATAN IMAM SYAFI'I ATAS TAREKAT SHUFIYYAH

" YANG BERMANFA'AT TETAP EXIST "

Biidznillah . . .

Kajian " TAREKAT SHUFIYYAH DIMATA IMAM SYAFI'I "

Bersama Ust. Abu Unaisah

27 Rojab 1432 H / 29 Juni 2011 M

di Masjid Al Manar - Jl. Nurali - Pontianak - Kalbar

jam 10 : 00 - 13 : 30 WIB



Selasa, 21 Juni 2011

HUKUM MENGUCAP SALAM KEDUA DIAKHIR SHOLAT BAG. 1

Berkata Muwaffaquddien Abdulloh bin Qudamah al Maqdasiy rohimahulloh : “ Pasal ; Dan adapun yang wajib adalah mengucap salam yang pertama sedangkan salam yang kedua maka hukum mengucapnya adalah sunnah dengan dalil bahwa Aisyah, Sahl bin Sa’ad dan Salamah bin al Akwa’ mereka telah meriwayatkan bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam sholat lalu beliau mengucap salam hanya satu kali, juga dengan alasan bahwa ini adalah perkara ijma’ sebagaimana dihikayatkan oleh Ibnul Mundzir. Riwayat pendapat kedua dari al Imam Ahmad : bahwa mengucap salam yang kedua hukumnya adalah wajib dengan dalil bahwa Jabir telah berkata : bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda
إنما يكفي أحدَكم أن يضع يده على فخذه ثم يسلم على أخيه من على يمينه وشماله
Terjemahannya : { cukup bagi seorang dari kalian untuk meletakkan tangannya diatas pahanya kemudian ia mengucap salam kepada saudaranya yaitu siapa yang berada disebelah kanannya dan sebelah kirinya } riwayat Muslim, juga dengan alasan bahwa sholat merupakan sebuah ibadah yang memiliki dua tahallul sehingga tahallul yang keduapun hukumnya adalah wajib seperti dalam haji ”.[ kitab Al Kafi (95) cet. Dar Ibnu Hazm]
Berkata syaikh Zainuddin Al Munajja rohimahulloh : “ Dan yang shohih didalam madzhab bahwa seluruh apa yang telah disebutkan adalah wajib kecuali mengucap salam kedua . . . adapun mengucap salam yang kedua maka Al Qodhi rohimahulloh menyatakan : riwayat itulah yang lebih shohih, artinya bahwa riwayat yang menetapkan hukum wajibnya mengucapkan salam kedua itulah yang lebih shohih dengan dalil hadits Jabir bin Samuroh juga dengan alasan bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam mengerjakannya dan senantiasa terus mengerjakannya. Berkata penulis ( Ibnu Qudamah rohimahulloh ) dalam kitabnya Al Mughniy : yang shohih bahwa mengucap salam kedua adalah sunnah dengan dalil bahwa diriwayatkan dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam beliau mengucap satu kali salam demikian pula para Muhajirun, hal ini menunjukkan akan ketidak wajibannya. Adapun apa yang diriwayatkan bahwa beliau sholallohu ‘alaihi wasallam mengucap dua salam maka dibawa kepada hukum sunnah agar didapatkan pengkompromian antara kedua perbuatan beliau ”.[ kitab Al Mumti’ Fisyarhil Muqni’ (1 /480) cet. Maktabah Al Asadiy]
Berkata Syaikh Abu Ishaq Ibrohim Ibnu Muflih rohimahulloh : “ Dan riwayat – riwayat yang paling shohih dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam adalah mengucap dua salam . . . berkata Ahmad : Telah shohih disisi kami lebih dari satu jalur periwayatan bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam adalah mengucap salam kekanan dan kekiri hingga terlihat putihnya pipi beliau ”.[kitab Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ (1 / 417) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro III]
Berkata Syaikh Ibnu Najjar rohimahulloh : “ Yang ke-tiga belas dari rukun – rukun sholat adalah mengucap dua salam ”.[ kitab Ma’unatu Ulin Nuha Syarh Muntahal Irodat (2 / 203) cet. Maktabah al Asadi]
Berkata syaikh Muhammad As Safariniy rohimahulloh : “ Pendapat yang dipegang oleh madzhab adalah keharusan mengucap dua salam dalam sholat fardhu ”.[kitab Kasyful Litsam Syarh ‘Umdatil Ahkam (2 / 328) cet. Nuruddin Tholib, Kuwait]
Kesimpulan :
1. Mengucap salam diakhir sholat hukumnya adalah wajib termasuk rukun sholat menurut madzhab, ini adalah perkara yang disepakati dengan merujuk kepada kitab – kitab fikih madzhab pada sesi pemaparan rukun – rukun sholat.
Dalil – dalil dan alasan yang disebutkan dan diisyaratkan oleh para ulama madzhab rohimahumulloh bahwa mengucap salam hukumnya wajib diantaranya ;
1. Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha riwayat Muslim dalam Shohihnya (498) dengan lafadz :
{ وكان يختم الصلاة بالتسليم }
Terjemahannya : { dan beliau sholallohu ‘alaihi wasallam senantiasa menutup sholatnya dengan mengucap salam }.
2. Hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ahmad dalam Musnad (1/123) Abu Dawud dalam Sunannya (61) Tirmidzi dalam Jami’nya (3) dan Ibnu Majah dalam Sunannya (275) dengan lafadz :
{ مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم }
Terjemahannya : { kunci Sholat adalah bersuci, pengharamnya dari pekerjaan – pekerjaan diluar sholat adalah bertakbirotul ikhrom dan penghalalnya untuk perkara – perkara diluar sholat adalah mengucap salam }.
Berkata syaikh Muhammad bin Ahmad As Safariniy rohimahulloh : “ Hadits ini ditakhrij oleh para penulis kitab sunan dengan sanad yang hasan ”.[kitab Kasyful Litsam Syarh ‘Umdatil Ahkam (2 / 328) cet. Nuruddin Tholib, Kuwait]
3. Adapun alasan secara nadzor, maka berkata Ibnu Qudamah rohimahulloh : “ Karena mengucap salam merupakan salah satu dari dua ujung sholat maka didalamnya terdapati ucapan yang wajib seperti didalam ujung yang pertama ”.[kitab Al Kafiy (95)]
2. Mengucap salam kedua hukumnya adalah diperselisihkan dikalangan ulama madzhab yaitu antara rukun atau wajib atau sunnah atau sunnah dalam sholat nafilah saja, keempat pendapat ini merupakan empat riwayat dari al Imam Ahmad rohimahulloh. [lihat kitab Al Inshof karya syaikh Abul Hasan Ali bin Sulaiman Al Mardawiy rohimahulloh (2 / 84 – 85) MFK]
Dalil dan alasan yang diisyaratkan oleh masing – masing berikut munaqosyah atasnya adalah sbb :

a. Dalil dan alasan yang mentarjih riwayat sunnah
1. Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha riwayat Ahmad didalam Musnadnya (6 / 236) dengan lafadz
{ ثم يجلس فيتشهد ويدعو ثم يسلم تسليمة واحدة: السلام عليكم يرفع بها صوته حتى يوقظنا } الحديث
Terjemahannya : { . . . kemudian beliau duduk dan membaca tasyahud serta berdoa kemudian mengucap salam dengan sekali salam : assalamu’alaikum, beliau mengeraskan ucapan salamnya hingga membangunkan kami } dst.
Berkata syaikh Al Albaniy rohimahulloh : “ ini adalah sanad yang shohih ”.[kitab Irwa’ul Gholil (2 / 33 )]
Munaqosyah : 1. Lafadz yang shohih untuk hadits Aisyah ini adalah { يسلم تسليما يسمعناه } terjemahannya { mengucap salam yang beliau memperdengarkannya kepada kami } dengan alasan bahwa ini adalah riwayat Muslim dalam shohihnya (746), 2. Bahwa kebanyakan perowi hadits Aisyah meriwayatkannya dengan lafadz ini dan 3. Bahwa sanad tershohih dari antara sanad – sanad hadits ini adalah dengan lafadz ini, 4. Juga diniqosy dengan keputusan al Imam Ahmad yang mengarahkan hadits ini dengan bahwa beliau sholallohu ‘alaihi wasallam mengeraskan ucapan salam yang pertama dan memelankan ucapan salam yang kedua.[ lihat kitab Mustadrokut Ta’lil (187 – 190) karya syaikh DR. Ahmad Muhammad Al Kholil dan kitab Fat-hul Bariy Syarh Shohihil Bukhoriy karya syaikh Abdurrohman Ibnu Rojab Al Hambaliy, bab at Taslim, MSH ]
Munaqosyah kedua : Bahwa kejadian dalam hadits Aisyah tersebut andaikan shohih dengan satu kali salam maka itu hanyalah kejadian sekali sehingga tidak dapat diperluas hukum yang ditunjukkan olehnya dan tidak dapat menandingi hadits yang berupa ucapan.[lihat kitab Asyarhul Mumti’ karya syaikh Muhammad Ibnul ‘Utsaimin rohimahulloh (3 / 213) MFK]
Kesimpulan : Atas dasar munaqosyah diatas maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil dalam permasalahan ini. Wallohu a’lam

2. Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha riwayat At Tirmidzi dalam Jami’nya (296) dan Ibnu Majah (919) dengan lafadz
{ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يسلم فى الصلاة تسليمة واحدة تلقاء وجهه , يميل إلى الشق الأيمن شيئا }
Terjemahannya : { Bahwa rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam mengucap salam dalam sholatnya dengan sekali salam menghadap kedepan dengan sedikit menoleh kearah kanan }.
Berkata syaikh Al Albaniy rohimahulloh : “ berkata Al Hakim : shohih sesuai persyaratan dua syaikh, disetujui oleh Dzahabiy dan Ibnul Mulaqin dalam Khulashoh ”.[kitab Irwa’ul Gholil (2 / 33)]
Munaqosyah : 1. Hadits ini adalah mungkar dengan alasan bahwa ia dari jalur periwayatan penduduk Syam dari Zuhair bin Muhammd, jalur ini adalah mungkar. 2. Riwayat Amr bin Abi Salimah dari Zuhair bin Muhammad dinyatakan oleh al Imam Ahmad sebagai riwayat – riwayat yang batil atau palsu dan beliau memasukkan hadits ini dalam kelompok riwayat – riwayat tersebut. 3. Abu Hatim merojihkan bahwa hadits ini adalah mauquf. [ lihat kitab Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab al Hambaliy, bab at taslim, MSH ]
Kesimpulan : Atas dasar munaqosyah diatas maka hadits ini tidak dapat dijadikan pendukung maupun dalil dalam permasalahan ini. Wallohu a’lam
3. Hadits Sahl bin Sa’ad rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ibnu Majah dalam sunannya (918) dengan lafadz
{ أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم تسليمة واحدة لا يزيد عليها }
Terjemahannya : { Bahwa ia mendengar rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam mengucap salam dengan satu kali salam tidak lebih atasnya }.
Munaqosyah : Hadits ini adalah lemah sekali sebab fatalnya kelemahan salah satu perowinya yang bernama Abdul Muhaimin bin Abbas. [ lihat kitab Syarhu Sunan Ibni Majah karya Al Mughlathoiy (1 / 1555) MSH dan kitab Mustadrokut Ta’lil (194) cet. Dar Ibnul Jauziy ]
Kesimpulan : Atas dasar munaqosyah diatas maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil dalam permasalahan ini. Wallohu a’lam
4. Hadits Salamah bin Al Akwa’ rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ibnu Majah dalam sunannya (920) dengan lafadz
{ رأيت رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صلى فسلم مرة واحدة }
Terjemahannya : { Aku melihat rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam sholat maka beliau mengucap salam satu kali }.
Berkata syaikh Al Mughlathoiy rohimahulloh : “ hadits ini sanadnya adalah shohih ”.[Syarh Sunan Ibnu Majah (1 / 1557) Mauwsu’ah Syuruh Hadits]
Munaqosyah : Hadits ini adalah lemah sekali disebabkan fatalnya kelemahan salah satu perowinya yang bernama Yahya bin Rosyid al Muzaniy. [ lihat Mustadrokut Ta’lil (194) ]
Dibantah : Dengan pernyataan Al Bukhoriy dalam kitab Tarikh Kabirnya tentang Yahya bin Rosyid al Muzaniy bahwa dia adalah perowi yang tsiqqoh. [ lihat Syarhu Sunan Ibni Majah karya Al Mughlathoiy (1 / 1557) ]
Dijawab : Bahwa penukilan Al Mughlathoiy adalah tidak benar namun yang dihukumi tsiqqoh oleh Al Bukhoriy adalah perowi yang lain yaitu Abu Bakr mustamlinya Abi ‘Ashim. Hal ini ditegaskan oleh syaikh Abdurrohman Al Mu’allimiy dalam tahqiqnya atas Tarikh Kabir, didukung pula bahwa Al Mizziy dan Ibnu Hajar tidak menyebut pentsiqohan Al Bukhoriy terhadap Yahya bin Rosyid ini dalam kitab keduanya. [ lihat catatan kaki Mustadrokut Ta’lil (195) ]
Kesimpulan : Atas dasar munaqosyah diatas maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil dalam permasalahan ini. Wallohu a’lam
Selain beberapa hadits diatas masih terdapat beberapa hadits lain yang dijadikan dalil oleh sebagian ulama madzhab yang merojihkan riwayat ini namun secara ringkasnya pendalilan dengan hadits – hadits tersebut diniqosy dengan pernyataan para pakar hadits diantaranya :
a. Berkata al Imam Ahmad bin Hambal rohimahulloh : “ telah shohih disisi kami dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dari lebih dari satu jalur periwayatan bahwa beliau senantiasa mengucap salam kekanan dan kekiri hingga terlihat putihnya pipi beliau ”.[ lihat kitab Al Mubdi’ (1 / 417) MFK dan Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab, Kitabush Sholat, Bab at Taslim, MSH ]
b. Berkata al Hafidz Abdurrohman Ibnu Rojab al Hambaliy rohimahulloh : “ Dan telah diriwayatkan dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mengucap salam dalam sholatnya hanya satu kali, diriwayatkan dengan banyak sanad namun tidak ada satupun darinya yang shohih sebagaimana hal ini dinyatakan oleh Ibnul Madiniy, Al Atsrom, Al Uqoiliy serta yang lain ”.[kitab Fathul Bariy syarh Shohihil Bukhoriy, kitabus sholat, bab (152) taslim, Mauwsu’ah Syuruh Hadits I]
c. Berkata syaikh Muhammad As Safariniy al Hambaliy rohimahulloh : “ Adapun hadits mengucap salam hanya satu kali maka ia adalah hadits yang ma’lul ( yi.lemah ) sebagaimana dijelaskan oleh Al ‘Uqoiliy dan Ibnu Abdul Barr, Ibnu Abdul Barr memaparkannya panjang lebar akan hal tersebut ”.[kitab Kasyful Litsam (2 / 328)]
d. Berkata Al ‘Uqoiliy rohimahulloh : “ Hadits – hadits yang shohih dari Ibnu Mas’ud dan dari Sa’ad bin Abi Waqqosh serta dari selain keduanya adalah dalam mengucap dua salam, dan tidaklah shohih satu haditspun bahwa beliau mengucap salam hanya satu kali ”.[kitab Dhu’afa’ (1 / 195) lihat kitab Mustadrokut Ta’lil (187)].
5. Diantara dalil yang disebut - sebut adalah ijma’ yang dihikayatkan oleh Ibnul Mundzir.
Munaqosyah : Berkata syaikh Abdurrohman Ibnu Rojab Al Hambaliy rohimahulloh : “ Para ulama yang berpendapat wajibnya mengucap dua salam kebanyakan mereka berpandangan akan keabsahan sholat seseorang yang hanya mengucap satu salam, hal ini disebutkan oleh Ibnul Mundzir sebagai ijma’ dari kalangan ahlul ilmi. Namun sekelompok dari ahlul ilmi tersebut berpendapat bahwa seseorang tidaklah selesai dari sholatnya melainkan dengan mengucap kedua salam seluruhnya, pendapat ini diriwayatkan dari Al Hasan bin Haiy, salah satu riwayat dari dua pendapat al Imam Ahmad, sebagian ulama madzhab Malikiyyah dan sebagian ulama madzhab dzohiriyyah ”. [lihat kitab Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab ]
Kesimpulan : Bahwa dakwaan ijma’ atas kesunnahan mengucap salam kedua dalam sholat fardhu adalah perlu untuk dikaji ulang. Wallohu a’lam
Berkata syaikh Abul Hasan Ali bin Sulaiman Al Mardawiy rohimahulloh mengomentari penghikayatan ijma’ oleh Ibnul Mundzir dalam permasalahan ini : “ Saya katakan : ini adalah berlebih – lebihan dari beliau (Ibnul Mundzir), tidak terdapati ijma’ dalam hal ini. Berkata Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim : dan ini merupakan kebiasaan beliau (Ibnul Mundzir) yaitu jika beliau melihat pendapat kebanyakan ulama maka beliau akan menghikayatkannya sebagai ijma’ ”.[kitab Al Inshof (2 / 85) MFK]

Rabu, 08 Juni 2011

HUKUM MENGUCAP SALAM KEDUA DIAKHIR SHOLAT BAG. 2

B. Dalil dan alasan yang mentarjih riwayat rukun atau wajib :
1. Hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh rodhiyallohu ‘anhu riwayat Muslim dalam shohihnya (582) dengan lafadz
{ كنت أرى رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم عن يمينه وعن يساره حتى أرى بياض خده }
Terjemahannya : { Aku melihat Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam mengucap salam kekanan dan kekiri hingga aku melihat putihnya pipi beliau }.
Munaqosyah : Berkata syaikh Ibnu Rojab rohimahulloh : “ hadits ini adalah dari riwayat Abdulloh bin Ja’far al Makhromi, perowi ini hadistnya tidak ditakhrij oleh Al Bukhoriy dalam shohihnya ”.[ Fat-hul Bariy, MSH ]
Dijawab : bahwa Abdulloh bin Ja’far al Makhromiy adalah seorang perowi yang tsiqqoh dan cukup keberadaan Muslim menjadikannya hujjah dalam kitab shohihnya. Adapun keberadaan Al Bukhoriy tidak mentakhrij haditsnya dalam kitab shohihnya maka tidak semua hadits shohih telah ditakhrij oleh beliau dalam kitab shohihnya. Wallohu a’lam
Berkata al Imam Ahmad bin Hambal rohimahulloh : “ telah shohih disisi kami dari Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dari lebih dari satu jalur periwayatan bahwa beliau senantiasa mengucap salam kekanan dan kekiri hingga terlihat putihnya pipi beliau ”.[ lihat kitab Al Mubdi’ (1 / 417) MFK dan Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab, Kitabush Sholat, Bab at Taslim, MSH ]


2. Hadits Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu riwayat Muslim dalam shohihnya (581) dengan lafadz :
{ عن أبي معمر أن أميرا كان بمكة يسلم تسليمتين ، فقال عبد الله _ يعني ابن مسعود _ : أنـى عقلها ، إن رسول الله كان يفعله }
Terjemahannya : { dari Abu Ma’mar bahwa seorang penguasa di Makkah mengucap dua salam dalam sholatnya maka Abdulloh bin Mas’ud keheranan menyatakan : dari siapa dia belajar tata cara ini ? sesungguhnya Rasululloh senantiasa melakukannya }.
Munaqosyah : berkata syaikh Ibnu Rojab rohimahulloh : “ hadits ini telah diperselisihkan oleh para pakar hadits dari segi kemarfu’an dan kemauqufannya ”.
Dijawab : berkata syaikh Ibnu Rojab melanjutkan komentarnya terhadap hadits ini : “ Muslim mentakhrij hadits ini dengan kedua segi tersebut ” maknanya, bahwa baik riwayat yang marfu’ maupun yang mauquf kedua – duanya adalah shohih dan benar sehingga salah satu dari keduanya tidaklah menjadi ‘illah bagi yang lain, keadaan sedemikian ini sering didapati dalam riwayat – riwayat. Wallohu a’lam


3. Hadits Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ahmad dalam Musnadnya (3699) Abu Dawud dalam sunannya (996) At Tirmidzi dalam jami’nya (295) An Nasa’iy dalam sunannya (1325) dengan lafadz :
{ أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يسلم عن يمينه السلام عليكم ورحمة الله وعن يساره السلام عليكم ورحمة الله }
Terjemahannya : { Bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam beliau senantiasa mengucap salam kekanan Assalamu’alaikum warohmatulloh dan kekiri Assalamu’alaikum warohmatulloh }.
Munaqosyah : Berkata syaikh Ibnu Rojab rohimahulloh : “ hadits ini diriwayatkan dengan ragam perbedaan dalam sanad – sanadnya yang berporos pada salah satu perowinya yaitu Abu Ishaq juga diperselisihkan dari segi kemarfu’an dan kemauqufannya, adalah Syu’bah beliau mengingkari jika hadits ini marfu’ ”.[ Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab, MSH ]
Dijawab : Bahwa beberapa ulama pakar hadits telah menghukumi shohih riwayat yang marfu’ dari hadits ini diantaranya adalah At Tirmidzi rohimahulloh dalam Jami’nya (295) dan Al ‘Uqoiliy rohimahulloh.
Berkata Al ‘Uqoiliy rohimahulloh : “ Hadits – hadits yang shohih dari Ibnu Mas’ud dan dari Sa’ad bin Abi Waqqosh serta dari selain keduanya adalah dalam mengucap dua salam, dan tidaklah shohih satu haditspun bahwa beliau mengucap salam hanya satu kali ”.[kitab Dhu’afa’ (1 / 195) lihat kitab Mustadrokut Ta’lil (187)].


4. Hadits Jabir bin Samuroh rodhiyallohu ‘anhu riwyat Muslim dalam shohihnya (581) dengan lafadz
{ إنما يكفي أحدَكم أن يضع يده على فخذه ثم يسلم على أخيه من على يمينه وشماله }
Terjemahannya : { cukup bagi seorang dari kalian untuk meletakkan tangannya diatas pahanya kemudian ia mengucap salam kepada saudaranya yaitu siapa yang berada disebelah kanannya dan sebelah kirinya }.
Berkata syaikh Muhammad Ibnul Utsaimin rohimahulloh : “ mereka menyatakan : sesungguhnya apa yang kurang dari kadar mencukupi maka tidaklah mengesahkan ”.[ Asyarhul Mumti’ (3 / 211) MFK]
Munaqosyah umum terhadap dalil – dalil diatas : Bahwa hadits – hadits tersebut dari bentuk perbuatan yang tidak sampai kepada tingkatan menunjukkan wajib.
Dijawab : Berkata syaikh Ibnu Rojab rohimahulloh : “sekelompok dari ahlul ilmi tersebut berpendapat bahwa seseorang tidaklah selesai dari sholatnya melainkan dengan mengucap kedua salam seluruhnya, pendapat ini diriwayatkan dari Al Hasan bin Haiy, salah satu riwayat dari dua pendapat al Imam Ahmad, sebagian ulama madzhab Malikiyyah dan sebagian ulama madzhab dzohiriyyah. Mereka berdalilkan dengan hadits { وتحليلها التسليم } mereka menyatakan : mengucap salam dalam hadits ini diarahkan kepada apa yang diketahui dari perbuatan beliau sholallohu ‘alaihi wasallam yang senantiasa beliau kerjakan yaitu mengucap dua salam. Mereka juga berdalilkan dengan hadits (( صلوا كما رأيتموني أصلي )) terjemahannya : { sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat sholatku } dan sungguh beliau senantiasa mengucap dua salam dalam sholatnya ”.[ Fat-hul Bariy karya Ibnu Rojab, MSH ]
Berkata syaikh Muhammad Ibnul ‘Utsaimin rohimahulloh : “ Beliau sholallohu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakan mengucap dua salam baik dalam keadaan mukim atau safar lagi disaksikan oleh orang – orang kota, orang – orang badu, orang alim dan jahil, serta sabda beliau (( صلوا كما رأيتموني أصلي )) terjemahannya : { sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat sholatku }, kesemuanya ini menunjukkan bahwa mengucap keduanya adalah satu keharusan ”.[ Asyarhul Mumti’ (3 / 211) MFK]


5. Adapun alasan secara nadzoriy maka berkata Zainuddin Al Munajja rohimahulloh : “ Adapun keberadaan mengucap salam kedua adalah wajib dalam satu riwayat maka berdasar . . . dan karena sholat adalah ibadah yang disyari’atkan didalamnya dua tahallul maka keduanya ( salam pertama dan kedua ) adalah wajib sebagaimana ibadah haji, juga dikarenakan salam kedua merupakan salah satu dari dua salam maka mengucapnya adalah wajib sebagaimana yang pertama ”.[kitab Al Mumti’ Fie Syarhil Muqni’ (1 / 478) cet. Maktabah al Asadiy] pernyataan senada juga diucapkan oleh syaikh Muhammad bin Ahmad As Safariniy rohimahulloh dalam Kasyful Litsamnya (2 / 326).
Kesimpulan secara umum bahwa dengan melihat dalil serta alasan masing – masing berikut munaqosyah terhadapnya maka nampak akan kuatnya pendapat yang menyatakan rukun atau wajib, dan perlu diketahui bahwa pendapat ini merupakan mufrodat madzhab ( pendapat madzhab yang menyelisihi tiga madzhab ; Abu Hanifah, Malik dan Syafi’iy ) sebagaimana disebutkan oleh syaikh Ali Al Mardawiy rohimahulloh dalam Al Inshofnya, syaikh Manshur Al Buhutiy rohimahulloh dalam Al Minahusy Syafiyat Bisyarh Mufrodat (223) cet. Kunuz Isybiliya dan diisyaratkan oleh syaikh Yusuf Ibnu Abdil Hadi rohimahulloh dalam Mughniy Dzawil Afhamnya (108) cet. Maktabah Adhwa’us Salaf .


III. Faedah “ Hikmah dan Makna Salam ”
Berkata syaikh Muhammad bin Ahmad As Safariniy Al Hambaliy rohimahulloh : “ { dan beliau sholallohu ‘alaihi wasallam senantiasa menutup sholatnya dengan mengucap salam } maka mengucap salam beliau jadikan sebagai tahallul untuk sholatnya, seorang yang mengerjakan sholat keluar dengannya dari sholatnya sebagaimana seorang yang mengerjakan manasik haji keluar dari hajinya dengan tahallul. Jadilah tahallul sholat ini sebagai doa dari sang imam teruntuk siapa saja yang bermakmum dibelakangnya, doa keselamatan yang ia merupakan dasar segala kebaikan dan azasnya. Hingga disyariatkanlah tahallul ini atas siapa saja yang bermakmum semisal dengan tahallulnya sang imam, didalam hal itu terkandung doa kebaikan untuk dirinya serta untuk orang – orang yang sholat bersamanya, doa keselamatan. Kemudian hal itu disyariatkan atas setiap orang yang mengerjakan sholat meskipun ia sendirian, maka tidak ada tahallul sholat yang lebih indah dibanding tahallul ini sebagaimana tidak ada yang lebih indah dibanding takbir sebagai tahrim untuknya. Jadi, tahrimnya adalah bertakbir kepada Alloh yang terkumpul didalamnya penetapan segala kesempurnaan untukNya, terkumpul didalamnya pensucianNya dari segala cacat dan kekurangan, terkandung didalamnya ketunggalan dan kekhususanNya akan hal itu juga pengagungan terhadapNya dan pemuliaan atasNya. Sehingga, takbir terkandung didalamnya perincian gerakan sholat, dzikir – dzikir sholat serta tata-cara sholat, jadi sholat sedari awalnya hingga berakhirnya adalah merupakan perincian bagi kandungan lafadz Allohu Akbar, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih indah dibandingkan tahrim ini ! tahrim yang berisikan pengikhlasan dan tauhid. Lagi tidak ada sesuatu yang lebih indah dibanding ucapan salam sebagai tahallulnya, tahallul yang berisikan perbuatan kebajikan seseorang kepada saudara – saudaranya kaum mukminin ! kesimpulannya ; bahwa sholat dibuka dengan pengikhlasan dan ditutup dengan perbuatan kebajikan ”. [kitab Kasyful Litsam (2 / 326 – 327) cet. Nuruddin Tholib, Kuwait]

والله أعلم وصلى الله على محمد وعلى آله وسلم والحمد لله

HUKUM MENGKONSUMSI KATAK & BUAYA

Sesungguhnya diantara hukum syar’ie yang banyak dipertanyakan adalah hukum memakan daging katak atau kodok dan buaya, maka berikut ini adalah pemaparan penjelasan para ulama madzhab sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, wallohul muwaffiq.
Berkata al imam Abdulloh bin Qudamah al Maqdasiy rohimahulloh : “ Pasal ; macam yang ketiga, binatang laut adalah boleh dimakan seluruhnya berdasar firmanNya Yang Maha Tinggi { أحل لكم صيد البحر وطعامه } kecuali katak karena Nabi Sholallohu ‘alaihi wasallam telah melarang dari membunuh katak juga karena katak adalah binatang yang menjijikkan. Al Imam Ahmad rodhiyallohu ‘anhu menghukumi makruh memakan buaya karena buaya memiliki taring maka pendapat beliau ini mengandung kemungkinan bahwa hal itu adalah harom karena buaya adalah binatang buas namun juga mengandung kemungkinan bahwa itu adalah mubah berdasar kepada ayat tersebut ”.[ kitab Al Kafiy (308) cet. Ibnu Hazm ]
Berkata Syaikh Abu Ishaq Ibrohim ibnu Muflih rohimahulloh : “ [ dan segala apa selain yang telah disebut maka hukum memakannya adalah mubah ] . . . [ dan seluruh binatang laut ] . . . [ kecuali katak ] al imam Ahmad menetapkan hukum ini secara tegas dan itu menjadi pendapat yang diprioritaskan oleh kebanyakan ulama madzhab . . . [ dan buaya ] didalam kitab al Wajiz disebutkan seperti apa yang ada didalam kitab al Muqni’ ini namun yang benar bahwa hukum memakan buaya adalah harom, beliau menegaskan akan hal ini dan memberikan alasan bahwa buaya adalah memangsa manusia. Berkata al imam Ahmad : segala binatang laut adalah boleh dimakan kecuali katak, ular dan buaya. ( demikian ) namun ada sebuah riwayat dari pendapat beliau bahwa hukum memakan buaya adalah mubah karena ia adalah binatang laut ”.[ kitab Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ (9 / 176 – 177 ) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ]
Berkata Syaikh Abul Hasan Ali al Mardawiy rohimahulloh : “ Perkataan beliau ( Ibnu Qudamah rohimahulloh dalam kitab al Muqni’ ) dan seluruh binatang laut maksudnya hukum memakannya adalah mubah kecuali katak, ular dan buaya. Adapun katak maka hukum memakannya adalah harom tanpa ada diperselisihkan sepanjang pengetahuanku, hukum ini ditegaskan oleh al Imam Amad rohimahulloh . . . Adapun memakan buaya maka penulis didalam kitabnya ini menetapkan secara kuat bahwa hukumnya adalah harom, ini merupakan pendapat yang benar didalam madzhab . . . namun terdapat riwayat dari al Imam Ahmad bahwa hukumnya adalah mubah ”.[ kitab Al Inshof (10 / 274 – 275 ) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ]
Berkata Syaikh Ibnu Najjar Muhammad bin Ahmad al Futuhiy rohimahulloh : “ Dan dihalalkan memakan semua jenis binatang laut . . . kecuali katak, ditegaskan hukum ini oleh al Imam Ahmad dan beliau berdalilkan dengan larangan dari membunuhnya, juga karena katak termasuk binatang yang menjijikkan sehingga ia tercakup kedalam keumuman firman Alloh Subhanah { ويحرم عليهم الخبائث } dan kecuali ular karena ia termasuk binatang yang menjijikkan juga kecuali buaya, hukum ini ditegaskan oleh al imam Ahmad karena buaya memiliki taring yang ia gunakan untuk menyerang mangsanya ”.[ kitab Ma’unatu Ulin Nuha Syarh Muntahal Irodat (11 / 18 – 19) cet. Maktabah al Asadiy ]
Kesimpulan – kesimpulan ;
Dari pemaparan penjelasan para ulama madzhab berkenaan hukum mengkonsumsi kedua binatang yang dipertanyakan yaitu katak dan buaya maka dapat diambil beberapa kesimpulan penting diantaranya :
1. Bahwa katak menurut mayoritas ulama madzhab adalah termasuk binatang air. Namun kami mendapati bahwa Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin menegaskan bahwa katak adalah binatang darat dan air dan bukan binatang air [ kitab Asyarhul Mumti’ (15 / 34) ] dan kami belum mendapati pendahulu beliau rohimahulloh dalam pendapatnya ini dari kalangan ulama madzhab.
2. Bahwa hukum mengkonsumsi katak adalah haram. Hukum ini ditegaskan oleh al Imam Ahmad dan disepakati oleh para ulama madzhab rohimahumulloh dari generasi mutaqoddimin hingga muta’akhirin dan menjadi keputusan yang telah tetap didalam madzhab.
3. Hujjah akan keharoman mengkonsumsi katak diantaranya adalah ; a) hadits larangan membunuh katak. b) keumuman ayat pengharoman segala apa yang menjijikkan.
Adapun hadits larangan membunuh katak maka ada beberapa yang kami ketahui dan disebut – sebut oleh sebagian ulama madzhab dalam pemaparannya diatas seperti ;
1. Hadits Abdurrohman bin Utsman al Qurosyi rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ahmad didalam Musnad (3 / 499) dan al Hakim dalam Mustadrok (4 / 411) dihukumi sebagai hadits hasan oleh As Suyuthiy dalam al Jami’ ash Shoghir (12927) dan dihukumi shohih oleh Al Albaniy dalam Shohihul Jami’ (6971) berkata syaikh kami Abu Aziz Hasan al Marwa’iy dalam Ittihaful Kirom (1328) : “ Shohih ”.
2. Hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu riwayat Al Baihaqiy dalam Sunannya sebagaimana disebutkan oleh Ash Shon’aniy dalam Subulus Salam (4 / 79) dan As Suyuthiy dalam Jami’nya (12926) dan dihukumi shohih oleh Al Albaniy dalam Shohihul Jami’ (6970).
3. Hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma riwayat Al Baihaqiy sebagaimana disebut oleh Ash Shon’aniy (4 / 79) dan dihukumi oleh Al Baihaqiy sebagai sanad yang shohih.
Adapun katak masuk dalam kategori binatang yang menjijikkan maka patokan akan hal ini telah diperselisihkan dikalangan ulama madzhab rohimahumulloh, kami sebut disini sebagai tambahan faedah meskipun letak pembahasan “ patokan menjijikkan dalam makanan ” membutuhkan ruang tersendiri.
Berkata Syaikh Abul Qosim al Khiroqiy rohimahulloh : “ Dan segala apa yang disebut oleh kalangan Arab sebagai sesuatu yang thoyyib maka hukum memakannya adalah halal sedang segala apa yang disebut oleh kalangan Arab sebagai sesuatu yang menjijikkan maka hukum memakannya adalah harom ”.[ kitab Matan Al Khiroqiy (145) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ] Patokan ini disetujui dan diikuti oleh Syaikh Zainuddin at Tanukhiy rohimahulloh dalam kitab Al Mumti’ Syarhul Muqni’ (5 / 10) cet. Maktabah Al Asadiy, akan tetapi beliau memberikan catatan bahwa yang dianggap adalah kalangan Arab kota bukan kalangan Arab badu. Sebagaimana pula dibawakan oleh Syaikh Abu Ishaq ibnu Muflih rohimahulloh dalam kitab Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ (9 / 172 ), akan tetapi beliau memberikan perincian lebih lanjut tentang siapa kalangan Arab kota yang dimaksudkan berikut perselisihan ulama madzhab.
Berkata Syaikh Abu Ishaq Ibrohim ibnu Muflih rohimahulloh : “ Yang benarnya adalah kalangan Arab yang dari kalangan yang kaya harta, namun ada yang berpendapat adalah dimasa kehidupan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam, sekelompok ulama menyatakan adalah kalangan Arab yang memiliki penjagaan terhadap kehormatan diri mereka . . . Dan satu riwayat dari pendapat al Imam Ahmad serta para pengikutnya yang senior menyatakan bahwa penilaian kalangan Arab akan menjijikkannya sesuatu tidaklah berpengaruh didalam penetapan hukum, yaitu jika makanan tersebut tidak ditetapkan hukum memakannya harom oleh syari’ah maka berarti memakannya adalah halal, hal ini dinyatakan oleh Syaikh Taqiyyuddin ”._selesai.
Adalah Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin rohimahulloh termasuk ulama madzhab yang memilih riwayat kedua yaitu penilaian menjijikkan adalah bukan termasuk alasan didalam penetapan hukum harom memakan makanan.[ Asyarhul Mumti’ (15 / 22 – 24) ]
4. Bahwa dengan memperhatikan hadits – hadits larangan membunuh katak diketahui kandungan maknanya yang lebih umum dari sekedar membunuhnya untuk dimakan.
5. Bahwa hukum mengkonsumsi daging buaya adalah diperselisihkan dikalangan ulama madzhab rohimahumulloh dikarenakan ragam pendapat yang diriwayatkan dari al Imam Ahmad rohimahulloh. Sebagian mereka yaitu mayoritas ulama madzhab menetapkan hukum haram sedang yang lain menetapkan hukum mubah.
Adapun alasan yang menetapkan hukum haram diantaranya adalah ; buaya adalah binatang yang bertaring, yang menyerang mangsa dengan taringnya dan memangsa manusia.
Adapun yang menetapkan hukum boleh maka beralasan dengan bahwa buaya termasuk binatang laut.
Ringkasnya, bahwa masing – masing berpegang dengan keumuman dalil. Namun yang lebih nampak bagi kami adalah kuatnya pendapat yang menetapkan hukum boleh sebab keumuman dalil akan halalnya memakan seluruh binatang laut adalah terjaga dibandingkan keumuman dalil akan haromnya memakan binatang buas yang bertaring dimana keumumannya telah termasuki dalil – dalil pengkhususan seperti dalil halalnya memakan dhobu’ ( sejenis heyna ). Berkata Syaikh Ibrohim ibnu Dhowiyyan rohimahulloh tentang hadits dhobu’ : “ dan ini mengkhususkan keumuman larangan memakan binatang buas yang bertaring sebagai bentuk pengkompromian hadits – hadits ”.[ kitab Manarus Sabil (715) cet. Al Maktab Al Islamiy ] wallohua’lam.
6. Apabila memakan daging buaya adalah halal maka hukum ini bercabang kepada bolehnya memanfaatkan kulit buaya untuk diperjual belikan, untuk pakaian dsb. Wallohua’lam walhamdulillah.
7. والله أعلم وصلى الله على محمد وعلى آله وسلم والحمد لله

Selasa, 07 Juni 2011

MAJALIS 'ILMI

" YANG BERMANFA'AT TETAP EXIST "
JADWAL TERKINI KAJIAN SALAFIYYAH KALIMANTAN BARAT

BERSAMA UST. ABU UNAISAH JABIR TW


1. matan Al Ajurumiyyah, amtsilah tashrifiyyah & Durusul Lughoh lil kibar
hari : Senin - Kamis
waktu : ba'da sholat Isya'
tempat : asrama ma'had Manarussunnah, jl. Imam Bonjol

2. Qowa'idul Lughoh, Aqidatut Tauhid, Manhajus Salikin lil kibar
hari : senin - kamis
waktu : ba'da sholatil maghrib
tempat : idem

3. Fat-hul Majid syarh kitabut tauhid
hari : Jum'at
waktu : ba'dal Isya'
tempat : surau laut gg. kusuma wijaya jl. imam bonjol

4. Tafsir Juz 29 Ibnu Katsir
hari : sabtu
waktu : ba'dal Isya'
tempat : idem

5. Bulughul Marom al Hambaliyyah, Riyadhus Sholihin, Hadil Arwah ila Biladil Afroh
hari : Ahad
waktu : ba'dal 'Ashr
tempat : Nisa' diasrama Ma'had, Rijal disurau laut

6. Kifayatul Akhyar lil Hishniy ( fikih madzhab Syafi'iyyah )
hari : kamis pekan ke 3 / bln
tempat : surau al Ikhlash kec. Tayan
waktu : ba'dal Maghrib

7. Syarh Tsalatsatul Ushul lil Fauzan
hari : idem
tempat : idem
waktu : ba'dal Isya'

8. Al Qoulus Sadid Syarh Kitabut Tauhid lis Si'diy
tempat : Masjid Al Falah, Ketapang
waktu : insidental

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari