Rabu, 08 Juni 2011

HUKUM MENGKONSUMSI KATAK & BUAYA

Sesungguhnya diantara hukum syar’ie yang banyak dipertanyakan adalah hukum memakan daging katak atau kodok dan buaya, maka berikut ini adalah pemaparan penjelasan para ulama madzhab sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, wallohul muwaffiq.
Berkata al imam Abdulloh bin Qudamah al Maqdasiy rohimahulloh : “ Pasal ; macam yang ketiga, binatang laut adalah boleh dimakan seluruhnya berdasar firmanNya Yang Maha Tinggi { أحل لكم صيد البحر وطعامه } kecuali katak karena Nabi Sholallohu ‘alaihi wasallam telah melarang dari membunuh katak juga karena katak adalah binatang yang menjijikkan. Al Imam Ahmad rodhiyallohu ‘anhu menghukumi makruh memakan buaya karena buaya memiliki taring maka pendapat beliau ini mengandung kemungkinan bahwa hal itu adalah harom karena buaya adalah binatang buas namun juga mengandung kemungkinan bahwa itu adalah mubah berdasar kepada ayat tersebut ”.[ kitab Al Kafiy (308) cet. Ibnu Hazm ]
Berkata Syaikh Abu Ishaq Ibrohim ibnu Muflih rohimahulloh : “ [ dan segala apa selain yang telah disebut maka hukum memakannya adalah mubah ] . . . [ dan seluruh binatang laut ] . . . [ kecuali katak ] al imam Ahmad menetapkan hukum ini secara tegas dan itu menjadi pendapat yang diprioritaskan oleh kebanyakan ulama madzhab . . . [ dan buaya ] didalam kitab al Wajiz disebutkan seperti apa yang ada didalam kitab al Muqni’ ini namun yang benar bahwa hukum memakan buaya adalah harom, beliau menegaskan akan hal ini dan memberikan alasan bahwa buaya adalah memangsa manusia. Berkata al imam Ahmad : segala binatang laut adalah boleh dimakan kecuali katak, ular dan buaya. ( demikian ) namun ada sebuah riwayat dari pendapat beliau bahwa hukum memakan buaya adalah mubah karena ia adalah binatang laut ”.[ kitab Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ (9 / 176 – 177 ) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ]
Berkata Syaikh Abul Hasan Ali al Mardawiy rohimahulloh : “ Perkataan beliau ( Ibnu Qudamah rohimahulloh dalam kitab al Muqni’ ) dan seluruh binatang laut maksudnya hukum memakannya adalah mubah kecuali katak, ular dan buaya. Adapun katak maka hukum memakannya adalah harom tanpa ada diperselisihkan sepanjang pengetahuanku, hukum ini ditegaskan oleh al Imam Amad rohimahulloh . . . Adapun memakan buaya maka penulis didalam kitabnya ini menetapkan secara kuat bahwa hukumnya adalah harom, ini merupakan pendapat yang benar didalam madzhab . . . namun terdapat riwayat dari al Imam Ahmad bahwa hukumnya adalah mubah ”.[ kitab Al Inshof (10 / 274 – 275 ) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ]
Berkata Syaikh Ibnu Najjar Muhammad bin Ahmad al Futuhiy rohimahulloh : “ Dan dihalalkan memakan semua jenis binatang laut . . . kecuali katak, ditegaskan hukum ini oleh al Imam Ahmad dan beliau berdalilkan dengan larangan dari membunuhnya, juga karena katak termasuk binatang yang menjijikkan sehingga ia tercakup kedalam keumuman firman Alloh Subhanah { ويحرم عليهم الخبائث } dan kecuali ular karena ia termasuk binatang yang menjijikkan juga kecuali buaya, hukum ini ditegaskan oleh al imam Ahmad karena buaya memiliki taring yang ia gunakan untuk menyerang mangsanya ”.[ kitab Ma’unatu Ulin Nuha Syarh Muntahal Irodat (11 / 18 – 19) cet. Maktabah al Asadiy ]
Kesimpulan – kesimpulan ;
Dari pemaparan penjelasan para ulama madzhab berkenaan hukum mengkonsumsi kedua binatang yang dipertanyakan yaitu katak dan buaya maka dapat diambil beberapa kesimpulan penting diantaranya :
1. Bahwa katak menurut mayoritas ulama madzhab adalah termasuk binatang air. Namun kami mendapati bahwa Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin menegaskan bahwa katak adalah binatang darat dan air dan bukan binatang air [ kitab Asyarhul Mumti’ (15 / 34) ] dan kami belum mendapati pendahulu beliau rohimahulloh dalam pendapatnya ini dari kalangan ulama madzhab.
2. Bahwa hukum mengkonsumsi katak adalah haram. Hukum ini ditegaskan oleh al Imam Ahmad dan disepakati oleh para ulama madzhab rohimahumulloh dari generasi mutaqoddimin hingga muta’akhirin dan menjadi keputusan yang telah tetap didalam madzhab.
3. Hujjah akan keharoman mengkonsumsi katak diantaranya adalah ; a) hadits larangan membunuh katak. b) keumuman ayat pengharoman segala apa yang menjijikkan.
Adapun hadits larangan membunuh katak maka ada beberapa yang kami ketahui dan disebut – sebut oleh sebagian ulama madzhab dalam pemaparannya diatas seperti ;
1. Hadits Abdurrohman bin Utsman al Qurosyi rodhiyallohu ‘anhu riwayat Ahmad didalam Musnad (3 / 499) dan al Hakim dalam Mustadrok (4 / 411) dihukumi sebagai hadits hasan oleh As Suyuthiy dalam al Jami’ ash Shoghir (12927) dan dihukumi shohih oleh Al Albaniy dalam Shohihul Jami’ (6971) berkata syaikh kami Abu Aziz Hasan al Marwa’iy dalam Ittihaful Kirom (1328) : “ Shohih ”.
2. Hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu riwayat Al Baihaqiy dalam Sunannya sebagaimana disebutkan oleh Ash Shon’aniy dalam Subulus Salam (4 / 79) dan As Suyuthiy dalam Jami’nya (12926) dan dihukumi shohih oleh Al Albaniy dalam Shohihul Jami’ (6970).
3. Hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma riwayat Al Baihaqiy sebagaimana disebut oleh Ash Shon’aniy (4 / 79) dan dihukumi oleh Al Baihaqiy sebagai sanad yang shohih.
Adapun katak masuk dalam kategori binatang yang menjijikkan maka patokan akan hal ini telah diperselisihkan dikalangan ulama madzhab rohimahumulloh, kami sebut disini sebagai tambahan faedah meskipun letak pembahasan “ patokan menjijikkan dalam makanan ” membutuhkan ruang tersendiri.
Berkata Syaikh Abul Qosim al Khiroqiy rohimahulloh : “ Dan segala apa yang disebut oleh kalangan Arab sebagai sesuatu yang thoyyib maka hukum memakannya adalah halal sedang segala apa yang disebut oleh kalangan Arab sebagai sesuatu yang menjijikkan maka hukum memakannya adalah harom ”.[ kitab Matan Al Khiroqiy (145) Mauwsu’ah Fiqhiyyah Kubro seri III ] Patokan ini disetujui dan diikuti oleh Syaikh Zainuddin at Tanukhiy rohimahulloh dalam kitab Al Mumti’ Syarhul Muqni’ (5 / 10) cet. Maktabah Al Asadiy, akan tetapi beliau memberikan catatan bahwa yang dianggap adalah kalangan Arab kota bukan kalangan Arab badu. Sebagaimana pula dibawakan oleh Syaikh Abu Ishaq ibnu Muflih rohimahulloh dalam kitab Al Mubdi’ Syarhul Muqni’ (9 / 172 ), akan tetapi beliau memberikan perincian lebih lanjut tentang siapa kalangan Arab kota yang dimaksudkan berikut perselisihan ulama madzhab.
Berkata Syaikh Abu Ishaq Ibrohim ibnu Muflih rohimahulloh : “ Yang benarnya adalah kalangan Arab yang dari kalangan yang kaya harta, namun ada yang berpendapat adalah dimasa kehidupan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam, sekelompok ulama menyatakan adalah kalangan Arab yang memiliki penjagaan terhadap kehormatan diri mereka . . . Dan satu riwayat dari pendapat al Imam Ahmad serta para pengikutnya yang senior menyatakan bahwa penilaian kalangan Arab akan menjijikkannya sesuatu tidaklah berpengaruh didalam penetapan hukum, yaitu jika makanan tersebut tidak ditetapkan hukum memakannya harom oleh syari’ah maka berarti memakannya adalah halal, hal ini dinyatakan oleh Syaikh Taqiyyuddin ”._selesai.
Adalah Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin rohimahulloh termasuk ulama madzhab yang memilih riwayat kedua yaitu penilaian menjijikkan adalah bukan termasuk alasan didalam penetapan hukum harom memakan makanan.[ Asyarhul Mumti’ (15 / 22 – 24) ]
4. Bahwa dengan memperhatikan hadits – hadits larangan membunuh katak diketahui kandungan maknanya yang lebih umum dari sekedar membunuhnya untuk dimakan.
5. Bahwa hukum mengkonsumsi daging buaya adalah diperselisihkan dikalangan ulama madzhab rohimahumulloh dikarenakan ragam pendapat yang diriwayatkan dari al Imam Ahmad rohimahulloh. Sebagian mereka yaitu mayoritas ulama madzhab menetapkan hukum haram sedang yang lain menetapkan hukum mubah.
Adapun alasan yang menetapkan hukum haram diantaranya adalah ; buaya adalah binatang yang bertaring, yang menyerang mangsa dengan taringnya dan memangsa manusia.
Adapun yang menetapkan hukum boleh maka beralasan dengan bahwa buaya termasuk binatang laut.
Ringkasnya, bahwa masing – masing berpegang dengan keumuman dalil. Namun yang lebih nampak bagi kami adalah kuatnya pendapat yang menetapkan hukum boleh sebab keumuman dalil akan halalnya memakan seluruh binatang laut adalah terjaga dibandingkan keumuman dalil akan haromnya memakan binatang buas yang bertaring dimana keumumannya telah termasuki dalil – dalil pengkhususan seperti dalil halalnya memakan dhobu’ ( sejenis heyna ). Berkata Syaikh Ibrohim ibnu Dhowiyyan rohimahulloh tentang hadits dhobu’ : “ dan ini mengkhususkan keumuman larangan memakan binatang buas yang bertaring sebagai bentuk pengkompromian hadits – hadits ”.[ kitab Manarus Sabil (715) cet. Al Maktab Al Islamiy ] wallohua’lam.
6. Apabila memakan daging buaya adalah halal maka hukum ini bercabang kepada bolehnya memanfaatkan kulit buaya untuk diperjual belikan, untuk pakaian dsb. Wallohua’lam walhamdulillah.
7. والله أعلم وصلى الله على محمد وعلى آله وسلم والحمد لله

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari