SEPULUH HARI DZULHIJJAH ( I )
Diantara luasnya rahmat Alloh terhadap para
hambaNya adalah mengistimewakan sebagian bulan – bulan yang Dia tetapkan dengan
mengusung sekian banyak fadhilah bagi hamba – hambanya yang senantiasa
mengintai – intai kesempatan tuk semakin dekat dan dekat kepada Alloh yang
mereka cintai.
Alloh berfirman :
{ والفـــجر * وليـــــــــــال عشر * والشفع والوتر }
Berkata Al Hafidz Ibnu Katsir dalam menafsirkan
ayat – ayat mulia diatas : “ Adapun الفـــجر maka maknanya telah dimaklumi yaitu waktu shubuh, demikian
dinyatakan oleh Ali, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah dan As Suddi. Namun Masruuq,
Mujahid dan Muhammad bin Ka’ab menyatakan : Yang dimaksudkan adalah shubuh
dihari kurban saja yang merupakan penghujung dari sepuluh hari dzulhijjah . . .
sedangkan ليـــــــــــال عشر maka maksudnya adalah sepuluh hari Dzulhijjah sebagaimana
dinyatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan Mujahid serta banyak dari ulama
salaf dan kholaf . . . kemudian firmanNya الشفع
والوتر maka disebutkan dalam
hadits yang telah saya bawakan bahwa witir adalah hari Arofah karena ia adalah
hari kesembilan dan syaf’u adalah hari iedul kurban karena ia adalah hari
kesepuluh, demikian ini juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah dan Adhohak
”. [ Tafsir Al Quran Al ‘Adhim ( 8 / 390 – 391 ) cet. Daaruth Thoyyibah ]
Cukup Alloh bersumpah dengan sebagian hari – hari
dari sepuluh hari Dzulhijjah menunjukkan akan keistimewaan hari – hari tersebut,
terlebih Rasululloh juga telah membuka kesempatan seluas – luas untuk berlomba
mengisi hari – hari sepuluh tersebut dengan barbagai amal sholih tanpa beliau
batasi dengan satu amal atas amal yang selainnya.
Beliau bersabda :
((
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ
قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ
فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ )) رواه البخاري برقم
969 عن ابن عباس
((
Tidak ada amalan yang lebih utama dibandingkan amalan pada hari – hari ini ))
para sahabat bertanya : Tidak pula jihad ? beliau bersabda : (( Tidak pula
jihad kecuali seseorang yang pergi berjihad dengan jiwa dan hartanya kemudian
tidak kembali lagi )) [ HSR. Al Bukhori no. 969 dari Ibnu Abbas ]
Meskipun amal sholih adalah luas cakupannya namun
berikut kami suguhkan beberapa contoh amalan sholih pada sepuluh hari pertama
dari Dzulhijjah yang telah dijelaskan oleh para ulama secara khusus,
menunjukkan bahwa amal – amal berikut ada nilai lebihnya dibanding amal – amal
lainnya.
1. Berpuasa disepuluh hari pertama Dzulhijjah
Tentang berpuasa dihari – hari tersebut maka
Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim menjelaskan : “ Adapun berpuasa disepuluh hari
pertama Dzulhijjah maka telah diperselisihkan dimana Aisyah menyatakan : (( aku
tidak pernah melihat nabi berpuasa disepuluh hari tersebut sama sekali ))
disebutkan oleh Muslim [ dalam shohihnya no. 2744 ]. Akan tetapi Hafshoh
menyatakan : (( empat amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh rasululloh ;
berpuasa pada hari Asyuro, pada sepuluh hari pertama dzulhijjah, pada tiga hari
dari setiap bulannya dan sholat sunnah fajar dua rokaat )) disebutkan oleh Al
Imam Ahmad [ dalam musnadnya no. 26459 ]. Sebagaimana pula bahwa Al Imam Ahmad
[ dalam musnadnya no. 26468 ] menyebutkan dari sebagian isteri nabi yang
menjelaskan bahwa nabi terbiasa berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, pada
Asyuro, pada tiga hari disetiap bulannya atau senin dan kamis disetiap bulannya
[ dalam lafadz lain : dua kamis ]. Namun, hadits yang menetapkan beliau
berpuasa jika shohih adalah lebih benar dibandingkan yang menafikan ”. [ Zaadul
Ma’aad ( 2 / 62 – 63 ) cet. Ar Risalah ]
Terlepas dari beda pendapat diatas, berpuasa
tetap saja termasuk amal sholih yang tercakupi oleh hadits diatas sehingga karenanya
Asy Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin menjelaskan : “ Didalam hadits ini terdapat
dalil akan fadhilah amal sholih pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah
diantaranya dengan berpuasa ataupun amalan sholih lainnya ”. [ Syarh Riyadhus
Sholihiin ]
Bahkan Asy Syaikh An Nawawi menyematkan judul “
Fadhilah berpuasa atau amalan sholih lainnya pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah ” terhadap hadits tersebut dalam kitab beliau Riyaadhus Sholihin.
Lebih tegas lagi beliau menjelaskan didalam syarh hadits Aisyah bahwa nabi
tidak pernah berpuasa disepuluh hari dzulhijjah ini : “ Hadits ini perlu untuk
dita’wilkan, sebab berpuasa pada sembilan hari dzulhijjah ini tidaklah makruh
bahkan hukumnya adalah sangat – sangat disunnahkan terlebih lagi hari
kesembilannya yang merupakan hari Arofah sebagaimana hadits – hadits tentang
fadhilahnya telah disebutkan pada kesempatan yang lalu ”. [ Al Minhaj Syarh
Shohih Muslim ( 8 /312 ) Darul Ma’rifah ]
Dimungkinkan bahwa fadhilah berpuasa ini juga
didukung oleh hadits yang diriwayatkan dari Rasululloh :
((
ما من أيام أحب إلى الله أن يتعبد له فيها من عشر ذي الحجة يعدل صيام كل يوم منها
بصيام سنة وقيام كل ليلة منها بقيام ليلة القدر )) رواه الترمذي برقم 758 عن أبي
هريرة
((
Tidak ada hari – hari yang beribadah didalamnya lebih dicintai oleh Alloh
dibandingkan dalam sepuluh hari pertama Dzulhijjah dimana berpuasa disetiap
harinya dari hari – hari tersebut senilai dengan berpuasa selama setahun dan
sholat disetiap malamnya dari malam – malam tersebut senilai dengan malam
lailatul qodr )) [ HR. At Tirmidzi no. 758 dari Abu Huroiroh ]
Meskipun hadits ini lemah sebagaimana dikomentari
oleh At Tirmidzi : “ Ini adalah hadits ghorib yang tidak kami kenali kecuali
dari haditsnya Mas’ud bin Washil dari An Nahhas. Aku bertanya kepada Muhammad [
yi. Al Bukhori ] tentang hadits ini ternyata beliau tidak mengenalinya kecuali
dari sanad ini, beliau berkata : Semisal hadits ini telah diriwayatkan oleh
Qotadah dari Said bin Al Musayyab dari nabi secara mursal sementara Yahya bin
Said telah mengkritik hapalan Nahhas bin Qohm ini ”.
Sebagai catatan penting bahwa hari kesepuluh
yaitu hari ied tidak tercakupi oleh fadhilah berpuasa padanya bahkan haram dan
tidak sah, akan tetapi disebut termasuk amal sholih disepuluh hari pertama
tidak lain hanyalah dari bentuk taghliib saja dalam istilah bangsa Arab. [
periksa : Mukhtashor Qowaid Ibnu Rojab kaedah ke – 9 karya As Sa’di, cet. Ibnul
Jauzi dan Bahjatun Nadzirin ( 2 / 347 ) cet. Ibnul Jauzi ]
2. Berjihad fii sabilillah dengan jiwa dan harta
hingga gugur dan habis hartanya
Lebih lanjut Asy Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin
menjelaskan : “ Didalam hadits ini juga terkandung dalil akan fadhilah kejadian
yang langka ini yaitu seseorang pergi berjihad fii sabilillah dengan jiwa dan
hartanya artinya ia pergi membawa persenjataannya juga kendaraannya hingga
gugur dimedan jihad kemudian senjata dan kendaraan miliknya habis dirampas oleh
musuhnya, inilah orang yang habis jiwa dan hartanya didalam jihad maka orang
ini adalah mujahid yang paling mulia yang amalannya lebih afdhol dibanding amal
– amal sholih dibulan Dzulhijjah bahkan jika amalannya ini terjadi pada sepuluh
hari pertama dzulhijjah maka fadhilahnyapun semakin berlipat – lipat ”. [ Syarh
Riyadhus Sholihin ]
*** bersambung insyaalloh . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar