Adalah Sufyan bin
‘Uyainah bertutur : “ Para ulama terdahulu biasa saling berkirim surat diantara
mereka yang berisikan kalimat – kalimat berikut : Barangsiapa yang berusaha
memperbaiki batinnya niscaya Alloh
akan memperbaiki amalan – amalan lahiriahnya, Barangsiapa berusaha memperbaiki
hubungannya dengan Alloh niscaya Alloh akan memperbaiki hubungannya dengan
orang lain, Barangsiapa yang beramal dengan niatan akheratnya niscaya Alloh
akan mencukupi segala urusan dunianya ”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam
kitab Al Ikhlaash sebagaimana dikutip oleh syaikh Taqiyyuddien dalam kitab Al
Iman ( 9 ) cet. Darul Hadits, Kaero.
Sabtu, 27 Oktober 2012
MENDUDUKKAN KONFLIK
DITINGKAT AWAM
DITINGKAT AWAM
Dalam “ Salafiyyun
Selalu Menyambut Persatuan ” secercah tabir “ khilaaf ” tersingkap sudah
walhamdulillaah, meski tidak tersingkap selebar – lebarnya namun banyak hal
lain yang terkait dengan kamus khilaaf ini yang perlu dikaji. Ambil saja
tahdziran para ulama salaf dari mengikuti dan memegangi khilaaf yang tidak
ditolerir terutamanya syudzudz juga contoh – contoh riil pendapat – pendapat
syudzudz juga sikap ‘arif menghadapi pendapat syadz dan pengusungnya dll, akan
tetapi sebagaimana pepatah mengatakan : “ Hal – hal yang tidak bisa diketahui
secara keseluruhannya maka tidak tepat untuk ditinggalkan sebagian besarnya ”.
Wabillahit taufiq
Keterkaitan
Antara Khilaaf dan Ijtihad
Syaikhul Islam
Ibnul Qoyyim menjelaskan : “ Terjadinya khilaaf diantara manusia adalah sebuah
kemestian sebab adanya perbedaan kemauan, tingkat pemahaman dan tingkat
pengetahuan mereka ”. [ Ash Showaiqul Mursalah ( 2 / 519 ) dikutip dari Al
Qoulusy Syaadz ( 30 ) cet. Darul Izzah ]
Namun bukan berarti
bahwa syariat ini memberikan kebebasan kepada semua tingkatan manusia yang
berkemauan, berpemahaman dan berpengetahuan untuk masuk dalam koridor khilaaf,
alasannya dijelaskan oleh Al Imam Asy Syafii : “ Barang siapa yang memaksakan
diri pada persoalan yang ia bodoh tentangnya lagi tidak memiliki ilmu
tentangnya maka kecocokannya terhadap solusi yang benar jika ia bertepatan dengan
solusi yang benar tersebut tanpa disadari adalah tidak terpuji, wallohu a’lam !
sedangkan kekeliruannya dalam persoalan tersebut maka tidak ditolerir sebab ia
telah berbicara pada persoalan yang pengetahuannya tidak sampai kepada
tingkatan menguasai beda antara pendapat yang benar dan yang keliru dalam
persoalan tersebut ”. [ Ar Risaalah ( 53 ) point ke 178 cet. Ahmad Syaakir ]
Yang
Memegang Hak Khilaaf
Lalu kapan kecocokan
seseorang terhadap kebenaran diakui ? dan bagaimana membuang kekeliruan dalam
langkahnya ? syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan kepada kita : “ Syariat yang suci
ini telah memberikan kepada siapa yang mengulurkan kedua tangannya dan
melangkahkan langkah – langkahnya dijalan penyelesaian persoalan, memberikan
kepadanya kedudukan mempotensikan pikirnya melalui penelitian, mempelajari
serta tadabbur dalam memahami dalil – dalil serta menerapkannya pada berbagai
persoalan kontemporer dan melalui peletakan dalil Al Quran dan As Sunnah pada
persoalan tersebut juga melalui
penggabungan hukum atas persoalan yang belum ditemukan padanya dalil kepada
persoalan yang telah ditemukan padanya dalil. Semua hal tersebut adalah dengan
langkah yang dikemudian hari disebut dengan ijtihad sedang pemotensinya
digelari mujtahid ”. [ dikutip dari Al Khilaaf lil ‘Ushoiyyimi ( 89 ) ]
Berangkat dari
penjelasan syaikh Bakr diatas maka jalannya adalah ijtihad bagi mujtahid maka
upaya seseorang untuk menyelesaikan persoalan jika hasilnya mencocoki kebenaran
akan diakui adalah ketika “ Terlahir dari ahli ijtihad yaitu orang – orang yang
telah dikenal memiliki pengetahuan terhadap hal – hal yang dibutuhkan dalam
ijtihad ” sebagaimana “ Langkah keliru akan tersingkirkan kapan ijtihad itu
dilakukan oleh ahli ijtihad, melalui ijtihad yang sempurna, tepat sasaran dan
tidak bersinggungan dengan dalil yang baku ”. Demikian dirincikan oleh Asy
Syaathibi dan Al Ghozaali sebagaimana dikutip oleh Al ‘Ushoiyyimi dalam
desertasinya [ Al Khilaaf ( 88 – 89 ) ].
Dari sini
tersentuhlah dasar pemahaman tentang siapa yang pantas dan berhak masuk dalam
koridor khilaaf dan siapa yang tidak pantas serta haram masuk kedalamnya juga
apa kewajiban masing – masing. Kapan masing – masing tidak mengenali posisinya
sehingga tidak berjalan diatas rel kewajibannya yang berbeda maka tidak terpuji
akibatnya. Wallohu a’lam.
Taklid
& Urgensinya Bagi Selain Mujtahid
Hal demikian karena
“ Syarat – syarat berijtihad adalah sangat berat sehingga tidak gampang
dipenuhi oleh kebanyakan orang sebab seorang mujtahid mesti harus seorang yang
cerdas, peka, berpengetahuan akan bahasa Arab dan berpengetahuan terhadap Al
Quran dan Sunnah baik sisi nasikh dan mansukhnya, mujmal dan mufassarnya,
khoosh dan ‘aamnya juga mutlaq dan muqoyyadnya ditambah lagi pengetahuan
mendalam terhadap shohih dan lemahnya banyak sanad serta mendalami letak –
letak kesepakatan ulama, sementara syarat – syarat ini minim sekali untuk bisa
terpenuhi dan jarang sekali dimiliki oleh satu orang saja oleh karenanya Alloh
telah menjelaskan hukum taklid supaya ditempuh oleh orang yang belum mampu
berijtihad ”. [ At Takliid li Syatsri ( 34 ) cet. Darul Wathon ]
Adab
Sesama Orang Taklid
Titik beratnya
adalah ketika ada beberapa mujtahid yang berijtihad dalam sebuah persoalan yang
ditolerir padanya ijtihad dengan hasil ; mereka khilaaf ! maka masing – masing
orang yang taklid dalam persoalan tersebut haruslah menetapi adab baik terhadap
mujtahid maupun sesama orang taklid yang beda pilihan.
Boleh jadi petuah
indah syaikh Taqiyyuddien Ibnu Taimiyyah yang dikutip dalam “ Salafiyyun selalu
Menyambut Persatuan ” mewakili sekian adab yang dipaparkan dalam banyak
literatur adab sehingga tidak ada ruginya jika kita menyegarkannya kembali
dikesempatan ini. Beliau mengatakan : “ Adapun jika dalam sebuah permasalahan
tidak diketemukan sunnah maupun belum menjadi letak kesepakatan ulama namun
bahkan pintu ijtihad didalamnya masih terbuka lebar maka tidak boleh diingkari
siapa saja yang beramal dengannya baik amalannya tersebut dibangun diatas hasil
ijtihadnya maupun dibangun diatas taklid ”.
Sama
– Sama Taklid Cuma Beda Pilihan
Benar bahwa ulama
berbeda dalam sembilan pendapat mengenai langkah yang tepat bagi orang yang
taklid ketika para mujtahid khilaaf namun bukan berarti peluang untuk memilih
pendapat yang sesuai selera masing – masing terbuka lebar. Akantetapi bahkan “ Orang awam dituntut untuk mengikuti syariat
Alloh sehingga kapan saja ia berprasangka kuat bahwa hasil ijtihad dari salah
satu diantara para mujtahid tersebut itulah dia hukum Alloh dalam persoalan
maka wajib atasnya untuk mengamalkan hasil ijtihad tersebut, baik persangkaan
kuatnya tersebut berdasar jumlah banyaknya mujtahid yang memfatwakan hasil ijtihad
itu atau berdasar tingkat keluhuran mujtahid yang memfatwakannya atau berdasar
dalil – dalil syariat yang dalam setiap dari keadaan – keadaan ini wajib
atasnya untuk mengamalkan hasil ijtihad tersebut. Tidak dibenarkan jika ia
mengekor kepada seleranya sendiri atau beristihsan sebab ia tidak memiliki
modal untuk mengetahui hukum persoalan ” sebagaimana ditegaskan oleh syaikh
Sa’ad Asy Syetsri. [ At takliid ( 162 – 169 ) ]
Bersambung
insyaalloh . . .
Rabu, 24 Oktober 2012
Salafiyyun
Selalu Menyambut Persatuan, Menolak Perpecahan
Selalu Menyambut Persatuan, Menolak Perpecahan
Abu Ja’far Ath
Thohaawi dalam pemaparan sejumlah akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah menyatakan :
“ Kita mengikuti As Sunnah dan Al Jama’ah namun kita menjauhi Asy Syudzudz, Al
Khilaf dan Al Furqoh ”. [ Al Aqiidah Ath Thohaawiyyah ]
Pernyataan
manhajiyyah diatas mengusung sekian perkara ilmiyyah yang perlu untuk
direnungkan oleh setiap penuntut ilmu, sebab “ Ada keselamatan bagi agama
seseorang yang terkandung dalam kalimat manhajiyah diatas ”. [ Ar Riyaadhun
Nadiyyah ( 137 ) cet. Maktabatul Furqoon ]
Fabitaufiqillaah dalam kesempatan ini akan
dijelaskan perkara – perkara tersebut meskipun secara ringkas.
As Sunnah : “ Yang
dimaksudkan dalam kajian ini adalah ilmu yang diwariskan dari rasululloh dalam
berbagai materi keyakinan serta segala hal yang berkaitan dengannya baik wailah
– wasilah maupun hal – hal yang akan membentenginya ”. [ Al Waafi ( 180 ) cet.
Daar Al Imam Malik ]
Demikian, bahwa
kebanyakan ulama yang menulis tentang As Sunnah maka memaksudkannya pada materi
– materi keyakinan namun “ lafadz As Sunnah itu sendiri dalam pembicaraan para
ulama salaf adalah mencakupi segala ibadah dan keyakinan ”. [ Majmuu’ul
Fataawaa ( 19 / 307 ) periksa : At Ta’riifaat Al I’tiqodiyah ( 200 ) cet.
Madarul Wathon ]
Hal itu sebab “ As
Sunnah adalah segala hal yang dalil syariat telah nyata – nyata menetapkannya sebagai ketaatan kepada Alloh
dan rasulNya, baik hal tersebut dikerjakan oleh rasululloh secara langsung atau
dikerjakan oleh sahabat dimasa beliau masih hidup ataupun tidak pernah beliau
kerjakan juga tidak pernah dikerjakan oleh sahabat dimasa beliau masih hidup
sebab tidak adanya kondisi yang menuntutnya untuk dikerjakan atau sebab adanya
penghalang yang menghalangi untuk dikerjakan ”. [ idem ( 199 ) ]
Sehingga ringkasnya
“ As Sunnah adalah segala keyakinan maupun ucapan maupun amalan yang dipegangi
oleh rasululloh dan para sahabatnya ”. [ idem ( 199 ) ]
Al Jama’ah : “ Disebutkan
lafadz Al Jama’ah dengan makna persatuan didalam satu agama sebagaimana
terkadang juga dimaksudkan dengan makna persatuan fisik para anggotanya,
intinya bahwa semua materi pembahasan akidah adalah menghimpun kedua makna ini
dimana sebagian materinya ada yang kembali kepada makna pertama dan sebagian
lainnya lagi kembali kepada makna kedua ”. [ Al Waafi ( 180 ) ]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah menyatakan : “ Al Jama’ah mengusung unsur kesepakatan ulama ”
pernyataan indah ini seolah memperjelas makna Al Jama’ah dalam pernyataan
manhajiyyah yang disampaikan oleh Ath Thohaawi diatas. [ At Ta’riifaat ( 144 )
]
Yang secara
terperincinya Al Jama’ah oleh sebagian ulama dimaknakan : “ jama’ahnya kaum
muslimin yaitu para sahabat beserta para pengikut mereka hingga hari kiyamat ”.
Sebagian yang lain
lagi memaknakan : “ jama’ahnya para ulama ahlul ijtihad ”.
Sebagian lainnya
lagi memaknakan : “ persatuan dibawah seorang penguasa yang mencocoki Al Quran
dan As Sunnah ”.
Oleh karenanya Ath
Thohaawi mendatangkan lafadz khilaf dan syudzudz serta furqoh sebagai kebalikan
dari lafadz jama’ah dalam pernyataan manhajiyyahnya ini. Wallohu a’lam.
Kemudian dari
penjelasan ringkas akan makna As Sunnah dan Al Jama’ah diatas seolah dapat
diketahui korelasi antara keduanya dimana lafadz Al Jama’ah adalah lebih luas
cakupannya sedang As Sunnah maka lebih sempit, sehingga nikmat yang agung bagi
ahlus sunnah wal jama’ah menerima gelaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Syaikh Abdurrahman
Al Barrook menyatakan : “ Ahlus sunnah wal jama’ah dinamai dengan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah tiada lain sebab mereka mengikuti sunnah rasululloh dan mengikuti
jama’ah kaum muslimin ”. [ Syarh Al Aqiidah Ath Thohaawiyyah ( 273 ) cet. Dar
at tadmuriyyah ]
Al Khilaaf : Khilaaf dan
ikhtilaaf adalah dua kata yang semakna sebab ia dari kata dasar yang sama yang
hakekatnya adalah pertentangan antara dua pendapat namun masing – masing ‘alim
memberikan tambahan dalam kamus istilah yang diantaranya adalah “ guna
mengokohkan kebenaran atau menggugurkan kebatilan ”. [ periksa : Al Khilaaf lil
‘Ushoiyyimi ( 51 ) cet. Ibnul Jauzi, Al Qoulusy Syadz lil Mubaroki ( 22 ) cet.
Darul Izzah, At Ta’riifaat li Aali Abdullathiif ( 163 ) cet. Madarul Wathon ]
Namun yang mendasar
dikesempatan ini bahwa “ Khilaaf dikalangan umat ini ada dua bentuk ; khilaaf
yang mengharuskan adanya permusuhan dan menghilangkan persatuan serta khilaaf
yang tidak mengharuskan adanya permusuhan tidak pula menghilangkan persatuan.
Bentuk pertama contohnya khilaaf dalam masalah tauhid dimana siapa saja yang
menentang azas tauhid maka ia kafir sehingga kaum muslimin wajib untuk berlepas
diri darinya serta harus berpisah darinya . . . demikian juga segala masalah
yang merupakan bagian dari azas agama ini dimana sesungguhnya dalil – dalil
tentangnya sangatlah terang maka siapa saja yang menentangnya adalah seorang
pembangkang lagi angkuh sehingga hukum menilainya sebagai orang sesat adalah
wajib serta memusuhinya juga sebuah kemestian. Sedangkan bentuk kedua dari dua
bentuk khilaaf yaitu yang tidak mengharuskan hilangnya persatuan, juga tidak
mengharuskan adanya permusuhan ataupun berlepas diri bahkan tidak akan pernah
memutus hubungan keislaman maka ia adalah berbagai bentuk khilaaf dalam perkara
– perkara kontemporer yang sifatnya furu’ dan tidak ditemukan dalil – dalil
tegas tentangnya akan tetapi yang ditemukan adalah kerumitan dan kesamaran
sehingga tempat rujukannya tiada lain adalah ijtihad ”. [ Qowathi’ul Adillah (
5 /13 – 14 ) dikutip dari At Ta’riifaat ( 165 ) ]
Sisi lain yang juga
perlu dimengerti bahwa “ Ath Thohaawi dalam pernyataan manhajiyyahnya ini
memaksudkan khilaaf yang semakna dengan syudzudz dan furqoh dan bahwa khilaaf
macam demikian mesti ditinggalkan dan dijauhi ”. [ Al Waafi ( 181 ) ]
Asy Syudzudz : Bentuk plural
dari syaadz yang secara bahasa bermaknakan memencilkan diri dari mayoritas, dia
inilah yang biasa diungkapkan oleh para ulama dengan sebutan zallah yaitu
ketergelinciran. [ Al Qoulusy Syaadz ( 67 ) ]
Adapun secara
istilah maka Prof. DR. Ahmad Al Mubaaroki mendefinisikannya sebagai “
memencilkan diri dengan sebuah pendapat yang menyelisihi jama’ah ahlul ijtihad
tanpa berpijak kepada dalil wahyu maupun kiyas maupun argument yang diakui ”. [
Al Qoulusy Syaadz ( 75 ) ]
Sebagaimana beliau
juga menyatakan bahwa pendapat yang syaadz merupakan bagian dari khilaaf yang
tidak ditolerir sehingga artinya bahwa tidak setiap khilaaf adalah syaadz dan
menyikapinyapun tentu berbeda.
Namun yang perlu
dimengerti dikesempatan ini adalah : kapan sebuah khilaaf dinilai sebagi
khilaaf yang bisa ditolerir dan kapan tidak bisa ditolerir kemudian kapan ia
masuk dalam bilangan syaadz ?
“ Adapun patokan
khilaaf yang ditolerir adalah : khilaaf pada masalah – masalah yang tidak
terdapati padanya dalil yang tegas lagi shohih serta bukan masalah yang telah
menjadi letak kesepakatan ulama. Dari patokan ini dihasilkanlah kesimpulan
bahwa khilaaf yang ditolerir ada tiga bentuk yaitu apabila dalam masalah
tersebut tidak ditemukan adanya dalil yang hanya mengusung satu makna maka
khilaaf tentangnya adalah ditolerir, apabila didapati adanya dalil yang shohih
namun tidak tegas maka khilaaf tentangnya juga ditolerir dan apabila ditemukan
padanya dalil yang tegas akan tetapi tidak shohih atau keabsahannya masih
diperselisihkan atau memiliki lawan yang sama kuatnya maka khilaaf tentang
masalah tersebut adalah ditolerir ”. [ Al Qulusy Syaadz ( 24 ) ]
“ Patokan yang lain
adalah khilaaf tersebut tidak berakibat kepada perpecahan, permusuhan dan
kesumat. Hal demikian sebab diantara karakteristik khilaaf yang ditolerir bahwa
maksud utamanya adalah sampai kepada pendapat yang benar serta meraih keridhoan
ilahi ”. [ Al Khilaaf lil ‘Ushoiyyimi ( 92 ) ]
“ Adapun patokan
khilaaf yang tidak ditolerir maka adalah pendapat yang menyelisihi dalil nash
yang tegas lagi shohih yang tidak ada dalil lain yang menentangnya atau
pendapat yang menyelisihi kesepakatan ulama atau menyelisihi kiyas yang
gamblang ”. [ Al Qolusy Syadz ( 55 ) ]
“ Sedangkan patokan
sebuah pendapat dinilai sebagi pendapat yang syaadz maka : apabila menyelisihi
dalil nash yang tegas lagi shohih atau apabila telah didahului oleh adanya
kesepakatan ulama atau apabila sedikit sekali ulama yang memencilkan diri
dengan pendapat tersebut sehingga menyelisihi madzhab seluruh ulama sementara
pijakan sedikit ulama tersebut adalah lemah atau apabila pendapat tersebut
tidak lagi menjadi amalan para ulama dan telah ditinggalkan oleh mereka atau
apabila pendapat tersebut menyelisihi azas – azas syariah serta kaedah – kaedah
universalnya ”. [ Al Qoulusy Syaadz ( 77 ) ]
Dari kutipan –
kutipan ringkas diatas nyatalah bahwa salah satu bentuk syudzudz adalah
menyelisihi kesepakatan ulama yang diusung oleh lafadz al jama’ah sehingga
mengantarkan pelakunya untuk memencilkan diri dengan pendapatnya tersebut dari
al jama’ah. Mungkin inilah sisi kesesuaian antara al jama’ah dengan asy
syudzudz dalam bingkai yang berlawanan, Wallohu a’lam.
Al Furqoh : Ia adalah semakna
dengan iftirooq yang maknanya perpecahan namun ia lebih spesifik menurut
sebagian ulama ketika salah satu mereka menyatakan : “ al furqoh adalah
meninggalkan As Sunnah dan mengikuti bid’ah ”. [ periksa : Al Waafi ( 181 ) dan
At ta’riifaat ( 254 ) ]
Kemudian, jelas
sudah bagi kita setelah menyingkap sedikit makna – makna dari mustholahat yang
diusung oleh kalimat manhajiyyah diatas tentang persatuan yang bagaimana yang
senantiasa diupayakan dan disambut oleh salafiyyun yaitu persatuan diatas As
Sunnah dan Al Jama’ah. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap khilaaf yang
ada merupakan pemecah persatuan akan tetapi hanyalah khilaaf yang tidak
ditolerir juga syudzudz dan furqoh saja yang jelas – jelas pemecah persatuan.
Tentu saja sikap ‘arif dalam menyikapi khilaaf yang ditolerir yang akan
memelihara persatuan dan sebaliknya kapan hasad dan kedzaliman menguasai para
pelaku khilaaf yang ditolerir ini maka ia akan memecah persatuan.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah menjelaskan sebagian bentuk sikap ‘arif dimaksud : “ Adapun jika
dalam sebuah permasalahan tidak diketemukan sunnah maupun belum menjadi letak
kesepakatan ulama namun bahkan pintu ijtihad didalam masih terbuka lebar maka
tidak boleh diingkari siapa saja yang beramal dengannya baik amalannya tersebut
dibangun diatas hasil ijtihadnya maupun dibangun diatas taklid ”. [ Bayanu
dalil ‘ala buthlani tahliil ( 145 ) dikutip dari : Al Khilaaf lil Ushoiyyimi (
100 ) ]
Sedangkan bahaya
hasad dan kedzaliman dimaksud maka beliau menjelaskan : “ Akan tetapi ijtihad
yang ditolerir tentu tidak akan mengantarkan kepada perpecahan dan fitnah
kecuali jika disusupi kedzaliman dan bukan sekedar ijtihad semata ”. [ idem (
93 ) ]
Lebih lengkapnya simak
serial selanjutnya tentang khilaaf berikut adab didalamnya insyaalloh, wallohul
muwaffiq.
وصلى الله على محمد وعلى آله وسلم
والحمد لله
PERAYAAN BESAR
DIHARI NAHR
DIHARI NAHR
Tibalah hari
kesepuluh Dzulhijjah yang merupakan puncak dari perayaan sepuluh hari dalam
awal bulan Dzulhijjah dimana seluruh kaum muslimin baik yang berkesempatan haji
maupun yang belum dan masih berdiam dinegerinya masing – masing merayakannya
dengan berbagai amal ibadah dan pesta – pesta yang diidzinkan oleh Islam.
Hari yang disebut
oleh rasululloh dalam khutbah beliau sebagi hari haji akbar sebagaimana
dibawakan oleh Al Imam Al Bukhori dalam shohihnya.
Dihari tersebut,
bagi jamaah haji ada beberapa manasik diantaranya : “ wukuf dimuzdalifah,
berjalan meninggalkannya kemudian menuju mina, melempar jumroh dan menyembelih
hadyu atau binatang kurban, mencukur rambut kepala, melakukan thawaf ifadhoh
kemudian berjalan kembali menuju mina untuk melakukan mabit disana, diselain
hari itu tidak ada amalan – amalan demikian sehingga karenanya hari itu disebut
sebagai hari haji akbar ”. [ Kasyyaful Qinaa’ syarh Al Iqnaa’ ( 3 / 1189 ) cet.
Dar ‘Alamul Kutub ]
Hari tersebut juga
mencatat sejarah khutbah rasululloh dimina, khutbah lain selain khutbah ‘arofah
sebab “ didalam haji terdapat empat khutbah yang disunnahkan menurut madzhab
Syafii, pertama adalah hari ketujuh Dzulhijjah disisi ka’bah usai sholat
dzuhur, kedua adalah dilembah ‘uronah dihari ‘arofah, ketiga adalah dihari nahr
yaitu kesepuluh dzulhijjah dimina dan yang keempat adalah dihari nafar awal
yaitu hari kedua dari tiga hari tasyriq ”. [ Al Minhaj syarh Shohih Muslim ( 8
/ 411 ) cet. Darul Ma’rifah ]
Catatan : 1. Namun
syaikhul Islam Ibnul Qoyyim tidak menyebutkan khutbah yang pertama dalam serial
tata cara haji rasululloh dalam kitab Zaadul Ma’aadnya, beliau hanya menyebut
khutbah ‘arofah, khutbah hari nahr dan pertengahan hari – hari tasyriq saja.
Wallohu a’lam.
2. Adapun materi
khutbah Rasululloh dihari nahr dan pertengahan tasyriq maka bisa dirujuk Zaadul
Ma’aad ( 2 / 237 – 238 dan 265 ) cet Ar Risaalah.
Hari yang mencatat
sejarah bahwa Rasululloh mengorbankan 100 ekor onta dimanhar Mina, 70
diantaranya beliau sembelih sendiri dan 30 sisanya beliau wakilkan Ali bin Abi
Thalib untuk menyembelihnya.
Demikianlah, hari
itu umat Islam berlomba untuk menyuguhkan kehadirat Alloh binatang – binatang
kurban mereka sebagai syukur mereka atas nikmat – nikmatNya. Alloh berfirman :
{ ولكل أمة
جعلنا منسكا ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام }
{ dan bagi masing –
masing umat niscaya telah kami tetapkan sembelihan kurban agar mereka menyebut
– nyebut nama Alloh atas rezeki yang telah Dia limpahkan untuk mereka berupa binatang
ternak } QS. Al Hajj : 34.
Atas dasar ayat diatas maka binatang kurban
yang sah untuk dikurbankan dihari nahr ini adalah binatang – binatang ternak
yaitu onta, sapi atau kerbau dan kambing, tidak sah dengan selain itu. Kemudian
“ yang paling afdhol adalah onta diikuti dengan sapi kemudian disusul kambing
sebagaimana yang paling gemuk adalah yang paling afdhol. Al Imam Ahmad
menyatakan : Aku menyukai yang berwarna putih bersih, bahkan Hambal telah
mengutip dari beliau : Aku tidak menyukai yang berwarna hitam. Binatang ternak
jantan dan betina dalam hal afdolnya adalah sama. Adapun usia binatang kurban
maka domba usianya minimal 6 bulan sedangkan selain domba yaitu onta maka genap
5 tahun dan sapi atau kerbau genap 2 tahun serta kambing genap satu tahun,
tidaklah sah dengan yang kurang dari usia – usia tersebut ”. [ diringkas dari
Kasyful Litsam ( 3 / 199 – 200 ) cet. Nuruddin Thalib, Kuwait ]
Adapun waktu pelaksanaan penyembelihan kurban
maka “ sah untuk dimulai seusai dari sholat ied meskipun sebelum khutbahnya
imam akan tetapi jika dilakukan sesudah khutbah maka lebih afdhol dan berakhir
diakhir hari kedua dari tiga hari tasyriq, inilah madzhab tiga imam madzhab
namun Asy Syafii berpendapat bahwa akhir waktu penyembelihan kurban adalah
akhir hari ketiga, pendapat ini dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Waktu penyembelihan ini mencakup siang dan malam harinya sebagaimana hal ini
telah ditegaskan oleh Al Imam Ahmad ”. [ diringkas dari Kasyful Litsam ( 3 /
193 – 194 ) ]
Hari yang disebut –
sebut oleh rasululloh sebagai hari barokah dan sebagai hari suci sebagaimana
diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhori dan Al Imam Muslim dari Ummu ‘Athiyyah.
Mereka yang tidak
sedang berhaji dan tidak berhalangan untuk sholat maka fardhu kifayah untuk
mengerjakan sholat ied dan disunnahkan sholat ied ini untuk dilaksanakan
dilapangan terbuka secara berjamaah kemudian dilanjutkan dengan khutbah imam.
Hari yang disebut
oleh Rasululloh sebagai hari teragung disisi Alloh sebagaimana dibawakan oleh
Abu Dawud dalam sunannya dari Abdulloh bin Qurth.
وصلى
الله على محمد وعلى آله وسلم
Rabu, 17 Oktober 2012
KEAGUNGAN 'AROFAH
Dinamakan hari ‘arofah adalah penisbatan kepada
sebuah tempat yang bernama ‘arofah. Berkata Al Hafidz Ibnu Katsir : “ Arofah
adalah tempat wukuf ketika berhaji yang merupakan rukun utama segala prosesi
haji ”. Kemudian beliau menjelaskan : “ tempat tersebut dinamai arofah berdasar
kepada apa yang diriwayatkan oleh Abdurrozaq dari Ibnu Juraij dari Said bin
Musayyab dari Ali bin Abi Thalib berkata : (( Alloh mengutus Jibril kepada nabi
Ibrahim untuk mengajarkan kepadanya manasik haji hingga ketika tiba diarofah,
nabi Ibrahim berkata : ‘aroftu yang artinya aku mengenali tempat ini, dimana
sebelumnya beliau pernah mendatangi tempat tersebut sehingga sebab itulah maka
tempat tersebut dinamai ‘arofah )). Ibnul Mubarok juga meriwayatkan dari
Abdulmalik bin Abu Sulaiman dari Atho’ mengatakan : (( dinamakan ‘arofah sebab
dahulu Jibril mengajarkan manasik haji kepada nabi Ibrahim kemudian nabi
Ibrahim menjawab : ‘aroftu – ‘aroftu yang artinya aku tahu – aku tahu, sebab
itulah maka dinamakan arofah )). Semisal dengan riwayat ini datang pula riwayat
dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan dari Abu Mijlaz. Wallohu a’lam ”. [ Tafsir Al
Quran Al Adhim ( 1 / 552 ) cet. Daar Thoyibah ]
Hari ‘arofah, hari paling banyak jumlah manusia
yang Alloh selamatkan dari neraka. Rasululloh bersabda :
((
ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبيدا من النار من يوم عرفة وإنه ليدنو يتجلى
ثم يباهي بهم الملائكة فيقول ما أراد هؤلاء )) رواه مسلم رقم 3275
والنسائي 3003
وابن ماجه 3014 عن
عائشة
(( tidak
ada hari yang didalamnya Alloh lebih banyak membebaskan hambaNya dari neraka
dibandingkan hari ‘arofah, Alloh mendekat untuk menampakkan diri kemudian Dia
membanggakan para hambaNya yang wukuf diarofah tersebut kepada para
malaikatNya, Alloh berfirman : Apakah yang mereka inginkan ? )) [ HSR. Muslim
no. 3275 An Nasaai no. 3003 dan Ibnu Majah no. 3014 dari Aisyah ]
Hari
‘arofah, hari yang berpuasa padanya akan menghapuskan dosa selama setahun yang
telah berlalu dan yang akan datang.
Hari
‘arofah, hari yang Rasululloh dan para sahabat memperbanyak doa, dzikir dan
takbir.
Hari
‘arofah, hari yang pernah mencatat khotbah mulia haji wada’nya rasul mulia.
Jabir bin Abdillah menceritakan kisah khutbah mulia ini : “ Kemudian Rasululloh
melanjutkan perjalanannya, orang – orang Quraisy yakin bahwa beliau bakal
melaksanakan wukufnya diMasy’aril Harom yaitu Muzdalifah sebagaimana yang telah
menjadi kebiasaan bangsa Quraisy dimasa – masa jahiliyah namun ternyata
Rasululloh melewati Muzdalifah hingga tiba diArofah, beliau mendapati tendanya
telah terpancang diNamiroh maka beliaupun berdiam didalam tendanya tersebut
hingga jika matahari telah tergelincir, beliau menggerakkan onta kendaraannya
yang bernama Al Qoshwaa’ berjalan menuju lembah dan menyampaikan khutbah
mulianya kepada seluruh manusia. Beliau bersabda :
((
Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah terhormat sebagaimana terhormatnya
hari kalian sekarang ini dalam bulan kalian sekarang ini dan dalam negeri
kalian sekarang ini. Ketahuilah ! setiap perkara jahiliyah telah gugur, darah
yang tertumpah dimasa jahilyah maka qishoshnya juga telah gugur ! Sesungguhnya
darah yang tertumpah dimasa jahilah yang pertama kali aku gugurkan qishoshnya
adalah darah – darah kami yaitu darah putera Robi’ah bin Harits yang dahulunya
berada dalam asuhan bani Sa’ad namun kemudian dibunuh oleh Hudzeil.
Sesungguhnya riba jahiliyah juga telah gugur ! riba yang pertama aku gugurkan
adalah riba kami yaitu riba Abbas bin Abdulmutholib maka semuanya telah gugur !
Berbuat baiklah kalian terhadap isteri – isteri kalian sebab sesungguhnya
kalian mengambil mereka dengan amanah dari Alloh, kalian menghalalkan menggauli
mereka adalah dengan kalimat ilahi ! Adapun hak kalian yang wajib mereka
tunaikan adalah jangan mereka memasukkan seorangpun yang kalian tidak sukai
kedalam rumah kalian namun jika mereka melanggarnya maka silakan pukul mereka
dengan pukulan yang ringan, sedangkan hak mereka yang wajib kalian tunaikan
adalah rezeki dan pakaian yang lumrah. Sungguh telah aku wariskan ditengah –
tengah kalian sebuah warisan yang jika kalian berpegang dengannya niscaya
kalian tidak akan tersesat selama – lamanya yaitu kitbulloh Al Quran. Kemudian
bahwa kalian nantinya akan ditanya tentang diriku maka apakah jawab kalian ?
para sahabat menjawab : Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, engkau
telah menunaikan dan telah menasehatkan ! Maka beliau mengangkat jari
telunjuknya kelangit kemudian mengarahkannya kepada mereka seraya bersabda :
Wahai Alloh saksikanlah ! wahai Alloh saksikanlah ! berulang sebanyak tiga kali
)). [ HSR. Muslim no. 2941 ]
Khutbah Rasululloh dihari ‘arofah ini menjadi
sebuah sunnah diArofah yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh kaum
muslimin, walhamdulillah.
Hari ‘arofah, hari yang doa didalamnya merupakan
doa paling mustajab. Rasululloh memberitahukan kepada umatnya akan hal itu
dengan sabdanya :
((
خير الدعاء دعاء يوم عرفة ، وخير ما قلت أنا والنبيون قبلي : لا إله إلا الله وحده
لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير )) رواه الترمذي رقم 3585
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده ، قال
: هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه .
((
Doa yang paling mustajab adalah doa dihari ‘arofah dan doa terbaik yang aku
berikut nabi – nabi sebelumku ucapkan adalah : Tidak ada yang berhak diibadahi
kecuali Alloh satu – satuNya yang tiada sekutu bagiNya, milikNyalah kerajaan
yang sempurna dan milikNyalah pujian yang sempurna, Dia adalah maha kuasa atas
segala sesuatu )) [ HR. At Tirmidzi no. 3585 dari Amer bin Syu’aib dari ayahnya
dari kakeknya, At Tirmidzi menyatakan : Ini adalah hadits hasan ghorib dari
sanad ini. ]
Hari ‘arofah, hari yang disunnahkan bertakbiran
semenjak terbitnya fajar. Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim memaparkan : “
Diriwayatkan dari Rasululloh bahwa beliau bertakbiran semenjak sholat fajar
dihari ‘arofah ini hingga ashar dihari terakhir hari – hari tasyriq, beliau
mengucapkan : Allohu akbar – Allohu akbar, Laailaaha illallooh wallohu akbar
walillahil hamd ! meskipun sanad riwayat ini tidaklah shohih namun inilah yang
diamalkan oleh kaum muslimin dengan lafadz takbir dua kali, adapun dengan
lafadz takbir tiga kali maka hanyalah teriwayatkan dari perbuatan Jabir dan
Ibnu Abbas saja, akan tetapi kedua - dua cara itu semuanya bagus ”. [ Zaadul
Ma’aad ( 2 / 360 ) cet. Ar Risaalah ]
Alhasil, bahwa hari
‘arofah adalah hari terbaik disepanjang tahunnya. Syaikh Muhyiddien An Nawawi
dalam penjelasannya terhadap hadits Aisyah diatas menyatakan : “ Hadits ini
sangat gamblang sekali menjelaskan akan fadhilah hari ‘arofah dan memang
demikian adanya bahkan andaikan ada seorang suami yang berkata : Isteriku telah
aku ceraikan dihari paling mulia ! maka menurut para ulama syafiiyah ada dua
pendapat ; pertama, bahwa jatuh cerainya adalah dihari jum’at berdasar sabda
nabi (( hari terbaik adalah hari jum’at )) sebagaimana telah disebutkan dalam
shohih Muslim ini, namun pendapat yang paling benar bahwa jatuh cerainya adalah
dihari ‘arofah berdasar hadits yang disebutkan didalam bab ini ”. [ Al Minhaaj
Syarh Shohih Muslim ( 9 / 121 ) darul ma’rifah ]
Langganan:
Postingan (Atom)
MENARA SUNNAH KHATULISTIWA
Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari
Entri Populer
-
Berkata Al ‘Allamah Sholih Al Fawzan hafidzohulloh : “ . . . dan murji’ah ada empat sekte ; Sekte pertama : Murji’ah ekstrim, mereka adal...
-
Pertanyaan : Apakah dizaman ini masih ada orang yang menghusung pemikiran khowarij ? Jawaban Al ‘Allamah Al Fawzan hafidzohulloh : “ ...
-
Semenjak beberapa tahun lamanya telah marak disebagian pondok – pondok pesantren dinegeri kita sebuah kegiatan kepesantrenan yang berbau pen...
-
Seorang muslim adalah seorang yang memiliki ittiba’ kepada syareat yang dibawa oleh nabiyulloh Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam sebagaim...
-
Pertanyaan : Apakah dizaman ini masih ada orang yang menghusung pemikiran khowarij ? Jawaban Al ‘Allamah Al Fawzan hafidzohulloh : “ ...
ARSIP
-
▼
2012
(15)
-
▼
Oktober
(8)
- DIANTARA SEJUTA HIKMAH Adalah Sufyan bin ‘Uyaina...
- MENDUDUKKAN KONFLIK DITINGKAT AWAM <!--[if gte ms...
- Salafiyyun Selalu Menyambut Persatuan, Menolak ...
- PERAYAAN BESAR DIHARI NAHR <!--[if gte mso 9]> ...
- KEAGUNGAN 'AROFAH Dinamakan hari ‘arofah a...
- ARAHAN SYAIKH AL WADI'I TENTANG TARBIYATUN NISA ...
- MENGGAPAI FADHILAH ( 2 ) 3. Memperbanyak doa, ...
- MENGGAPAI FADHILAH SEPULUH HARI DZULHIJJAH ( I ...
-
▼
Oktober
(8)
LINK - LINK BERMANFAAT :
Diberdayakan oleh Blogger.