Kamis, 19 Agustus 2010

BEDA SALAFY . . .

BEDA SALAFY DENGAN MUBTADI’
( dari taqrir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah )

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh : “ Barang siapa yang berpendapat dan bersikap berdasar al Kitab, as Sunnah dan Ijma’ maka dia termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ”. [ Majmu’atul Fatawa li Syaikhil Islam 3 / 346 ]
Penjelasan : Dalil akan taqrir yang ditetapkan oleh Syaikhul Islam sebagai patokan tentang siapa yang berhak sebagai barisan Ahlus Sunnah diantaranya adalah ;
Firman Alloh

{ واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها كذلك يبين الله لكم ءاياته لعلكم تهتدون }

Artinya : { Dan berpeganglah kalian bersama – sama dengan tali Alloh serta jangan kalian berpecah belah. Dan ingatlah nikmat – nikmat Alloh atas kalian yaitu tatkala kalian dahulu saling bermusuhan maka Alloh menyatukan hati kalian sehingga kalian dengan nikmat dariNya menjadi bersaudara, tatkala dahulu kalian berada ditepi jurang neraka maka Dia menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Alloh menjelaskan kepada kalian ayat – ayatnya semoga kalian menjadi orang – orang yang mendapat hidayah }
Didalam ayat tersebut terdapat kewajiban untuk berpegang dengan al Kitab dan as Sunnah serta al Jama’ah dan terdapat keharoman berpecah belah yaitu dengan melanggar apa yang telah Alloh wajibkan tersebut.
Berkata al Imam al Mubajjal Ahmad bin Hambal rohimahulloh : “ Ushul as Sunnah disisi kami adalah berpegang dengan perkara yang dahulu para sahabat Muhammad rodhiyallohu ‘anhum berada diatasnya, meneladani mereka dan meninggalkan berbagai bid’ah ”. [ Ushulus Sunnah riwayat ‘Abdoos bin Malik ]
Berkata pula al Imam al Hasan bin Ali al Barbahariy rohimahulloh : “ Sedangkan asas yang dibangun diatasnya al Jama’ah maka adalah para sahabat Muhammad rodhiyallohu ‘anhum, mereka itulah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ”. [ Syarhus Sunnah lil Barbahariy halm. 16 tartib Abi Sufyan Zaila’iy ]
Dalil lain akan taqrir diatas adalah firman Alloh

{ يأيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين }

Artinya : { Wahai orang – orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Alloh dan jadilah kalian bersama para shodiqin }
Didalam ayat diatas terdapat kewajiban atas kaum mukminin untuk mengambil dien ini dari para shodiqin dalam semua bidang dien ini baik ilmu maupun amal, baik akidah, ibadah, mu’amalah maupun akhlak bahkan pergerakan dakwah dsb dari urusan – urusan dien. Para shodiqin yang dimaksud adalah Rasululloh dan para sahabat beliau sebagaimana datang tafsirnya dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma [ lihat Zadul Masir karya Ibnul Jauziy dan tafsir Ibnu Katsir rohimahumalloh terhadap ayat diatas ]._selesai.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh : “ Adapun bid’ah yang menjadi patokan sehingga seseorang menjadi ahlil ahwa’ ( mubtadi’_pent. ) maka adalah bid’ah yang telah masyhur dikalangan Ahlul Ilmi was Sunnah penyelisihannya terhadap al Kitab dan as Sunnah semisal bid’ahnya khowarij, rofidhoh, qodariyyah dan murji’ah ”. [ al Fatawa al Kubro 4 / 193 ]
Beliau juga berkata rohimahulloh : “ Syi’ar ahlil bida’ adalah meninggalkan beragama yang dibangun dengan madzhab as Salaf ”. [ Majmu’atul Fatawa 4 / 155 ]
Penjelasan : Dalil akan taqrir patokan kapan seseorang menjadi mubtadi’ diatas diantaranya adalah dalil – dalil yang telah disebut diatas berikut penjelasannya dari sisi mafhum, diantaranya juga adalah mafhum dari firman Alloh

{ فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله ورسوله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر } الآية

Dimana didalam ayat ini terdapat kewajiban atas kaum mukminin untuk mengembalikan setiap perkara yang diperselisihkan diantra mereka kepada al Kitab dan as Sunnah baik perkara ibadah, mu’amalah diantara sesama maupun perkara lain terlebih perkara – perkara besar yang menjadi asas dien.
Dalil lain adalah firmanNya

{ وإذا جائهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به فلو ردوه الى الرسول والى أولى الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم ولولا فضل الله عيلكم ورحمته لاتبعتم الشيطان إلا قليلا }

Ayat ini selain mengokohkan makna ayat sebelumnya diatas ia juga mewajibkan atas kaum mukminin untuk mengembalikan setiap perkara kepada para Ahlul Ilmi Was Sunnah yang merupakan ulil amri dalam ayat ini. Faedah lainnya dari ayat ini bahwa berpegang dengan al Kitab, as Sunnah dan al Jama’ah merupakan kemuliaan dan rohmah dari Alloh sedang meninggalkannya dan menyelisihinya berarti mengekor syaiton, betapa banyaknya orang yang terjerumus dalam kubangan ini wallohul musta’an.
Sebaliknya mubtadi’ maka ia menyelisihi ayat – ayat diatas sebab timbangan mereka dalam mengembalikan perkara adalah hawa nafsu atau kekelompokan dan kehizbiyahannya, siapa yang menyetujui maka dia kawan sedang siapa yang menyelisihi maka dia lawan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh : “ Oleh karenanya dimaklumi bahwa diantara syiar ahli bida’ adalah melahirkan kebid’ahan sebuah pendapat ataupun sikap kemudian mengharuskan dan memaksa orang lain untuk menyetujui dan mengikutinya. Mereka membangun kecintaan dan pembelaan diatasnya serta membangun kebencian dan permusuhan diatasnya pula sebagaimana khowarij menetapkan kebid’ahannya kemudian mengharuskan orang lain untuk menyetujui dan mengikutinya serta membangun perwalian dan permusuhan diatasnya ”. [ Majmu’ul Fatawa 6 / 338 ]
Kita tutup penjelasan taqrir ini dengan firman Alloh

{ ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وسائت مسيرا }

Ayat yang agung ini menjelaskan akibat yang akan menimpa ahlul bida’ yang meninggalkan dan menyelisihi al Kitab, as Sunnah dan Ijma’ jika mereka tidak segera bertaubat kembali kepada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebelum kematian menghampirinya yaitu ia akan dibiarkan oleh Alloh diatas kebid’ahannya kemudian diakherat dikembalikan keneraka.
Dan dengan mutiara yang terucap dari al Imam al Barbahariy rohimahulloh : “ Ketahuilah ! bahwa keluar dari jalan ini ( manhaj Ahlus Sunnah Wal Jam’ah_pent. ) pada dua kejadian : kejadian pertama, seseorang yang tergelincir dari jalan ini sementara ia tidak mencari – cari kecuali kebaikan maka ketergelincarannya tidak boleh diikuti sebab mengikutinya adalah kebinasaan. Kedua, seseorang menentang kebenaran serta menyelisihi orang – orang sebelumnya dari para muttaqin maka orang ini adalah sesat lagi menyesatkan, ia adalah syaiton yang durhaka ditengah umat ini, wajib atas orang yang mengetahuinya untuk memperingatkan manusia darinya dan menjelaskan kepada manusia akan kisah orang ini supaya tidak ada seorangpun dari umat ini yang terjerumus kedalam bid’ahnya sehingga ia binasa ”. [ Syarhus Sunnah halm. 24 ]
dan dari syaikhu masyayikhina Syaikhul Muhaddits Muqbil bin Hadi rohimahulloh : “ Adapun pertanyaan kapankah seseorang dihukumi keluar dari manhaj as Salaf yang sholih maka jawabnya adalah dengan ia menunggangi bid’ah – bid’ah serta keluar dari manhaj salafus sholih berpindah kepada tasawwuf atau tasyayyu’ atau merayakan acara - acara maulid atau berlapang dada menerima undang – undang konfensional atau juga kepada perwalian yang sempit seperti kekelompokan hizbiyyah yang tidak lain ia adalah perwalian yang sempit sehingga ia membangun perwalian dan permusuhan diatas kekelompokan hizbiyahnya ”. [ Tuhfatul Mujib halm. 111 ]_selesai.

والله أعلم وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله

Pertanyaan : apa boleh untuk disimpulkan dari pemaparan diatas bahwa seorang salafy tidak akan dihukumi menjadi mubtadi’ sebab ia bermudah – mudahan dalam as Sunnah ?
Jawab : kita perlu meminta perincian apakah as Sunnah yang dimaksudkan dalam pertanyaan tsb ? jika yang dimaksudkan adalah as Sunnah dalam pembahasan – pembahasan kitab I’tiqod maka akan menjawab anda al imam asy Syathibiy rohimahulloh : “ firqoh – firqoh yang menyimpang ini menjadi firqoh tidak lain sebabnya adalah mereka menyelisihi al Firqoh an Najiyah dalam perkara yang mendasar, perkara kaedah asasi dari syari’ah ini. Bukan dalam perkara cabang dari cabang – cabang yang ada sebab penyelisihan dalam perkara cabang lagi ganjil ini tidak akan melahirkan perpecahan dan kekelompokan. Tidak lain perpecahan itu munculnya adalah dari penyelisihan perkara asas yang mendasar yang merangkum dan menghusung banyak perkara cabang yang biasanya perkara ini tidak terkhususkan dalam sebagian bab saja atau sebagian tempat saja ( dari bab – bab syareat_pent. )”. [ al I’tishom 2 / 712 ]
Dimaklumi bahwa diantara as Sunnah ada yang merupakan kaedah asasi yang mendasar dan ada yang merupakan cabang, bahkan cabangpun bertingkat – tingkat. Sebab as Sunnah dalam pembahasan ini maknanya adalah : “ thoriqoh yang dahulu Rasululloh serta para sahabatnya berada diatasnya baik perkara ilmiyyah maupun amaliyyah ” [ dari rekaman pelajaran syarh Aqidatus Salafi Ash-habil Hadits oleh Syaikhul Fadhil Muhammad bin Hadi hafidzohulloh ].
Berkata Syaikhul Hafidz Ibnu Rojab al Hambali rohimahulloh : “ as Sunnah adalah thoriqoh yang ditempuh sehingga artinya as Sunnah mencakup berpegang terhadap apa yang dahulu Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dan para khulafa’ rosyidin berjalan diatasnya dari berupa perkara – perkara I’tiqod, amal maupun ucapan, inilah as Sunnah yang sempurna ”. [ Jami’ul ‘Ulum_syarah hadis al ‘Irbadh halm. 249 ]
Berkata al Imam al Barbahariy rohimahulloh : “ Ketahuilah ! bahwa al Islam adalah as Sunnah dan as Sunnah adalah al Islam, tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan yang lainnya ”. [ Syarhus Sunnah halm. 15 ]
Diantara contohnya adalah ucapan al Imam al Mubajjal Ahmad bin Hambal rodhiyallohu ‘anhu : “ as Sunnah disisi kami adalah peninggalan – peninggalan Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam … kemudian diantara as Sunnah yang lazimah yang bila ada seseorang meninggalkan satu bentuk saja darinya secara tidak mengimaninya atau tidak menerimanya maka ia bukan termasuk dari ahlinya ”. [ Ushulus Sunnah riwayat Abdoos ] Perhatikan ! beliau menghukumi orang yang meninggalkan satu bentuk as Sunnah saja sebagai bukan Ahlus Sunnah.
Pertanyaannya apatah tergambar ada seorang alim dan da’I salafy yang bermudah – mudahan dalam as Sunnah ini ? Wallohu a’lam

وعليك بالتفصيل والتبيين *** فالإجمال والإطلاق دون بيان
قد أفسدا هذا الوجود وغير *** الأذهان والأديان كل زمان

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari