SHOLAT JUM’AT DIHARI ‘IED
Dimungkinkan hari ‘iedul fithri tahun 1431 ini bertepatan dengan hari Jum’at, hal itu jika Romadhon genap harinya 30 hari sebab tidak terlihatnya hilal Syawwal dihari ke 29 nanti. Bahkan sebagian ormas semisal Muhammadiyyah telah memastikan hal tersebut dalam pengumumannya. Apapun yang bakal datang maka kita tunggu bersama namun akan lebih bagus jika kita mempersiapkan bekal ilmu untuk menghadapi kemungkinan tersebut sebab dalam sunnah Nabi kita sholallohu ‘alaihi wasallam terdapat hukum khusus jika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, maka bitaufiqillah kita hendak menelaah meski sepintas akan hal ini wal’ilmu ‘indalloh.
PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT
Serasa inilah sub judul yang tepat untuk hukum sholat Jum’at dihari ‘ied jika hari ‘ied tersebut bertepatan dihari Jum’at. Setidaknya dalam masalah ini ada dua pendapat dikalangan para ulama rohimahumulloh ; Pendapat pertama, hukum Jum’at tetap wajib tidak gugur kecuali bagi orang – orang pegunungan dan pedalaman serta orang – orang yang nomaden seperti kalangan badui ditanah Arab. Ini merupakan pendapat Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah atau boleh dikata jumhur. Pendapat kedua, hukum sholat jum’at gugur bagi kaum muslimin secara umum kecuali penguasa atau yang berkewenangan biasa menyelenggarakan Jum’at maka sunnah atas mereka untuk menyelenggarakannya. Ini merupakan pendapat Hanabilah dan dirojihkan oleh syaikh Taqiyuddien.
DALIL DAN ALASAN MASING – MASING
Perkara yang dimaklumi bahwa kita beribadah adalah dengan dalil dari al Kitab atau as Sunnah atau Ijma’ atau Qiyas yang shohih bukan dengan pendapat seseorang setinggi apapun keilmuannya. Demikian pula dengan melihat dalil dan alasan setiap pemilik pendapat kita akan lapang dada dalam menyikapi perbedaan ini.
A. Dalil dan alasan Jumhur diantaranya adalah : hadis Utsman bin ‘Affan rodhiyallohu ‘anhu bahwa beliau berkata :
(( اجتمع في يومكم عيدان فمن أحب من أهل العالية أن ينتظر الجمعة فلينتظرها ومن أحب أن يرجع فقد أذنت له ))
Terjemahannya : (( Dua hari raya telah berkumpul ditengah – tengah kalian maka barang siapa dari penduduk pegunungan atau pinggiran yang hendak menantikan sholat jum’at maka tunggulah sedang barang siapa yang ingin kembali maka aku telah mengijinkan baginya )).
Hadis diatas shohih diriwayatkan oleh Al Bukhoriy dalam shohihnya kitabul Adhohi mauquf atas Utsman.
Makna hadis tersebut bahwa Utsman bin ‘Affan akan tetap menyelenggarakan sholat jum’at bersama penduduk kota sedangkan penduduk pinggiran atau pegunungan maka beliau ijinkan mereka untuk tidak menghadiri sholat jum’at.
Sisi pendalilan dari hadis diatas bahwa Utsman bin ‘Affan mengucapkan ucapannya tersebut dihadiri oleh para sahabat namun tidak diriwayatkan ada dari antara sahabat yang mengingkarinya menunjukkan bahwa itu menjadi ijma’ mereka. Sebagian ulama menyatakan bahwa [ ijma’ sukuti adalah hujjah ].
Alasan lain atas pendapat mereka diantaranya bahwa sholat jum’at adalah fardhu ‘ain secara ijma’ sedang sholat ‘ied maka hukumnya menjadi letak silang pendapat dikalangan ulama sehingga tidaklah boleh sesuatu yang telah disepakati hukumnya gugur oleh sesuatu yang masih diperselisihkan hukumnya sebagaimana kaedah menyatakan [ jika bertabrakan antara dalil qoth’iy dengan dzonniy maka yang qoth’iy dirojihkan ].
Mereka juga beralasan bahwa dalil – dalil yang menunjukkan gugurnya sholat jum’at kecuali bagi penguasa adalah dalil – dalil yang cacat dari segi sanadnya. Sementara kaedah menyatakan [ dalil lemah tidak dapat dipakai sebagai hujjah ].
B. Dalil dan alasan Hanabilah : mereka memiliki beberapa dalil dari sunnah juga dari atsar sahabat atas pendapat mereka diantaranya ;
1. Hadis Zaid bin Arqom rodhiyallohu ‘anhu, bahwa beliau berkata :
(( صلّى النبي صلى الله عليه وسلم العيد ثم رخص في الجمعة فقال : { من شاء أن يصلي فليصل } )).
Terjemahannya : (( Bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam sholat ‘ied kemudian beliau memberikan keringanan dalam sholat jum’at, beliau bersabda { Barang siapa ingin sholat jum’at maka silakan sholat jum’at } )).
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad ( 4 / 372 ) Abu Dawud ( 1070 ) Ibnu Majah ( 1310 ) dan Nasa’iy ( 3 / 194 ) juga al Hakim dalam Mustadrok ( 1 / 288 ) beliau berkomentar tentangnya : “ ini adalah hadis yang sanadnya shohih namun tidak ditakhrij oleh keduanya yi. Al Bukhoriy – Muslim ” disetujui oleh Dzahabiy. Namun didalam sanadnya terdapat seorang perowi yang bernama Iyas bin Abi Romlah seorang tabi’in yang diperselisihkan keadaannya oleh para pakar jarh wa ta’dil, seperti dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Tahdzibnya : “ Dimasukkan dalam barisan ats tsiqot oleh Ibnu Hibban namun Ibnul Mundzir menilai ia adalah rowi yang majhul dan disetujui oleh Ibnul Qoththon ”. Toh demikian hadis ini dihukumi shohih oleh sebagian ulama diantaranya Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya ( 1464 ) juga oleh syaikh Sholih aalu Syaikh dalam syarah Bulughul Maromnya dengan dukungan hadis Abu Huroiroh yang akan datang.
Makna hadis bahwa Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshoh ( keringanan ) bagi kaum muslimin untuk meniggalkan sholat jum’at dihari ‘ied kecuali bagi siapa yang ingin melakukannya.
Sisi pendalilan : bahwa hadis ini tegas menyatakan gugurnya kewajiban sholat jum’at dihari ‘ied dan berubah menjadi sunnah sebab kaedah menyatakan [ adanya kebebasan memilih sebuah amal menunjukkan amalan tersebut sunnah ]. Sebagaimana pula bahwa hadis ini mengisyaratkan bahwa hukum sholat ied adalah wajib sebagaimana jum’at sehingga ada rukhshoh sebab kaedah menyatakan [ rukhshoh hanyalah ditujukan kepada perkara wajib ].
2. Hadis Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( قد اجتمع في يومكم هذا عيدان فمن شاء أجزأه عن الجمعة وإنا مجمعون ))
Terjemahannya : Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda : (( dua ‘ied telah berkumpul dihari kalian ini, barang siapa mau maka sholat iednya telah mencukupinya dari sholat jum’at namun kami akan menyelenggarakan sholat jum’at )).
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud ( 1071 ) dan Ibnu Majah ( 1311 ) dengan sanad diadalamnya terdapat perowi yang lemah yaitu Baqiyyah bin al Walid, berkata al Baihaqiy tentangnya : “ mereka bersepakat bahwa Baqiyyah tidak bisa dipakai sebagai hujjah ” sebagaimana dinukilkan dalam Tahdzibnya Ibnu Hajar. Maka hadis ini lemah sanadnya namun sebagaimana telah dijelaskan bahwa syaikh Sholih hafidzohulloh berpandangan ia dan hadis Zaid diatas bisa saling menguatkan.
Makna hadis ini sama dengan yang sebelumnya.
Sisi pendalilannya bahwa hadis ini menegaskan akan gugurnya kewajiban sholat jum’at. Sebagaimana pula bahwa hadis ini menjelaskan disunnahkannya bagi penguasa untuk menyelenggarakan sholat jum’at sebab Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam melakukan hal tersebut sehingga berdasar kaedah [ perbuatan Nabi menunjukkan sunnah ] maka iapun sunnah.
Adapun atsar sahabat maka diantaranya adalah persetujuan Ibnu Abbas akan perbuatan Ibnu Zubai yang tidak menyelenggarakan sholat jum’at dihari ‘ied, beliau menyatakan : “ Ibnu Zubair mencocoki sunnah ”.
Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Dawud serta Nasa’iy dan dishohihkan oleh al Hakim dalam Mustadroknya disetujui pula oleh Dzahabiy ( 1 / 296 ).
Sisi pendalilan bahwa ucapan Ibnu Abbas tersebut maksudnya adalah mencocoki sunnah Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam sebab [ ucapan shohabiy “ as sunnah ” maka artinya adalah sunnah Rasululloh ] sehingga tidak sholat jum’at dihari ‘ied adalah sunnah sebagaimana mengerjakannya juga sunnah.
DISKUSI DALIL & ALASAN MASING – MASING
A. Dalil yang dipakai oleh Jumhur yaitu hadis Utsman bin Affan serta dakwaan ijma’ maka terdiskusikan dengan beberapa sisi diantaranya : bahwa tetapnya hukum terhadap penduduk pinggiran juga meluas kepada seluruh umat selain mereka sebab tidak ada penghususan dari Rasululloh untuk mereka berdasar kaedah [ tetapnya hukum atas sebagian umat maka meluas kepada seluruh umat kecuali ada dalil penghususan ] dan ucapan Utsman bin Affan dengan menyebut penduduk pinggiran secara khusus tidak dapat diterima sebagai dalil pengkhususan sebab maksimalnya itu adalah ijtihad beliau, hal ini berdasar kaedah [ tidak ada ijtihad dihadapan nash ] sementara nash dari Rasululloh menunjukkan ta’mim tidak ada penghususan.
Adapun alasan bahwa itu ijma maka ini adalah jenis ijma sukuti sementara kaedah menyatakan [ ijma’ sukuti bukanlah hujjah ] bagaimana sementara ada sahabat lain yang berbeda amal dengan Utsman bin Affan dalam masalah ini ?.
Adapun alasan bahwa secara qoth’iy hukum jum’at adalah wajib sedang hukum sholat ‘ied adalah dzonniy maka terbantahkan dengan kita menyatakan sedari awalnya bahwa hukum sholat ‘ied adalah wajib secara qoth’iy meskipun nisbiy sebab [ penetapan qoth’iyyahnya ataupun dzonniyyahnya sebuah dalil adalah nisbiy ].
Adapun alasan bahwa dalil – dalil yang menunjukkan gugurnya kewajiban sholat jum’at dari segi sanadnya adalah lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah maka terbantahkan dengan alasan bahwa lemahnya dalil – dalil tersebut adalah bentuk lemah yang masih ditoleransi untuk naik kederajat hasan lighoirihi sebagaimana telah berlalu penjelasannya. Demikian pula terbantahkan dengan adanya sebagian ulama hadis yang telah menshohihkannya.
B. Dalil yang dipakai oleh Hanabilah terdiskusikan dari sisi derajat sanadnya namun hal ini telah dibantah dengan penjelasan yang telah lalu.
PENDAPAT YANG KUAT
Setelah melihat, memaparkan dan menimbang dalil – dalil berikut diskusinya maka yang nampak kuatnya adalah pendapat Hanabilah yang menyatakan gugurnya kewajiban sholat jum’at dan berubah kepada sunnah. Wallohu ‘alam.
Pendapat ini juga dipilih oleh syaikh Taqiyyuddin seperti dalam Majmu’ul Fatawa ( 24 / 211 dst ) juga al qodhi Asy Syaukaniy dalam Durorul Bahiyyahnya.
SHOLAT DZUHUR TETAP WAJIB
Berkata syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh : “ apabila orang – orang telah menghadiri sholat ‘ied maka telah tercapai maksud dari berkumpulnya mereka. Namun bahwa sholat dzuhur tetap wajib dilaksanakan jika tidak melaksanakan sholat jum’at sehingga sholat dzuhurpun tetap pada waktunya dan dengan sholat ‘ied tercapailah maksud dari berkumpul ”. [ Majmu’ul Fatawa ( 24 / 211 ) ]
Dalil akan hal ini adalah keumuman dalil – dalil akan wajibnya sholat lima waktu sehari semalam seperti hadis Mu’adz bin Jabal, Abu Tholhah dan Abu Huroiroh dll, dengan sisi pendalilan bahwa tidak penghususan dengan hari ‘ied akan keumuman dalil – dalil tersebut maka ia tetap muhkam pada tempatnya. Wallohu a’lam.
والله أعلم وصلى الله على محمد وآله وسلم والحمد لله
admin nya ada ga' ne? allow??
BalasHapuscuma mo ide ne, pembahasanya ttg kehidupan remaja skg dunk,