Sabtu, 12 Juni 2010

SERIAL FAWAID USHULIYYAH IV

KAJIAN HADIS KE 4

MENGANGKAT IMAM SHOLAT DAN MUADZIN

عن عثمان بن أبي العاص رضي الله عنه أنه جاء الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله اجعلني إمام قومي ، فقال صلى الله عليه وسلم : (( أنت إمامهم واقتد بأضعفهم واتخذ مؤذنا لا يأخذ على أذانه أجرا )) .

Pembahasan hadis ini dari dua sisi sebagaimana biasa yaitu :

Sisi Pertama, derajat keshohihan hadis berangkat dari kaedah ( istimbat hukum adalah cabang dari penshohihan dalil ) yang merupakan cabang dari kaedah besar ( asal ibadah adalah dilarang sehingga didapati dalil ). Maka ketahuilah bahwa hadis diatas diriwayatkan oleh para imam diantaranya Ahmad dalam Musnadnya ( 16250 ), Abu Dawud ( 531 ), An Nasa’iy ( 671 ) seluruhnya dari jalan Hammad bin Salamah dari Sa’id bin Iyyas al Juroiriy dari Abul ‘Ala’ Yazid bin Abdillah bin Asy Syikhir dari Muthorrif bin Abdillah dari Utsman bin Abil ‘Ash berkata : dst. Diriwayatkan pula oleh At Tirmidziy ( 209 ) dan Ibnu Majah ( 714 ) keduanya dari jalan Asy’ats dari Al Hasan dari Utsman bin Abil ‘Ash berkata mirip dengan lafadz diatas. Sanad pertama para perowinya terpercaya kecuali Sa’id bin Iyyas al Juroiriy, meskipun ia rowi terpercaya namun para imam menyatakan bahwa ia seorang yang berubah hapalannya sementara kaedah menyatakan ( berubahnya hapalan rowi termasuk cacat dari sisi hapalan ) dan ( cacatnya hapalan seorang rowi berdampak lemahnya hadis ) namun kaedah ini tidak mutlak demikian bahkan ada pengecualian berdasar kaedah ( rowi yang berubah hapalannya jika terpercaya dan perowi darinya adalah sebelum berubah hapalan dia maka riwayatnya dihukumi shohih ) demikianlah keadaan sanad ini yaitu Hammad bin Salamah adalah perowi terpercaya yang meriwayatkan dari Sa’id bin Iyyas al Juroiriy sebelum Sa’id berubah hapalannya. Sanad pertama ini juga bersambung sehingga berdasar kaedah ( hadis shohih adalah yang bersambung sanadnya oleh para perowi terpercaya ) hadis dengan sanad pertama adalah shohih. Adapun sanad kedua maka para imam berbeda pendapat akan derajat Asy’ats sebab ia dalam sanad ini mubham yaitu tidak diketahui nisbahnya sehingga berdasar kaedah ( rowi yang mubham berdampak tidak dapat dihukuminya sanad ) namun guru kami syaikh Abu Abdillah Jalal bin Ali As Sulamiy hafidzohulloh dalam pelajaran Bulughul Marom tentang hadis ini beliau merojihkan bahwa Asy’ats dalam sanad ini adalah Asy’ats bin Abdul Malik al Humroniy perowi terpercaya berdasar riwayat Ibnu Hazm dalam Al Muhalla dengan ketegasan nisbah Ays’ats perowi dari Al Hasan, maka sanad kedua inipun para perowinya terpercaya dan bersambung sehingga berdasar kaedah ( hadis shohih adalah yang bersambung sanadnya oleh para perowi terpercaya ) sanad ini juga shohih, walhamdulillah. Demikian, hadis diatas dengan kedua sanadnya juga telah dihukumi shohih oleh syaikh Al Albaniy rohimahulloh.

Sisi kedua, diantara fawaid hukum yang dapat kita ambil dari hadis diatas adalah sbb :

  1. hadis diatas adalah dalil bolehnya meminta jabatan sebagai imam sholat jamaah bagi masyarakatnya. Hukum ini diambil dari persetujuan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam terhadap permintaan Utsman jabatan imam sholat, kaedah menyatakan ( persetujuan Nabi terhadap satu perkara menunjukkan bolehnya perkara tersebut ). Adapun penetapan pada imam sholat adalah diambil dari konteks sebelum dan sesudahnya berdasar kaedah ( penguasaan terhadap konteks dalil membantu didalam penetapan maksud yang diinginkan oleh dalil ) atau dapat juga dari sisi lain yaitu bayan [penjelasan] dari mujmal berdasar kaedah ( apabila didapati mujmal dan bayan maka mujmal dibawa kepada bayan ) yaitu lafadz { إمام } dalam hadis adalah mujmal sebab bisa bermakna imam sholat juga bisa bermakna imam pemerintahan sedang lafadz { واقتد بأضعفهم } adalah bayan [penjelasan] akan maksud imam yang dimaukan.
  2. hadis diatas adalah dalil bolehnya meminta jabatan muadzin. Hukum ini diambil dari tidak adanya perbedaan antara permintaan jabatan imam sholat dengan muadzin sehingga berdasar kaedah ( syareah menghukumi dengan satu hukum yang sama pada perkara – perkara yang tidak berbeda ) dan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam telah menyetujui perbuatan Utsman meminta jabatan imam sebagaimana telah diterangkan.
  3. kedua hukum diatas adalah umum mencakup Utsman dan yang lainnya dari umat ini berdasar kaedah ( hukum yang jatuh pada sebagian umat ini juga mencakup seluruh umat kecuali ada dalil pengkhususan ).
  4. hadis diatas tidak dapat dijadikan dalil bolehnya meminta jabatan imam [pemimpin] selain sholat meski secara qiyas, sebab adanya dalil – dalil tegas yang melarang meminta jabatan kepemimpinan sehingga berdasar kaedah ( qiyas jika bertabrakan dengan nash [dalil tegas] maka termasuk qiyas yang rusak ) qiyas tersebut tidak diterima.
  5. hadis diatas dalil wajibnya atas imam sholat memprioritaskan makmum yang lemah dalam panjang – pendeknya sholat. Hukum ini diambil dari perintah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dalam { واقتد بأضعفهم } berdasar kaedah ( perintah menunjukkan wajib ).
  6. hadis diatas dalil wajibnya atas imam untuk mengenali keadaan para makmumnya dalam sholat berdasar kaedah ( kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu perkara maka perkara tersebut menjadi wajib ) yaitu hukum no 5 diatas tidak akan terpenuhi kecuali jika imam mengenali keadaan para makmumnya.
  7. hadis diatas adalah dalil bahwa penguasa adalah yang berwenang mengangkat imam sholat bagi sebuah masyarakat. Hukum ini diambil dari perbuatan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam dalam menetapkan Utsman sebagai imam pada ucapan beliau { أنت إمامهم } berdasar kaedah ( perbuatan Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menunjukkan sunnahnya perbuatan tersebut ). Adapaun pengkhususan penguasa adalah dari kaedah ( jawaban Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam terkadang berupa fatwa dan terkadang berupa keputusan hakim ) dan pengangkatan Utsman sebagai imam sholat disini berupa pengangkatan wakil sehingga jawaban Nabi atas permintaannya adalah jenis keputusan hakim.
  8. hadis diatas adalah dalil wajibnya atas imam mengangkat muadzin yang tidak mengambil gaji atas adzannya. Hukum ini diambil dari perintah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam untuk mengangkat muadzin pada ucapan beliau { واتخذ مؤذنا لا يأخذ على أذانه أجرا } berdasar kaedah ( perintah menunjukkan wajib ).
  9. hadis diatas dalil atas haramnya mengangkat muadzin yang memungut gaji atas adzannya. Hukum ini diambil dari perintah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam untuk mengangkat muadzin yang tidak memungut gaji atas adzannya pada ucapan beliau { واتخذ الخ } dan kaedah menyatakan ( perintah terhadap sesuatu berarti larangan atas lawan sesuatu tersebut ) dan kaedah ( larangan menunjukkan haram ).
  10. hadis diatas dijadikan dalil haramnya seorang muadzin memungut gaji atas adzannya. Hukum ini adalah cabang dari hukum no 9 diatas, sisi pendalilannya adalah adanya bentuk ta’awun atas perkara haram dari muadzin yang memungut gaji atas adzannya kepada imam yang mengangkatnya dan ta’awun atas perkara haram adalah haram. Jika hal ini telah difahami maka ketahuilah bahwa hukum no 10 ini adalah khilaf dikalangan para ulama.

والله أعلم وصلى الله على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENARA SUNNAH KHATULISTIWA

Artikel-artikel islam ilmiyah dalam Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Arab, Insya Allah diasuh oleh Abu Unaisah Jabir bin Tunari